HUKUM

Ghibah di Medsos Bisa Kena UU ITE, Aktivis Malari 74: Korut & RRC Kini Jadi Kiblat Indonesia!

DEMOCRAZY.ID
Juni 14, 2021
0 Komentar
Beranda
HUKUM
Ghibah di Medsos Bisa Kena UU ITE, Aktivis Malari 74: Korut & RRC Kini Jadi Kiblat Indonesia!

Ghibah-di-Medsos-Bisa-Kena-UU-ITE-Aktivis-Malari-74-Korut-dan-RRC-Kini-Jadi-Kiblat-Indonesia

DEMOCRAZY.ID - Indonesia berkiblat Korea Utara (Korut) dan RRC atas aturan gibah di media sosial (medsos) dikenai dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi (UU ITE).


Demikian dikatakan aktivis Malapetaka Limabelas Januari (Malari) 74 Salim Hutadjulu dalam pernyataan, Senen (14/6/2021). 


“Indonesia mengalami kemunduran demokrasi adanya gibah dikenai UU ITE,” ungkapnya.


Kata Salim, gibah di medsos dikenai UU ITE sebagai upaya untuk membungkam rakyat yang kritis terhadap penguasa. 


“Saat ini rakyat menyuarakan pendapatnya di medsos. Rakyat membicarakan anggota DPR yang tidak amanah di medsos. Jika anggota DPR tidak berkenan bisa melaporkan. Ini sangat tidak bagus buat demokrasi,” papar Salim.


Kata tahanan politik di era Soeharto, Rezim Jokowi berupaya untuk membungkam suara rakyat. 


“Rezim Jokowi melebihi Orde Baru dalam membungkam suara rakyat,” jelasnya.


Sebelumnya, Mahfud MD mengatakan membicarakan keburukan orang lain atau bergibah di media sosial, meskipun sesuai fakta, bisa dihukum menggunakan UU ITE. 


Dia mencontohkan dirinya dibicarakan beberapa orang bahwa memiliki tato dan mantan anggota preman.


Apabila sudah dibuktikan ternyata salah, kata Mahfud, itu termasuk dalam fitnah. 


Namun, apabila ketika diperiksa ternyata benar memiliki tato pun, perbuatan itu tetap bisa dikenakan hukuman.


“Kalau di situ ada tato, itu pencemaran, gibah namanya. Apa bisa dihukum? Dihukum meskipun tidak terbukti ada (faktanya). Kalau tidak terbukti pasti fitnah,” kata Mahfud.


Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan, pemidanaan bisa dilakukan apabila orang yang dijadikan bahan gibah merasa tidak senang walaupun terbukti benar. 


Sebab, informasi itu sudah terlanjur menjadi konsumsi publik,


“Kalau ada (faktanya) tetapi saya tidak senang berita itu didengar orang lain, itu bisa dihukum juga,” kata Mahfud.


Hanya saja, kata mantan Ketua Mahkamah Konstusi itu, pelaporan hanya bisa dilakukan langsung oleh orang yang bersangkutan atau diwakilkan melalui kuasa hukum. 


Sebab, dalam pasal tersebut delik yang digunakan sudah menjadi delik aduan.


Selain itu, aturan tersebut juga sudah tertuang dalam Surat Edaran Kapolri.


“Di sini ada delik aduan, bahwa pihak yang berhak menyampaikan pengaduan dalam tindak pidana pencemaran, fitnah, menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menggunakan sarana ITE hanya korban, ini sudah masuk di dalam Surat Edaran Kapolri, hanya korban yang boleh menyampaikan pengaduan,” pungkasnya. [Democrazy/suaranas]

Penulis blog