HUKUM

Terbongkar 4 Dugaan Pelanggaran Polri di Kasus Kematian Brigadir J, Mulai Olah TKP hingga Pengalihan Isu

DEMOCRAZY.ID
Juli 30, 2022
0 Komentar
Beranda
HUKUM
Terbongkar 4 Dugaan Pelanggaran Polri di Kasus Kematian Brigadir J, Mulai Olah TKP hingga Pengalihan Isu
Terbongkar 4 Dugaan Pelanggaran Polri di Kasus Kematian Brigadir J, Mulai Olah TKP hingga Pengalihan Isu


DEMOCRAZY.IDAkhirnya misteri kematian Brigadir J perlahan mulai terungkap, dari pelanggaran olah TKP, penggunaan senjata api hingga prarekonstruksi.


Dugaan adanya pelanggaran peraturan Polri dalam kasus Brigadir J terungkap setelah pengamat kepolisian, Bambang Rukminto angkat suara.


Kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J hingga saat ini masih menyita perhatian publik.


Pasalnya, hingga saat ini pihak kepolisian belum mengungkapkan pelaku yang menewaskan Brigadir J.


Kini kasus kematian Brigadir J sudah pada tahap penyidikan.


Pada Rabu 27 Juli 2022, jenazah Brigadir J telah dilakukan otopsi kembali sesuai permintaan pihak keluarga Brigadir J.


Dikutip dari ANTARA, Bambang Rukminto, Pengamat kepolisian dari ISESS merinci aturan-aturan dasar yang dilanggar dalam mengungkap kasus dugaan polisi tembak polisi di rumah Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo yang menewaskan Brigadir J.


"Itu beberapa Peraturan Kapolri (Perkap) yang dilanggar," kata Bambang, dikutip dari ANTARA, Sabtu 30 Juli 2022.


Lebih lanjut, dia menilai kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan dalam kasus ini dapat berujung hilangnya kepercayaan publik pada polisi.


4 hal yang menjadi dugaan pelanggaran-pelanggaran yang dimaksud Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, dikutip dari ANTARA:


1. Dugaan Pelanggaran Olah TKP


Dimulai dari langkah kepolisian mengambil rekaman CCTV, kemudian olah TKP yang dinilai melanggar Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009, dan menunda pengumuman kepada publik.


Bambang mengapresiasi sikap polisi terbuka dalam menangani kasus tersebut, namun dia menyayangkan sempat terjadi penundaan pengumuman tewasnya Brigadir J kepada publik.


"Kita apresiasi langkah yang diambil Kapolri, meski agak terlambat dan seolah menunggu desakan publik. Ke depan harapannya bukan hanya penonaktifan Kadiv Propam, tetapi juga semua jajaran yang terlibat dalam upaya-upaya menutupi kasus ini hingga tiga hari baru diungkap ke publik," katanya.


2. Dugaan Pengalihan Isu


Menurut Bambang, upaya pengalihan isu sempat terjadi dalam kasus ini di mana topik penembakan justru beralih ke isu pelecehan seksual.


Kecurigaan tersebut didukung oleh ketidakhadiran tersangka penembakan dan kejanggalan-kejanggalan lain yang sulit diterima nalar publik.


3. Dugaan Pelanggaran Metode Pemeriksaan


Jika ditinjau dari Surat Keputusan Kapolri Nomor 1205 Tahun 2000 dalam BAB III angka 8.3 SK Kapolri 1205/ 2000 diatur metode pemeriksaan dapat menggunakan teknik interview, interogasi, konfrontasi, dan rekonstruksi.


"Berdasarkan ketentuan di atas, rekonstruksi merupakan salah satu teknik dalam metode pemeriksaan yang dilaksanakan penyidik dalam proses penyidikan," katanya lagi.


Proses rekonstruksi bahkan sudah diatur dalam Pasal 24 ayat (3) Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 yang secara lengkap menyatakan: Dalam hal menguji penyesuaian keterangan para saksi atau tersangka, penyidik/penyidik pembantu dapat melakukan rekonstruksi.


Akan tetapi, alih-alih menggelar rekonstruksi, Polda Metro Jaya justru memilih melakukan prarekonstruksi.


Hal ini menurut Bambang menimbulkan pertanyaan, siapa saksi dan tersangkanya.


"Dalam Surat Keputusan Kapolri Nomor 1205/2000 itu tidak ada istilah prarekonstruksi," kata Bambang. 


4. Polemik Penggunaan Senjata Api


Aksi saling tembak antara Brigadir J dan Bharada E secara tak langsung mengangkat polemik penggunaan senjata api dalam peraturan dasar kepolisian.


Pasalnya dalam kasus ini, Bharada E disebut-sebut membawa senjata api melekat dengan jenis otomatis seperti Glock.


Sementara jika status Bharada E sebagai ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo, semestinya senjata yang digunakan cukup laras panjang ditambah sangkur.


"Kalau sebagai ajudan, apakah ajudan perwira tinggi sekarang diubah cukup minimal level tamtama, dan apakah ajudan perlu membawa senjata api otomatis seperti Glock dan sebagainya," kata Bambang mempersoalkan.


Oleh karena itu, Bambang berharap ke depannya Polri memperjelas aturan penggunaan senjata api untuk masing-masing personelnya.


"Sementara ini saya juga belum menemukan detail aturan terkait penggunaan masing-masing senjata api dalam Perkap Nomor 1 Tahun 2022, jenis apa, untuk siapa, dan bagaimana aturan pengawasannya," kata Bambang. [Democrazy]

Penulis blog