AGAMA

Ade Armando: Semoga Umat Islam Bisa Terbuka Mata Hatinya Bahwa Berjilbab Adalah Sebuah Pilihan, Bukan Kewajiban

DEMOCRAZY.ID
Juni 01, 2022
0 Komentar
Beranda
AGAMA
Ade Armando: Semoga Umat Islam Bisa Terbuka Mata Hatinya Bahwa Berjilbab Adalah Sebuah Pilihan, Bukan Kewajiban

Ade Armando: Semoga Umat Islam Bisa Terbuka Mata Hatinya Bahwa Berjilbab Adalah Sebuah Pilihan, Bukan Kewajiban

DEMOCRAZY.ID - Dosen Universitas Indonesia (UI), Ade Armando mengaku mendapat laporan tentang seorang siswi yang dipaksa berjilbab di sebuah Sekolah Negeri.


Ade Armando tidak mengungkapkan secara detail soal siswi tersebut. Namun, katanya, siswi tersebut tinggal di Jawa barat.


“Siswi ini berusia 11 tahun, duduk di kelas 7 SMP. Dia muslim, tapi memilih tidak berjilbab setiap hari ke sekolah,” kata Ade Armando sebagaimana dikutip pada Rabu, 1 Juni 2022.


“Dia hanya berjilbab pada hari Jumat, pada hari wajib jilbab. Akibatnya, dia tekan oleh para gurunya,” lanjutnya.


Siswi ini, kata Ade Armando, selalu menjawab kepada guru-gurunya bahwa ia belum siap berjilbab.


Walau tidak ada perintah secara langsung, lanjutnya, para guru menekan siswi ini untuk berjilbab dengan berbagai cara.


“Bahkan ada guru yang mengingatkan bahwa sikapnya itu berdampak pada nilai yang nanti akan diperolehnya,” ujar Ade Armando.


Akibat apa yang dialaminya, siswi tersebut pun menjadi malas ke sekolah dan menjadi perbincangan.


Ade Armando pun mengkritik para guru yang menurutnya tidak paham esensi pendidikan dan tidak peduli Hak Asasi murid.


“Dan yang lebih menyedihkan, yang mengalami penderitaan semacam ini bukan cuma dia sendirian. Ini terjadi di mana-mana di Indonesia,” kata Ade Armando.


Pakar ilmu komunikasi ini menyinggung soal laporan Human Rights Watch tahun lalu yang berjudul “Aku Ingin Lari Jauh: Ketidakadilan Berpakaian Bagi Perempuan di Indonesia”.


Laporan ini mendokumentasikan perjalanan para perempuan di beberapa kota di Indonesia yang menolak berjilbab dan akibatnya mengalami bullying.


Tekanan berjilbab, kata Ade Armando, bisa datang dari berbagai pihak, seperti orang tua, sesama teman, senior, atasan, guru, dan pemegang otoritas lainnya.


“Ini lazim sekali terjadi pada siswi-siswi yang menempuh pendidikan di sekolah negeri,” ujarnya.


Para pemegang otoritas, menurut Ade Armando, gemar menyudutkan perempuan tak berjilbab. Akibatnya, sebagian siswi terpaksa keluar sekolah karena tekanan.


Bukan hanya itu, tidak sedikit pegawai perempuan yang kehilangan pekerjaan atau terpaksa mengundurkan diri karena tekanan.


“Tidak sedikit yang mengalami kegoncangan psikologis, trauma ketakutan, dan berusaha bunuh diri,” ujarnya.


Oleh sebab itulah, Ade Armando menilai bahwa pemaksaan berjilbab ini merupakan sebuah masalah serius.


Dalam pandangannya, kewajiban berjilbab adalah sebuah contoh kesempitan berpikir dalam beragama di dunia Islam.


“Tentu adalah hak seseorang untuk menganggap ada aturan Allah yang mewajibkan perempuan berjilbab. Namun yang disebut aturan berjilbab itu adalah sesuatu yang yang bisa diperdebatkan,” katanya.


Menurut Ade Armando, tidak ada aturan tegas Islam mengenai jilbab. Selama ratusan tahun, lanjutnya, umat Islam Indonesia tidak berjilbab.


Saat ini, ada banyak ulama yang tidak menganggap berjilbab sebagai kewajiban. Bahkan banyak ulama perempuan berjilbab pun berpandangan begitu.


“Jadi, sebenarnya berjilbab seharusnya menjadi pilihan yang bisa diikuti atau tidak. Karena itu, kewajiban berjilbab adalah yang tidak bisa diterima,” katanya.


Sayangnya, lanjut Ade Armando, karena adanya ajaran yang disebarkan pemuka agama tertentu, jilbab ini menjadi persoalan yang memecah belah masyarakat, menghancurkan keluarga, dan membuat perempuan menderita.


Ade Armando pun berharap Pemerintah kembali menerapkan aturan larangan kewajiban berjilbab.


“Atau yang lebih penting, mudah-mudahan umat Islam bisa terbuka kesadaran dan mata hatinya bahwa berjilbab adalah sebuah pilihan yang bisa diikuti atau tidak oleh semua perempuan tanpa harus dipaksa,” katanya. [Democrazy/hops]

Penulis blog