HUKUM

Usai Jadi Kontroversi, PN Jakpus Beri Penjelasan Soal Bullyan Juliari Jadi Alasan Hakim Ringankan Hukuman

DEMOCRAZY.ID
Agustus 24, 2021
0 Komentar
Beranda
HUKUM
Usai Jadi Kontroversi, PN Jakpus Beri Penjelasan Soal Bullyan Juliari Jadi Alasan Hakim Ringankan Hukuman

Usai Jadi Kontroversi, PN Jakpus Beri Penjelasan Soal Bullyan Juliari Jadi Alasan Hakim Ringankan Hukuman

DEMOCRAZY.ID - Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat angkat bicara terkait pernyataan masyarakat yang menyoroti hal meringankan dalam vonis mantan Mensos Juliari Batubara. 


Asas praduga tak bersalah jadi alasan utama hakim mempertimbangkan hal meringankan untuk Juliari.


Dalam surat putusan Juliari Batubara yang dibacakan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (23/8) kemarin, salah satu hal yang meringankan hukuman Juliari adalah karena Juliari sudah banyak di-bully masyarakat. 


Poin meringankan itulah dikritik masyarakat.


Berikut poin meringankan untuk Juliari:


1. Terdakwa belum pernah dijatuhi pidana.


2. Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis oleh masyarakat telah bersalah padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.


3. Selama persidangan kurang lebih 4 bulan terdakwa hadir dengan tertib, tidak pernah bertingkah macam-macam alasan yang akan mengakibatkan persidangan tidak lancar. Padahal selain sidang untuk dirinya sendiri selaku terdakwa, terdakwa juga harus hadir sebagai saksi dalam perkara Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.


Poin bagian kedua itu dikritik masyarakat. Sejumlah aktivis juga mengaku heran atas hal meringankan itu, menurut mereka seharusnya hinaan kepada Juliari seharusnya menjadi hal memberatkan di vonis Juliari bukan sebaliknya.


Pejabat Humas Pengadilan Tipikor Jakarta, Bambang Nurcahyono mengatakan alasan majelis hakim memasukkan poin nomor dua itu ke hal meringankan untuk menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.


"Tanggapan terkait poin 2 itu bahwa itu adalah untuk menjaga asas praduga tidak bersalah. Jadi, harus dibaca poin 2 itu adalah satu kesatuan sebelum itu mempunyai hukum yang tetap, jadi untuk menjaga asas praduga tidak bersalah before the law sebelum mempunyai kekuatan hukum yang tetap," kata Bambang saat dihubungi, Selasa (24/8/2021).


Bambang mengaku memahami pikiran masyarakat bahwa koruptor itu wajar dicaci. 


Namun, dia menegaskan hakim tidak bisa berlaku seperti itu, karena hakim harus menjunjung asas praduga tak bersalah.


"Artinya emang itu wajar untuk koruptor kan gitu, tapi mungkin majelis di dalam pertimbangannya putusan dalam perkara a quo dasar pertimbangannya kenapa itu dimasukkan, ya tadi, untuk menjunjung asas praduga tak bersalah, tetap larinya ke situ. Kenapa harus dimasukkan poin itu? Masyarakat kan punya pola anggapan 'lu koruptor salah lu sendiri' tapi mungkin karena kita hakim, hakim kan tahu orang itu salah atau bagaimana tapi kita harus menjunjung asas praduga tak bersalah sebelum diberikan suatu vonis memperoleh hukum tetap," jelas Bambang.


"Artinya Pak Damis (hakim ketua Muhammad Damis) atau majelisnya ingin menerapkan bahwa seorang itu sebelum mempunyai kekuatan hukum tetap asas praduganya harus kita lindungi, walaupun dalam tanda kutip tahu salah, tapi kan pengadilan pintu gerbang untuk membuktikan itu bersalah atau tidak, pengadilan bukan hanya PN aja Mahkamah Agung kan juga pengadilan cuma beda di tingkatannya," lanjutnya.


Dalam perkara ini, Juliari Batubara divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 12 tahun dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan. 


Hakim juga meminta Juliari membayar uang pengganti Rp 14,5 miliar, selain itu Juliari juga dicabut hak politik untuk dipilih selama 4 tahun setelah menjalani masa pidana pokok. [Democrazy/dtk]

Penulis blog