HUKUM POLITIK

Tuai Beragam Kritikan, Menkumham Yasonna Justru Klaim RUU KUHP Dapat Respons Positif Masyarakat

DEMOCRAZY.ID
Juni 09, 2021
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Tuai Beragam Kritikan, Menkumham Yasonna Justru Klaim RUU KUHP Dapat Respons Positif Masyarakat

Tuai-Beragam-Kritikan-Menkumham-Yasonna-Justru-Klaim-RUU-KUHP-Dapat-Respons-Positif-Masyarakat

DEMOCRAZY.ID - Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, menyebut RUU KUHP sudah disosialisasikan ke 11 daerah di Indonesia. 


Dia mengklaim masyarakat merespons positif RUU KUHP tersebut.


"RUU KUHP, dan saat ini sudah diadakan road show ke 11 daerah, terakhir di Jakarta, tentang RUU KUHP dan mendapat respons positif bagi masyarakat," kata Yasonna saat rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI, di Kompleks DPR/MPR, Rabu (9/6/2021).


Yasonna mengatakan ada beberapa hal yang disoroti oleh masyarakat dan media. 


Namun, katanya, perbedaan pendapat terkait RUU KUHP tersebut hal yang lumrah.


"Bahwa ada perbedaan pendapat itu sesuatu yang lumrah, terutama terakhir ini ada satu hal yang agak hangat di media," ucapnya. 


Yasonna tidak menjelaskan secara pasti apa hal yang menjadi sorotan di RUU KUHP itu.


Sebelumnya, ada sejumlah pasal dalam RUU KUHP yang mendapat sorotan. 


Salah satunya terkait pasal menghina Presiden dan DPR RI.


Pasal-pasal soal penghinaan itu menuai kontroversi dan ditentang beberapa pihak. 


Dalam draf RUU KUHP terbaru, muncul pasal penghina Presiden/Wakil Presiden di media sosial bisa meringkuk di penjara maksimal 4,5 tahun.


Draf ini merupakan hal baru, di mana dalam draf RUU KUHP sebelum-sebelumnya tidak ada. 


Selain itu, bagi yang menghina lembaga negara, seperti DPR, bisa dihukum penjara maksimal 2 tahun penjara.


Salah satunya yang mengkritik lantaran adanya keanehan, yakni Yayasan lembaga hukum Indonesia (YLBHI). 


YLBHI mengkritik adanya pasal hukuman bui bagi yang menghina Presiden hingga DPR dalam RUU KUHP.


"Ini aneh banget sih," kata Ketua YLBHI, Asfinawati, kepada wartawan, Selasa (8/6).


Asfinawati mengatakan pasal itu menunjukkan Pemerintah dan DPR antikritik. 


Menurutnya, hal itu juga tak sesuai dengan UUD 1945.


"Ini menunjukkan DPR dan Pemerintah antikritik dan tidak sesuai dengan UUD 1945. DPR adalah lembaga negara, maka artinya suara publik adalah kritik. Lembaga publik kalau ga boleh dikritik artinya bukan demokrasi lagi," ujarnya.


Asfinawati juga menilai pasal itu bertentangan dengan hak kebebasan berpendapat setiap orang. 


Dia berharap pasal itu dihapus.


"Sangat bertentangan. Kita kan negara pihak Kovenan Hak Sipil Politik, terlebih amandemen Konstitusi sudah memasukkan HAM. Harus dihapus pasal-pasal penjajah begini," ujarnya. [Democrazy/dtk]

Penulis blog