PERISTIWA POLITIK

Perdebatan Sengit Ngabalin vs Abdullah Hehamahua, Bawa-bawa Orang Tua Segala

DEMOCRAZY.ID
Mei 12, 2021
0 Komentar
Beranda
PERISTIWA
POLITIK
Perdebatan Sengit Ngabalin vs Abdullah Hehamahua, Bawa-bawa Orang Tua Segala

Perdebatan-Sengit-Ngabalin-vs-Abdullah-Hehamahua-Bawa-bawa-Orang-Tua-Segala

DEMOCRAZY.ID - Debat panas pecah antara Tenaga Ahli Kantor Staff Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin dengan mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua. 

Debat tersebut membahas soal pegawai KPK yang nonaktif usai tak lolos dalam tes wawasan kebangsaan yang digelar beberapa waktu lalu.


Ngabalin nampak geram dengan pernyataan Abdullah Hehamahua yang dianggap menyesatkan publik soal KPK disebut Kementerian Negara yang luar biasa hebat.


“Bapak menemukan istilah itu dari mana, kenapa Kementerian, bukan lembaga negara?” tanya Ngabalin ke Abdullah di "Catatan Demokrasi", dikutip Rabu 12 Mei 2021.


Menurut Ngabalin, dirinya harus menyetop narasi-narasi sesat yang terlontar dari mulut beliau karena dianggap bikin kegaduhan di ruang publik. 


Salah satunya soal mengapa bisa muncul pertanyaan aneh bin ajaib dalam soal tes wawasan kebangsaan bagi para pegawai KPK.


“Memang Pak Abdullah panitia seleksinya, memang Anda tidak tahu soal peraturan KPK tentang tata cara pengalihan pegawai KPK kepada ASN. Memang Pak Abdullah tidak tahu PP tentang pengalihan kepegawaian KPK ke ASN,” cecar Ngabalin ke Abdullah Hehamahua.


Ngabalin bahkan yang nampak emosi menyebut tak pantas kata-kata yang dikeluarkan Abdullah Hehamahua sebagai orangtua namun tidak mencerahkan publik.


“Maka itu saya katakan, jangan dibawa pada statemen-statemen yang penuh dengan halusinasi, dan membuat asumsi-asumsi yang membuat publik justru tidak mencerahkan, tetapi bikin bingung karena penjelasannya penuh dengan halusinasi. Itu tidak benar bagi orangtua seperti bapak ini,” katanya panjang.


Abdullah Hehamahua Jawab Cecaran Ngabalin


Di satu sisi, Abdullah Hehamahua kemudian menjelaskan kalau dirinya tak pernah bilang KPK itu sebagai kementerian, melainkan lembaga negara. Dia pun membantah pernyataan Ngabalin. 


Dia hanya memastikan kalau korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa, maka itu dibutuhkan undang-undang yang luar biasa, termasuk lembaga yang luar biasa macam KPK.


Soal peralihan pegawai KPK ke ASN, menurut dia itu merupakan hasil kesepakatan dengan Komisi III DPR. 


“Maka itu tidak boleh ada pemberhentian!” tegas Abdullah.


Mendengar pernyataan itu, Ngabalin langsung ngegas lagi ke Abdullah Hehamahua. 


“Yang berhentikan pegawai KPK siapa? Coba jawab itu! Kan tidak ada. Jangan bikin bodoh publik, di mana nonaktifkan? Jangan begitu dong,” katanya lagi.


Abdullah lantas menjawab kalau penonaktifan terhadap 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan termasuk yang dialami penyidik senior Novel Baswedan merupakan bagian dari proses pemberhentian. 


Sebab pada ujungnya, walau sekarang cuma berstatus nonaktif, pada muaranya juga akan berujung pada pemberhentian.


“Kan nanti ada prosesnya. Kita bicara administrasi, tahap pertama pasti non aktif. Yang jadi pertanyaannya, bagaimana setelah lanjutnya. Pertama memang non aktif dulu.”


“Kalau sudah nonaktif, lalu besok dia masuk kantor, apa yang dia kerjakan. Maka itu harus ditetapkan, pegawai biasa atau apa. Lalu berapa lama prosesnya, perlu ada ketegasan soal itu,” kata Abdullah Hehamahua.


Duduk Perkara


Diketahui, baru-baru ini beredar Surat Keputusan (SK) terkait penonaktifan 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK dalam rangka alih status menjadi ASN. 


SK tertanggal 7 Mei tersebut ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri dan salinannya telah diteken oleh Plh Kabiro SDM KPK Yonathan Demme Tangdilintin.


Adapun, dalam SK penonaktifan 75 pegawai yang tak lolos TWK itu, terdapat 4 poin yang berisikan sebagai berikut:


Pertama, menetapkan nama-nama pegawai yang tersebut dalam lampiran surat keputusan ini tidak memenuhi syarat (TMS) dalam rangka pengalihan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara.


Kedua, memerintahkan pegawai sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung sambil menunggu keputusan lebih lanjut.


Ketiga, menetapkan lampiran dalam keputusan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini. 


Keempat, keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya. [Democrazy/hps]

Penulis blog