DAERAH KRIMINAL

Komnas HAM Bongkar Adanya "Intimidasi" dalam Pembangunan KEK Mandalika

DEMOCRAZY.ID
Maret 13, 2024
0 Komentar
Beranda
DAERAH
KRIMINAL
Komnas HAM Bongkar Adanya "Intimidasi" dalam Pembangunan KEK Mandalika

Komnas-HAM-Bongkar-Adanya-Intimidasi-dalam-Pembangunan-KEK-Mandalika

DEMOCRAZY.ID - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan ada upaya intimidasi di balik pengadaan lahan untuk pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).


Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menjelaskan duduk perkara intimidasi itu terjadi karena ada tumpang tindih kepemilikan lahan antara warga setempat dengan PT Indonesian Tourism Development Corporation (PT ITDC), pengelola proyek KEK Mandalika.


PT ITDC memiliki Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di kawasan tersebut sejak 2010. Sementara warga mendasarkan hak atas lahannya pada surat Pilil Garuda, surat pemberitahuan pajak dan dokumen lainnya.


PT ITDC mendapat HPL di kawasan tersebut dari pengadaan lahan yang dilakukan PT Pengembangan Pariwisata Lombok atau Lombok Tourism Development Corporation (LTDC) sekitar 1990-an.


Namun Beka menduga proses pengadaan lahan itu juga dilakukan dengan intimidasi kepada warga.


"Proses pengadaan tanah tersebut, diduga tidak clear and clean. Selain itu, proses pembebasan lahan saat itu diduga dilakukan dengan intimidasi kepada masyarakat untuk menyerahkan lahan, dengan melibatkan aparat keamanan dan pihak-pihak lain," tuturnya melalui keterangan resmi, dikutip Jumat (23/4).


Objek yang ada pada dokumen pengadaan lahan juga tidak akurat dengan kondisi di lapangan. Misalnya, terdapat ketidaksesuaian hasil pengukuran lahan, lokasi bidang lahan, maupun subjek yang melepaskan dan/atau menerima pembayaran lahan.


Beka menjelaskan, Komnas HAM RI telah menerima pengaduan warga Desa Sengkol dan Desa Kuta, Kecamatan Pujut terkait dugaan penggusuran paksa dari 17 bidang lahan seluas 211.235 meter persegi oleh PT ITDC.


Penggusuran, kata dia, dilakukan karena lahan akan dibangun sirkuit Moto GP Mandalika yang masuk Proyek Strategis Nasional. 


Sementara, warga mengklaim PT ITDC tidak melakukan pembayaran lahan ketika menggusur warga dari pemukimannya.


Beka menemukan pada 10 September 2020, PT ITDC melibatkan 700 personel gabungan Polri/TNI saat mengamankan proses penggusuran lahan warga. Aksi ini dinilai berlebihan dan tidak bersandar pada prinsip HAM.


Atas pertimbangan tersebut, Komnas HAM menduga pembangunan KEK Mandalika oleh PT ITDC dan pemerintah belum berlandaskan prinsip dan standar HAM.


"Khususnya UN Guiding Principles on Business on Human Rights. Pemerintah maupun PT ITDC selaku pengembang lebih berkonsentrasi untuk menyelesaikan pembangunan sesuai perencanaan dibandingkan memperhatikan aspek lainnya termasuk aspek hak asasi manusia," pungkasnya.


Namun, semenjak Komnas HAM berkoordinasi dengan gubernur dan kapolda NTB serta PT ITDC, Beka mengatakan sudah terjadi langkah perbaikan dalam pola penyelesaian sengketa lahan di lokasi proyek.


PT ITDC disebut sudah membuka akses/kanal pengaduan dan musyawarah bagi warga. Pelibatan aparat keamanan juga tidak lagi dijadikan pendekatan dalam upaya penggusuran warga.


"Sampai saat ini Komnas HAM RI terus memantau perkembangan kasus ini dan berkoordinasi secara intensif dengan Pemerintah Republik Indonesia untuk menyelesaikan aduan yang ada, memperbaiki standar penanganan dan pembangunan KEK Mandalika, pemulihan warga terdampak serta mencegah situasi yang sama terulang kembali," tambah Beka.


Sebelumnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan terdapat kemungkinan pelanggaran HAM dalam proyek pariwisata di Mandalika.


Menurut sumber terpercaya, PBB menemukan masyarakat mengalami penggusuran paksa tanpa ganti rugi demi pembangunan proyek.


Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin menampik tudingan tersebut. 


Ia meyakini proyek strategis nasional tidak mungkin menyengsarakan rakyat.


Ngabalin kemudian meminta PBB membuktikan pelanggaran HAM didapati di Mandalika. Ia berjanji pemerintah akan segera menindak jika pelanggaran HAM terbukti terjadi.


Staf Khusus dan Jubir Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Teuku Taufiqulhadi menyebut tudingan PBB soal dugaan pelanggaran HAM di proyek pariwisata Mandalika tendensius. 


Dia mengklaim masyarakat setempat senang dengan pembangunan di Mandalika. [Democrazy/cn]

Penulis blog