HUKUM POLITIK

Desak Bobby Evaluasi Para "Pengawal" Pribadinya, AJI & PFI: Jurnalis Bukan Musuh!

DEMOCRAZY.ID
April 16, 2021
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Desak Bobby Evaluasi Para "Pengawal" Pribadinya, AJI & PFI: Jurnalis Bukan Musuh!

Desak-Bobby-Evaluasi-Para-Pengawal-Pribadinya-AJI-dan-PFI-Jurnalis-Bukan-Musuh

DEMOCRAZY.ID - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) mengecam tindakan pengusiran dan dugaan intimidasi terhadap jurnalis yang dilakukan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) saat akan mewawancarai Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution.

Ketua AJI Medan Liston Damanik memprotes keras pengusiran oleh petugas terhadap dua orang jurnalis yang menunggu Wali Kota Medan Bobby Nasution untuk wawancara. 


Ini merupakan satu dari sekian banyak pengalaman buruk yang dialami jurnalis yang meliput aktivitas Bobby Nasution sebagai Wali Kota Medan.


"Sebelum peristiwa ini, beberapa jurnalis telah mengeluhkan sikap pengawal Bobby Nasution yang kerap mempersulit wawancara dengannya baik saat bertugas di Balai Kota yang merupakan ruang publik atau sedang menghadiri berbagai acara dalam kapasitasnya sebagai pejabat publik," ucap Liston, Jumat (16/4).


Liston menegaskan AJI Medan mengecam tindakan menghalang-halangi tugas jurnalis saat meliput Wali Kota Medan Bobby Nasution.


Meskipun menantu Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang mendapatkan pengamanan Paspampres, kata dia, Bobby selaku wali kota medan memiliki tanggung jawab kepada publik. 


Oleh karena itu, sambungnya, Bobby seharusnya membuka diri untuk diwawancarai jurnalis yang bekerja untuk kepentingan publik.


"AJI menuntut Wali Kota Medan Bobby Nasution menyediakan saluran atau wadah komunikasi yang dapat digunakan bagi jurnalis untuk dapat mengakses informasi publik, terutama terkait kinerja Pemko Medan yang seluas-luasnya. Hak jurnalis untuk mendapatkan informasi publik dilindungi oleh Undang-Undang UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik," sebutnya.


Sementara itu, Ketua PFI Medan Rahmad Suryadi menilai pengamanan di Kantor Wali Kota Medan cenderung berlebihan dan menghalangi kinerja para jurnalis. 


Pengusiran dan tindakan intimidasi ini sudah menciderai tugas jurnalis yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.


"Tindakan pelarangan peliputan wartawan sudah mengangkangi semangat demokrasi. Apalagi di tengah era keterbukaan informasi publik. Apa yang dilakukan oleh tim pengamanan begitu arogan. Kejadian ini harus menjadi catatan penting Bobby sebagai Wali Kota Medan. Jangan sampai, pengamanan yang terlalu berlebihan malah menimbulkan kesan Wali Kota Bobby alergi dengan media," tegas Rahmad.


PFI Medan, tambah Rahmad, juga mendukung upaya proses hukum terhadap para pelaku intimidasi dan penghalangan tugas jurnalis. 


Supaya ke depan ada efek jera sehingga tidak terulang lagi. 


Oleh karena itu, sambungnya, PFI Medan siap memberikan pendampingan terhadap korban intimidasi untuk membuat pelaporan kepada pihak yang berwajib.


"Kami mendorong Bobby Nasution untuk melakukan evaluasi terhadap tim pengamanan. Yang harus dipahami adalah, jurnalis bukanlah musuh. Kami hanya menjalankan tugas untuk memenuhi kebutuhan informasi publik. PFI Menuntut Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution meminta maaf secara terbuka kepada korban dan seluruh jurnalis di Kota Medan," urainya.


Pada Jumat siang ini, seperti Kamis lalu, para jurnalis di Medan melakukan aksi gabungan memprotes pengamanan atas Bobby yang dituding merintangi kegiatan jurnalistik. 


Dalam aksi gabungan yang digawangi AJI Medan dan PFI Medan itu mereka membawa poster bertuliskan kalimat-kalimat protes.


Beberapa di antaranya: 'Tindak Oknum yang Usir Wartawan', 'Harga Diri Wartawan Bukan Sekedar Buka Bersama', dan 'Di sini yang Ada Istana Maimun, Bukan Istana Presiden'.


Kejadian pengusiran dan intimidasi ini bermula saat dua wartawan yakni Rechtin Hani Ritonga (Harian Tribun Medan) dan Ilham Pradilla (Suara Pakar) hendak melakukan metode wawancara cegat pintu (doorstop) kepada Bobby di lingkungan kantor Pemkot Medan, Rabu (14/4) sore. 


Oleh karena itu, mereka menunggu suami dari putri Presiden Jokowi, Kahiyang Ayu, itu di depan pintu masuk lobi kantor wali kota.


Saat sedang menunggu itu, mereka didatangi Satpol PP yang mengatakan  tidak boleh mewawancarai Bobby. 


Setelah memberikan penjelasan, petugas Satpol PP itu kembali. 


Tak lama, petugas pengamanan dari kepolisian dan Paspampres mengusir dua wartawan tersebut.


Petugas mengatakan wawancara yang dilakukan bukan saat jam kerja. 


Bahkan, disebutkan dua petugas tersebut, bahwa kedatangan wartawan dituding mengganggu kenyamanan dan ketertiban.


Saat itu, Hani merasa diintimidasi karena salah satu Paspampres membentaknya untuk mematikan dan meminta menghapus rekaman kejadian. 


Rekannya Ilham juga diminta mematikan rekaman video. Atas insiden itu, jurnalis se-Kota Medan telah melakukan aksi protes ke Kantor Balai Kota Medan.


Bobby memang mendapat pengamanan khusus dari Paspampres karena berstatus menantu Presiden Joko Widodo. 


Pengamanan yang sama juga diberikan pada putra Presiden Jokowi yang menjabat Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.


Komandan Paspampres Mayjen Agus Subianto angkat suara usai kejadian itu. 


Dia menegaskan anak buahnya menjalankan tugas sesuai aturan.


Sementara itu, pada Kamis lalu, Kabag Humas Pemko Medan Arrahman Pane. 


Menurutnya masalah tersebut hanya miskomunikasi, dan menyarankan jurnalis yang ingin melakukan wawancara harus melalui humas Pemko Medan.


Ar Rahman mengklaim wartawan tidak pernah dilarang untuk wawancara Wali Kota Medan Bobby Nasution. [Democrazy/cnn]

Penulis blog