AGAMA EDUKASI

Nasib Memprihatinkan Siswi Non-Muslim Dipaksa Berjilbab, Ditinggal Pendeta

DEMOCRAZY.ID
Maret 15, 2021
0 Komentar
Beranda
AGAMA
EDUKASI
Nasib Memprihatinkan Siswi Non-Muslim Dipaksa Berjilbab, Ditinggal Pendeta

Nasib-Memprihatinkan-Siswi-Non-Muslim-Dipaksa-Berjilbab-Ditinggal-Pendeta

DEMOCRAZY.ID - Masih ingat dengan kasus siswi SMK non muslim, Jenni, yang dipaksa mengenakan jilbab. 

Bagaimana nasib siswi non muslim tersebut? 


Ternyata kini nasibnya makin memprihatinkan lho. 


Walau pemerintah sudah turun tangan mengatasi pemaksaan seragam sekolah ini melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, namun siswi yang dimaksud nasibnya makin terpojok gitu.


Sebuah utas di media sosial mengabarkan kondisi belakangan dari Jenni. 


Ternyata dia masih saja mengalami perisakan alias di-bully lho.


Nasib Siswi Non-Muslim Ditinggalkan Pendeta


Pendeta Victor Rembeth mengungkapkan dalam pesan WhatsApp, nasib Jenni kini kian memprihatinkan. 


Atas kondisi itu, Pendeta Victor meminta perhatian publik atas nasib Jenni.


“Sekarang dia (Jenni) dalam kondisi yang memprihatinkan, kendati sudah ada SKB 3 menteri, tapi dia rawan di-bully dan bahkan pendeta-pendeta mayoritas meninggalkan dia karena alasan cari selamat,” tulis Pendeta Victor dalam pesan WA yang diunggah di media sosial oleh akun @giorgiobanget, dikutip Senin 15 Maret 2021.


Atas nasib Jenni itu, maka ada inisiatif penggalangan dukungan di media sosial dan WhatsApp, yang mendukung Jenni dalam menghadapi persoalan ini.


Dalam sebuah pesan berantai pesan dukungan untuk Jenni ini mendoakan sikap dan perjuangan dari siswi SMK tersebut untuk menolak pemaksaan dan diskriminasi.


“Bagi kami apa yang dilakukan Jenni adalah peristiwa heroik demi memperjuangkan apa yang kita yakini bersama sebagai anak-anak ibu Pertiwi,” demikian narasi dukungan yang tersebar di WA.


Dalam pesan dukungan itu, perjuangan Jenni telah dinilai menjadi teladan anak remaja putri yang luar biasa.


“Doa kami Tuhan yang Maha Esa akan menerangi jalanmu ke depan, memberkatimu dengan keteguhan dan komitmen akan kebaikan bersama serta memampukan engkau sabar dan welas asih dalam menghadapi semua ketidaksenangan yang ditujukan padamu,” demikian narasi dukungan untuk Jenni.


Beberapa nama yang sudah menyatakan dukungan Jenni pada pesan berantai ini di antaranya yaitu Pendeta Victor Rembeth, Ali Humaedi, Pendeta Albertus Partty, Ari Mochamad, Muhammad AS Hikam, Trimalaningrum, Fredy Chandra, Giorgio Budi Indarto.


Kasus SMKN 2 Padang


Polemik kasus jilbab yang diwajibkan sekolah bagi siswi non muslim yang terjadi di Padang Sumatera Selatan beberapa waktu lalu kian mencuat.


Kasus tersebut membuat berbagai pihak resah termasuk di jajaran pemerintahan. 


Pasalnya, memaksa siswi non muslim menggunakan hijab merupakan sebuah pelanggaran undang-undang.


Bersamaan dengan itu, 3 menteri yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait penggunaan atribut dan pakaian seragam bagi peserta didik, pendidik dan tenaga pendidikan di lingkungan sekolah menuai polemik di kalangan masyarakat.


Pasalnya dalam surat tersebut disebutkan peserta didik dan pendidik serta petugas di lingkungan pendidikan tidak boleh menerapkan aturan yang melarang dan mewajibkan mengenakan seragam dengan kekhasan dan simbol agama tertentu.


SKB 3 menteri yang diteken pada Rabu 3 Februari 2021 merupakan respons atas pemaksaan jilbab pada siswi non muslim di SMKN 2 Padang.


Secara rinci, dikutip dari laman Kementerian Agama, ada empat aturan pokok dalam SKB tersebut.


Pertama, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah berhak memilih untuk menggunakan pakaian seragam dan atribut baik tanpa kekhasan agama tertentu, atau dengan kekhasan agama tertentu, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Kedua, pemda dan sekolah memberikan kebebasan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk memilih menggunakan pakaian seragam dan atribut sebagaimana dimaksud dalam diktum kesatu.


Kedua, pemda dan sekolah memberikan kebebasan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk memilih menggunakan pakaian seragam dan atribut sebagaimana dimaksud dalam diktum kesatu


Ketiga, dalam rangka melindungi hak peserta didik, pendidik,dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua, pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan, memerintahkan, mensyaratkan, mengimbau, atau melarang penggunaan pakaian seragam dan atribut dengan kekhasan agama tertentu.


Keempat, pemerintah daerah dan/atau kepala sekolah sesuai dengan kewenangannya wajib mencabut peraturan, keputusan, instruksi, kebijakan, atau imbauan tertulis terkait penggunaan pakaian seragam dan atribut di lingkungan sekolah yang dikeluarkan oleh kepala daerah dan/atau kepala sekolah yang bertentangan dengan keputusan bersama. 


Pemerintah memberi waktu paling lama 30 hari kerja terhitung sejak tanggal SKB ini ditetapkan. [Democrazy/hops]

Penulis blog