POLITIK

Pakar Hukum Pemilu: MK Itu Problematik, Tidak Mungkin Gugurkan Pencalonan Gibran

DEMOCRAZY.ID
April 20, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Pakar Hukum Pemilu: MK Itu Problematik, Tidak Mungkin Gugurkan Pencalonan Gibran

Pakar Hukum Pemilu: MK Itu Problematik, Tidak Mungkin Gugurkan Pencalonan Gibran


DEMOCRAZY.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) diprediksi tidak akan menggugurkan pencalonan calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka.


Pasalnya MK lah yang membuat putusan No 90 yang memungkinkan Gibran ikut kontestasi Pemilihan Presiden (pilpres) 2024.


Menurut jadwal, MK akan melakukan sidang putusan sengketa Pilpres pada Senin (22/4/2024).


Dalam petitim  gugatannya, kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan kubu Ganjar Pranowo-Mahfud MD meminta MK membatalkan hasil pilpres, mendiskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran, serta mengadakan PSU tanpa keikutsertaan Prabowo-Gibran


Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia Titi Anggraini menilai permintaan itu akan sulit dipenuhi oleh MK.


Pasalnya, menurut Titi, MK juga merupakan pihak yang membuka pintu bagi Gibran untuk berlaga di Pilpres 2024 lewat Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.


"Kenapa tidak sampai pada diskualifikasi, ya problem-nya adalah MK ini problematik, karena dia menjadi bagian dari persoalan yang dipersoalkan, ya Putusan 90 begitu," kata Titi dalam acara diskusi Polemik Trijaya, Sabtu (20/4/2024).


Titi berpandangan, MK masih belum mau keluar dari zona pragmatis dengan tetap memberlakukan syarat calon presiden dan wakil presiden minimal usia 40 tahun dengan alternatif pernah dipilih atau sedang menjabat di jabatan yang dipilih melaui pemulu pada Pilpres 2024.


"Saya kira hakim yang delapan ini tidak akan berubah pendirian soal itu," ujar Titi.


MK pernah diskualifikasi kandidat


Namun demikian, Titi menyebutkan bahwa mendiskualifikasi kandidat dalam pemilihan umum bukanlah hal baru di Indonesa.


Dia mencontohkan, MK pernah mendiskualifikasi pasangan calon bupati dan wakil bupati Yalimo tahun 2020, Erdi Dabi dan John Will, karena tidak memenuhi persyaratan.


"Dalam proses di MK diketahui bahwa calon ini terlibat kasus pidana dan meurpakan seorang terpidana yang belum memenuhi syarat.


Jadi diperintahkan untuk didiskualifikasi dan partai politik pengusul itu mengusulkan calon pengganti," kata Titi seperti dilansir Kompas.com.


Dalam kasus tersebut, Titi menyebutkan, MK juga menyediakan waktu untuk proses pendaftaran calon, verifikasi administrasi dan faktual, serta kampanye sebelum dilakukan pemungutan suara ulang.


Untuk diketahui, MK bakal menggelar sidang pengucapan putusan sengketa hasil Pilpres 2024 pada Senin (22/4/2024) mendatang.


Dalam petitum gugatannya, kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta MK membatalkan hasil pilpres, mendiskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran, serta mengadakan pemungutan suara ulang tanpa keikutsertaan Prabowo-Gibran.


Pemungutan suara ulang


Namun Titi Anggraini juga membuka peluang terjadinya kejutan pada keputusan MK. Meski tidak mendiskualifikasi pencalonan Gibran, MK sangat mungkin memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah daerah.


PSU itu berpotensi terjadi di daerah-daerah yang terindikasi ada pelanggaran terhadap asas dan prinsip pemilu pada pelaksanaan Pilpres 2024 lalu.


"Saya kira akan ada kejutan itu kalaupun akhirnya dikabulkan, maka ada peluang untuk terjadinya pemungutan suara ulang di sejumlah wilayah yang memang mengindikasikan ada pelanggaran," kata Titi.


Menurut Titi, proses persidangan di MK sudah menunjukkan ada keterlibatan kepala daerah dalam memobilisasi aparatur sipil negara untuk berkampanye atau aktivitas menyerupai kampanye.


Selain itu, ada pula temuan soal pejabat publik dengan latar belakang politikus yang membagi-bagikan bantuan sosial (bansos) sambil memberikan pesan politis.


Titi pun mengakui bahwa sejauh ini MK belum pernah memerintahkan adanya PSU ketika menangani sengketa hasil pemilihan presiden.


Namun, dia menilai, ada sejumlah terobosan yang dilakukan oleh MK saat ini.


Misalnya, dengan memanggil empat menteri Joko Widodo (Jokowi) untuk dimintai keterangan, serta mempersilakan para pihak untuk mengajukan kesimpulan.


Titi juga menyinggung sejumlah putusan terbaru dari MK yang dinilai progresif, misalnya dengan menghapus pasal pencemaran nama baik serta menegaskan bahwa tanggal pelaksanaan Pilkada 2024 tidak boleh dipercepat.


"Jadi ada dinamika yang mengarah kepada cukup progresifnya MK di bawah kepemimpinan hakim Suhartoyo dan Saldi Isra dan melihat juga fakta-fakta persidangan," ujar Titi. 


Titi mengatakan, MK juga tidak akan semudah itu memerintahkan PSU dalam sengketa ini, tetapi bakal melihat pengaruh dari pelanggaran yang terjadi terhadap perolehan suara hasil Pilpres 2024.


"Kalau dikuantifikasi itu bisa mengubah konfigurasi perolehan suara, maka dia akan sampai pada putusan pemungutan suara ulang.


Itu kalau pembelajaran dari penyelenggaraan pilkada (pemilihan kepala daerah)," kata Titi.


Untuk diketahui, MK bakal menggelar sidang pengucapan putusan sengketa hasil Pilpres 2024 pada Senin (22/4/2024) mendatang. 


Sumber: TribunTribun

Penulis blog