HUKUM POLITIK

Begini Prediksi Nasib Gugatan Kubu Moeldoko Usai Ditolak Menkumham

DEMOCRAZY.ID
April 07, 2021
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Begini Prediksi Nasib Gugatan Kubu Moeldoko Usai Ditolak Menkumham

Begini-Prediksi-Nasib-Gugatan-Kubu-Moeldoko-Usai-Ditolak-Menkumham

DEMOCRAZY.ID - Kubu Moeldoko menggugat Partai Demokrat (PD) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dengan sejumlah tuntutan. 

Lantas, apakah kemungkinan besar kubu Moeldoko memenangkan gugatan lalu menguasai Partai Demokrat?

Pakar komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menilai keputusan menang kalah berada di tangan pengadilan. 


Namun dia menyoroti soal tujuan kubu Moeldoko mengajukan gugatan melawan Partai Demokrat.


"Ini kalau kita bicara siapa yang menang-siapa yang kalah, ya kalau cerita pengadilan kan nanti pengadilan akan memutuskan ujungnya. Tapi, kalau kita lihat saat ini sih sebelum kita bicara menang kalah, kita lihat tujuannya, tujuannya apa yang pertama," kata Hendri Satrio kepada wartawan, Selasa (6/4/2021).


Kubu Moeldoko mengajukan gugatan dengan tuntutan salah satunya membatalkan AD/ART Partai Demokrat tahun 2020. 


Menurut Hendri Satrio sulit bagi kubu Moeldoko menguasai Partai Demokrat dengan gugatan yang dikejar perubahan AD/ART.


"Kan waktu kita mendengarkan pengumuman atau keputusan dari Pak Yasonna yang memberatkan bukan tentang AD/ART tapi dukungan DPD dan DPC yang tidak bisa disertakan oleh kubu Pak Moeldoko. Jadi kalau kemudian saat ini AD/ART yang dikejar perubahannya atau dituntut adalah perubahan AD/ART, masih jauh untuk membuat kubu Moeldoko menguasai Partai Demokrat, menurut saya," ujar pria yang akrab disapa Hensat ini.


Namun, langkah langkah kubu Moeldoko mengajukan langkah hukum ke pengadilan dinilai Hensat elegan. 


Dari pada, kata Hensat, mengadakan KLB yang dianggap dapat langsung menguasai Partai Demokrat.


"Apakah Pak Moeldoko tahu bahwa kubunya sedang melakukan perjuangan di pengadilan, itukan pertanyaan selanjutnya, gitu. Tapi, harus saya akui cara lewat pengadilan ini jauh lebih elegan dari pada kemudian melakukan KLB sekonyong-konyong menganggap KLB itu sah dan seolah-olah bisa merebut kekuasaan langsung dari AHY waktu itu melalui KLB singkat dan padat itu," ucapnya.


Senada dengan Hensat, Direktur Eksekutif Parameter Politik, Adi Prayitno, menilai sulit ditebak apakah kubu Moeldko akan memenangkan gugatan ke Partai Demokrat. 


Namun, mempertanyakan kapasitas kubu Moeldoko mengajukan gugatan karena dinilai bukan lagi bagian dari Partai Demokrat.


"Yang jelas pengadilan akan memutus perkara ini dengan koridor hukum yang berlaku karena sudah menjadi atensi publik. Perkara ini sudah menjadi materi hukum yang berbeda 1000 persen dengan politik yang mudah diraba ending-nya," ucapnya.


"Kalau atas nama kader Demokrat, mereka yang tergabung dalam KLB sudah dipecat AHY. Kalau atas nama Partai Demokrat, mereka tak mendapatkan SK Kemenkumham. Itu pertanyaan orang banyak. Soal siapa yang menang biar pengadilan yang tentukan, bukan publik," tambahnya.


Selain itu, Adi juga menyoroti materi gugatan kubu Moeldoko terhadap Partai Demokrat. 


Apakah mengejar perubahan AD/ART Partai Demokrat dapat dimenangkan kubu Moeldoko.


"Selain itu, publik juga bertanya tentang materi gugatan. Kalau yang digugat soal posisi majelis tinggi yang sangat dominan dan nama SBY yang dinilai bukan pendiri Demokrat, apakah 2 poin ini akan menggugurkan secara keseluruhan isi AD/ART 2020 yang disahkan Kemenkumham?" imbuhnya.


Kubu Moeldoko sebelumnya menggugat Partai Demokrat ke PN Jakarta Pusat. 


Gugatan itu terdaftar di kepaniteraan PN Jakarta Pusat kemarin.


"Gugatan AD/ART 2020 sudah diajukan ke PN Minggu lalu dan sudah terdaftar di kepaniteraan kemarin, 5 April 2021," kata juru bicara kubu Moeldoko, Muhammad Rahmad, kepada wartawan Selasa (6/4). 


Rahmad turut menyertakan bukti pendaftaran gugatan di PN Jakarta Pusat.


Ada tiga poin yang menjadi tuntutannya. Pertama, kubu Moeldoko meminta AD/ART Partai Demokrat tahun 2020 dibatalkan karena dianggap melanggar undang-undang. 


Kedua, meminta pengadilan membatalkan kepengurusan DPP pimpinan AHY. 


Ketiga, meminta ganti rugi senilai Rp 100 miliar. [Democrazy/dtk]

Penulis blog