Partai Buruh Ungkap 6 Alasan PP Tapera Jokowi Layak Dicabut - DEMOCRAZY News
POLITIK

Partai Buruh Ungkap 6 Alasan PP Tapera Jokowi Layak Dicabut

DEMOCRAZY.ID
Juni 02, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Partai Buruh Ungkap 6 Alasan PP Tapera Jokowi Layak Dicabut

Partai Buruh Ungkap 6 Alasan PP Tapera Jokowi Layak Dicabut


DEMOCRAZY.ID - Partai Buruh meminta pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).


Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan ada enam alasan pihaknya menolak PP Tapera. Pertama, ketidakpastian akan memiliki rumah.


"Dengan potongan iuran sebesar tiga persen dari upah buruh, dalam sepuluh hingga dua puluh tahun kepesertaannya, buruh tidak akan bisa membeli rumah. Bahkan hanya untuk uang muka saja tidak akan mencukupi," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (1/6).


Alasan kedua adalah pemerintah dianggap lepas tanggung jawab. Pasalnya dalam PP Tapera, sambung Said, tidak ada satu klausul pun yang menjelaskan bahwa pemerintah ikut mengiur dalam penyediaan rumah untuk buruh dan peserta Tapera lainnya.


Iuran hanya dibayar oleh buruh dan pengusaha saja, tanpa ada anggaran dari APBN dan APBD yang disisihkan oleh pemerintah untuk Tapera. 


Dengan demikian, Partai buruh menilai pemerintah lepas tangan untuk memastikan setiap warga negara memiliki rumah yang menjadi salah satu kebutuhan pokok rakyat.


Ketiga, iuran Tapera akan membebani biaya hidup buruh. Said mengatakan di tengah daya beli buruh yang turun 30 persen serta upah minimum yang sangat rendah akibat UU Cipta Kerja, potongan iuran Tapera sebesar 2,5 persen yang harus dibayar buruh akan menambah beban pekerja.


Ia mengatakan potongan yang dikenakan kepada gaji buruh hampir 12 persen yakni Pajak Penghasilan 5 persen, iuran Jaminan Kesehatan 1 persen, iuran Jaminan Pensiun 1 persen, iuran Jaminan Hari Tua 2 persen, dan rencana iuran Tapera sebesar 2,5 persen


Alasan keempat yakni iuran Tapera rawan dikorupsi. Said mengatakan dalam sistem anggaran Tapera, terdapat kerancuan yang berpotensi besar untuk disalahgunakan. 


Ia menjelaskan ada dua sistem anggaran yakni sistem jaminan sosial (social security) dan bantuan sosial (social assistance).


Jika jaminan sosial, maka dananya berasal dari iuran peserta atau pajak atau gabungan keduanya dengan penyelenggara yang independen, bukan pemerintah. 


Sedangkan bantuan sosial dananya berasal dari APBN dan APBD dengan penyelenggaranya adalah pemerintah.


"Model Tapera bukanlah keduanya, karena dananya dari iuran masyarakat dan pemerintah tidak mengiur, tetapi penyelenggaranya adalah pemerintah," katanya.


Alasan kelima, Tapera adalah tabungan yang memaksa. Karena pemerintah menyebut bahwa dana Tapera adalah tabungan, sambung Said, maka seharusnya bersifat sukarela, bukan memaksa.


Kemudian, karena Tapera adalah tabungan sosial, maka tidak boleh ada subsidi penggunaan dana antar peserta, seperti halnya tabungan sosial di program Jaminan Hari Tua (JHT), BPJS Ketenagakerjaan.


Subsidi antar peserta katanya hanya diperbolehkan bila program tersebut adalah jaminan sosial yang bersifat asuransi sosial, bukan tabungan sosial. 


Misalnya program jaminan kesehatan yang bersifat asuransi sosial, maka diperbolehkan penggunaan dana subsidi silang antar peserta BPJS Kesehatan.


Alasan terakhir adalah ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana Tapera. Said mengatakan bagi PNS, TNI, dan Polri, keberlanjutan dana Tapera mungkin berjangka panjang karena tidak ada PHK. 


Namun untuk buruh swasta dan masyarakat umum, terutama buruh kontrak dan outsourcing, potensi terjadinya PHK sangat tinggi.


"Oleh karena itu, dana Tapera bagi buruh yang ter-PHK atau buruh informal akan mengakibatkan ketidakjelasan dan kerumitan dalam pencairan dan keberlanjutan dana Tapera," katanya.


Sumber: CNN

Penulis blog