Tak Ada Kabar, Bagaimana Nasib RUU yang Bakal Bikin DPR Nangis? - DEMOCRAZY News
HUKUM

Tak Ada Kabar, Bagaimana Nasib RUU yang Bakal Bikin DPR Nangis?

DEMOCRAZY.ID
Mei 13, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
Tak Ada Kabar, Bagaimana Nasib RUU yang Bakal Bikin DPR Nangis?

Tak Ada Kabar, Bagaimana Nasib RUU yang Bakal Bikin DPR Nangis?


DEMOCRAZY.ID - Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset dan Pembatasan Uang Kartal kembali diungkit pemerintah setelah tak kunjung dibahas oleh DPR.


Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi pihak yang langsung mengungkit RUU itu pada April 2024 lalu dalam acara Peringatan 22 Tahun Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) di Istana Negara.


Menurutnya, dua aturan ini penting untuk pencegahan tindak pidana korupsi dan mengembalikan aset negara yang dikorupsi.


"Saya titip upayakan maksimal penyelamatan dan pengembalian uang negara, sehingga perampasan aset menjadi penting untuk kita kawal bersama," kata Jokowi saat itu, sebagaimana dikutip Senin (13/5/2024).


Oleh sebab itu, ia mendorong DPR supaya segera membahas dua RUU itu, meski tak kunjung dibahas sejak Jokowi mengirimkan surat ke DPR pada 4 Mei 2023 untuk membahas RUU itu.


"Kita tahu kita telah mendorong Undang-Undang Perampasan Aset pada DPR dan juga UU Pembatasan Uang kartal ke DPR dan bolanya ada di sana," katanya.


Kegelisahan Jokowi terhadap sikap DPR terkait dua RUU itusebenarnya bukan sekali ini saja disampaikan. 


Pada Februari 2023 lalu, Jokowi sudah terlihat kecewa saat menyampaikan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2022 yang anjlok. 


Karenanya, dia mendorong agar RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal segera disahkan.


Pesan Jokowi tersebut kemudian disuarakan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md saat rapat dengan Komisi III DPR RI pada akhir Maret 2023. 


Mahfud meminta Ketua Komisi III DPR ketika itu, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul untuk memperjuangkan RUU ini.


"Sulit memberantas korupsi itu, tolong melalui Pak Bambang Pacul... Pak, tolong juga pembatasan uang kartal didukung," kata Mahfud.


Mendapat permintaan itu, Bambang Pacul justru menunjukkan sikap enggan. Bambang menceritakan Presiden Jokowi juga pernah menanyakan soal nasib dua RUU tersebut. 


Namun, dia mengatakan keberadaan dua RUU ini akan 'merepotkan' anggota legislatif ketika akan berkampanye.


"Pak Presiden, kalau pembatasan uang kartal pasti DPR nangis semua, Kenapa? Masa dia bagi duit harus pakai e-wallet. E-wallet-nya cuman Rp20 juta lagi. Nggak bisa Pak. Nanti mereka nggak jadi lagi. Loh, saya terang-terangan ini," ungkap Bambang.


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun telah mengingatkan pentingnya pengesahan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset dan Pembatasan Uang Kartal untuk segera disahkan. 


Dengan adanya 2 RUU tersebut, KPK meyakini para pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang tidak bisa lagi melakukan aksinya.


"Peraturan itu akan menyulitkan kalau mau cuci uang," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan.


Sementara itu, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, menjabarkan empat manfaat Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal untuk segera disahkan.


Ivan mengatakan keberadaan RUU ini dapat mendorong masyarakat melakukan kegiatan perekonomian yang lebih efektif dan efisien. 


Selain itu, dia mengatakan aturan ini juga akan memastikan transaksi keuangan berjalan lancar dan aman, serta sejalan dengan kebijakan non tunai dan strategi nasional keuangan yang inklusif.


Ivan menambahkan pembatasan transaksi uang kartal juga dapat mengurangi risiko masyarakat dalam bertransaksi. 


Pembatasan itu sekaligus mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap uang tunai.


Selain itu, dia memastikan pembatasan uang kartal juga akan mendukung program pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana lainnya.


"Hal ini sejalan dengan perkembangan teknologi dan revolusi industri 4.0, termasuk program pemerintah terkait perdagangan nasional berbasis teknologi atau e-commerce," katanya.


Adapun untuk Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana, ia menganggap keunggulannya dimungkinkan untuk mengejar aset pelaku kejahatan meski sudah meninggal.


Ini menurutnya akan menjadi perbaikan dari regulasi di Indonesia yang saat ini masih memiliki keterbatasan dalam hal penyelamatan aset atau asset recovery.


"Berdasarkan hasil pemantauan PPATK, diperoleh informasi bahwa upaya asset recovery dari hasil tindak pidana belum optimal," kata Ivan.


Ivan mengatakan negara juga kesulitan merampas harta pelaku kejahatan yang sudah meninggal. Sebagaimana diketahui, apabila tersangka atau terdakwa meninggal, maka demi hukum penyidikan atau penuntutan harus dihentikan.


Untuk menyelesaikan masalah di atas, Ivan mengatakan RUU Perampasan Aset mengatur mengenai unexplained wealth atau kekayaan yang tak jelas asal-usulnya. 


Kekayaan itu dianggap janggal ketika kekayaan yang dimiliki seseorang, tidak sesuai dengan penghasilannya. Karenanya, kekayaan itu bisa diduga berasal dari tindak pidana.


"Permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan penetapan RUU Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana," katanya.


Sumber: CNBC

Penulis blog