'Setelah Tiga Menit Lampu Dimatikan' - DEMOCRAZY News
CATATAN PERISTIWA

'Setelah Tiga Menit Lampu Dimatikan'

DEMOCRAZY.ID
Mei 19, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
PERISTIWA
'Setelah Tiga Menit Lampu Dimatikan'
'Setelah Tiga Menit Lampu Dimatikan'


'Setelah Tiga Menit Lampu Dimatikan'


Petinju Johny Mangi ditemukan tewas ditembak di Malang, Jawa Timur, pada 1983. Hingga kini kasusnya masih menyimpan misteri. Komnas HAM memastikan Johny menjadi korban penembakan misterius.


Suatu malam, beberapa pemuda berkumpul tidak jauh dari jembatan di sekitar Jalan Widodaren, Kauman, Klojen, Kota Malang, Jawa Timur, pada 41 tahun silam, atau 1 Mei 1983. Mereka tengah bercakap-cakap sambil asyik bermain karambol hingga masuk waktu dini hari. Sekonyong-konyong, terdengarlah suara letusan yang memekakkan telinga. Dor...!


Para pemuda itu terkejut mendengar suara letusan, yang diringi oleh ambruknya salah seorang dari mereka, seorang pemuda yang mengenakan celana jeans warna biru, kaos warna krem serta jaket hijau. Tubuhnya langsung bersimbah darah. Timah panas menghantam pelipis kanan dan tembus ke bagian kiri kepada pria tersebut.


Peristiwa itu membuat geger warga Kota Malang. Apalagi, sosok pria yang tertembak itu ternyata petinju professional bernama Johny Mangi, 25 tahun, warga Kampung Kayu Tangan, Klojen. Dia tewas sekitar 250 meter dari rumah orang tuanya, Yan Mangi Ratu, mantan atlet peraih sejumlah medali pada PON I Solo pada 1948 dan pelatih Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) Kota Malang.


Hingga kini kasus penembakan terhadap Johny masih menyisakan tanda tanya besar tentang siapa pelaku dan motifnya. Saat itu, banyak versi tentang tertembaknya pemuda berdarah Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut. Teori tentang permainan Russian Roulette, bunuh diri, dan kecelakaan. Bahkan ada teori lainnya tentang Johny menjadi korban pembunuhan terhadap orang yang diduga gali (penjahat) atau preman di era Presiden Suharto pada 1980-an atau operasi petrus (penembakan misterius).


Kala itu, polisi mengungkapkan Johny tewas karena menempelkan moncong pistol revolver merk Colt ke kepalanya sendiri. Versi resmi itu menyebutkan, sebelum meletus, beberapa saksi mata melihat Johny mengeluarkan pistol dari balik kaosnya. Lalu dia mengisi peluru dan tiba-tiba meletus atau kecelakaan.



Jenazah petinju Johny Mangi (Foto: Majalah Zaman Edisi 36, 4 Juni 1983) 


Versi lainnya, Johny dituduh telah sengaja menyimpan senjata api yang seharusnya diserahkan kepada pihak keamanan. Sejak operasi Sapu Jagat dilancarkan, memang ada larangan orang menyimpan dan menggunakan senjata api untuk keperluan apa pun. Namun, versi ini tentu berbeda dengan keterangan sejumlah saksi dan keluarga korban yang menyebutkan Johny tak pernah memiliki senjata api.


“Johny tidak pernah dijumpai menyimpan senjata api laras pendek,” kata Yan Mangi Ratu, ayah Johny, dalam wawancara khususnya yang dimuat majalah Zaman edisi 36, 4 Juni 1983.


Pengakuan Yan diamini sejumlah orang terdekat Johny, seperti Sianah, istrinya, yang tengah mengandung 4 bulan. Juga diakui tiga teman dekatnya, yaitu Mat Suke, Utje, dan Sutadi. “Saya bersumpah, dia (Johny) tidak pernah menyimpan atau mempunyai pistol,” imbuh Yan.


Keterangan Mat Suke mangatakan, dirinyalah yang malam sebelum kejadian pergi ke luar rumah bersama Johny. Dia dan Sianah tak melihat Johny keluar membawa pistol. Lalu dari mana asal usul senjata api tersebut? Hampir semua saksi bungkam. Seperti ada kekuasaan yang memaksa mereka menutup mulut.


Tapi ada sumber lainnya yang mengungkapkan hal yang berbeda. Sebelum terjadi penembakan, Johny terlihat bertengkar dengan seseorang yang tidak diketahui identitasnya. Bahkan hingga kini siapa orang itu tak ada yang tahu. Luka tembak di kepala Johny pun dianggap bukan akibat kecelakaan, tapi pembunuhan.


Bila kasusnya kecelakaan, maka peluru tidak akan menembus batok kepalanya, namun akan berjalan menembus batok kepala, agak ke pinggir batok kepala, dan tembus di kening. “Kasus Johny Mangi tidak. Peluru masuk agak melintang. Pada kasus-kasus semacam itu, biasanya seseorang tewas bukan karena kecelakaan, tapi dibunuh,” ujar sumber yang mantan perwira dan pengalaman sebagai penyidik polisi selama 30 tahun.



Sementara sumber majalah Tempo edisi 14 Mei 1983 menyebutkan, malam itu terlihat dua orang yang menghampiri Johny. Lalu mereka terlibat keributan dan terdengar suara letusan senjata api. Yang janggal, sebelum terjadi penembakan, mendadak lampu penerangan di lokasi kejadian mati dan terdengar suara perintah agar orang-orang menyingkir.


Awalnya kasus penembakan Johny ditangani oleh Letkol Putu Denok, Komandan Resort (Komres, sekarang menjadi Polres) 1022 Malang. Dia dikenal sukses dalam operasi Parkit Merah, yang berhasil memberantas 42 perampok. Tapi, entah kenapa, secara mendadak posisi Putu Denok digantikan, sehingga kasus pengungkapan kasus Johny terkatung-katung.


Saat itu, Yan Mangi Ratu kecewa kasus kematian tragis yang menimpa putra bungsunya tak kunjung terungkap. “Kalau Johny kecelakaan, biarlah. Juga kalau dia seorang gali, memang harus didor. Tapi ini masalahnya lain,” ucapnya memendam kekecewaan yang mendalam.


Selain sebagai petinju, Johny yang memiliki postur tubuh kekar dengan dada bidang serta kumis melintang, juga dikenal sebagai sosok pemberani dan berjiwa setia kawan. Bila ada pemilik toko yang melapor diperas para gali atau preman, Johny bertindak untuk melawannya. Salah satu kelompok gali yang segan kepada dirinya adalah kelompk Argom (Armada Gombal).


Kisah lainnya soal Johny menghadang aksi pencurian semen satu truk yang dilakukan empat orang. Johny menghadapi mereka hingga tak berkutik dan menyerahkannya ke polisi. Beberapa kalangan menganggap wajar dengan aksi-aksinya itu menjadikan Johny banyak musuhnya.


Memang ada satu catatan hitam Johny selama hidupnya. Dia pernah melakukan penganiyaan kepada seorang mahasiswa Universitas Brawijaya pada 21 April 1982. Hal ini menyebabkan dia harus meringkuk di dalam sel penjara Lowok Waru, Malang, selama 6 bulan.“Itulah satu-satunya kasus hitam pada diri Johny. Tapi kalau merampok atau apa, tidak pernah terjadi,” ungkap Sutadi, teman dekat Johny.



Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 2008 dan 2011 melakukan penyelidikan terhadap kasus penembakan misterius (Petrus) 1082-1983. Dalam temuan tim ini kepada sejumlah saksi-saksi mata memang ditemukan fakta tentang lampu listrik mati selama tiga menit dan terdengar suara letusan.


“Ketika lampu menyala kembali, sudah tergeletak meninggal dunia,” kata Stanley Adi Prasetyo, mantan komisioner Komnas HAM yang memimpin penyelidikan kasus Petrus seperti dikutip dari BBC Indonesia, 3 Februari 2023.


Tim Komnas HAM berhasil mewawancarai sejumlah saksi mata, mulai kawan-kawan Johny, bekas anggota polisi, dokter forensik, hingga petugas di kamar mayat rumah sakit di Kota Malang. Bahkan, di Kota Apel ini, tim penyelidik Komnas HAM berhasil memintai keterangan mantan polisi yang ikut dalam operasi eksekusi kepada sang petinju.


Stanley juga berhasil menemui salah seorang kawan Johny, sesama petinju yang juga dijadikan target akan dihabisi, tapi selamat karena kabur. “Itu sudah cukup menjelaskan kepada kami bahwa Johny Mangi dieksekusi (dengan ditembak),” ungkap Stanley.


Sumber: DetikX

Penulis blog