'Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang' - DEMOCRAZY News
CATATAN POLITIK

'Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang'

DEMOCRAZY.ID
Mei 18, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
'Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang'
'Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang'


'Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang'


KEJENGKELAN publik belum reda menonton, bagaimana bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memperlakukan kekuasaan yang dipegangnya. Kekuasaan seakan menjadi wilayah domestik, wilayah keluarga.


Dari panggung persidangan terungkap bagaimana keluarga SYL memanfaatkan jabatan untuk mendapat keuntungan pribadi dan keluarganya.


Pembelian kacamata, perawatan kulit, renovasi rumah, sunatan anak, membayar pembantu serta pengeluaran lainnya seakan menjadi tanggungan Kementerian Pertanian.


Politisi Partai Nasdem itu mengaku tidak mengetahui pengeluaran tersebut. Bahkan, ia menjanjikan akan menggunakan panggung pleidoi untuk penyampaian pembelaan. Publik menunggu.


“Power is privilege,” ujar Sukidi Mulyadi, PhD dalam siniar dengan saya. Lulusan Harvard University ini mengatakan, kekuasaan yang dimiliki SYL telah disalahartikan justru untuk kepentingan keluarganya.


Kultur feodal tampaknya masih menyelimuti negeri ini. Feodal dalam artinya tidak bisa dibedakan antara yours and mine (milikmu dan milikku).


Kekuasaan yang sejatinya untuk rakyat sebagaimana dikatakan Sultan Hamengkuwono IX, Tahta untuk Rakyat, telah disalahartikan: kekuasaan untuk keluarga, untuk kelompok dan golongannya.


Praktik nepotisme yang jadi musuh Orde Baru kini seperti menjadi lazim dalam praktik kekuasaan, akhir-akhir ini. Budaya malu lenyap dalam praksis politik yang sangat transaksional.


Pengawasan inspektorat jenderal mandul dan gagal mendeteksi penyimpangan sang menteri. Pengawasan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ternyata bisa dipesan dan ada tarifnya. Pengawasan politik di DPR pun sami mawon.


“Hukum telah menjadi industri,” ujar mantan Menko Polhukam Mahfud MD.


Arah politik hukum bangsa kian mengarah pada sentralisasi kekuasaan. Apa yang diinginkan kekuasaan bisa diwujudkan.


Ada tiga jalan yang bisa ditempuh yang semuanya konstitusional. Jalan menguji pasal ke Mahkamah Konstitusi, jalan merevisi undang-undang lewat DPR, jalan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.


Beberapa contoh politik kontemporer bisa dilihat. Misalnya, masa jabatan Pimpinan KPK ditetapkan empat tahun. Namun, ada pimpinan yang menghendaki lima tahun.


Wakil Ketua KPK Nurul Gufron menguji materi ke MK. Dan, MK mengabulkan perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK menjadi lima tahun.


Pimpinan KPK yang seharusnya mengakhiri jabatannya Desember 2023, diperpanjang sampai Desember 2024.


UU Pemilu Presiden mensyaratkan calon presiden dan wapres minimal berusia 40 tahun. Ada kandidat yang masih di bawah 40 tahun, tapi ingin maju.


Melalui tangan pengagum calon, diujilah persyaratan soal syarat umur calon presiden/wapres melalui MK.


MK mengabulkan usia capres boleh di bawah 40 tahun, asal pernah atau sedang menjabat posisi yang dipilih melalui pemilihan.


Majulah Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai sebagai calon wapres dan terpilih dalam Pilpers 2024. Majelis konstitusi terpecah. Tiga hakim dissenting opinion. Dua hakim concurring opinion.


Pasca-Pilpres 2024, ada kebutuhan untuk menambah pos kementerian. Ada alasan untuk menghadapi tantangan global. Ada alasan butuh akomodasi.


UU Kementerian Negara diubah oleh DPR. Jumlah maksimal kementerian sebanyak 34 pos dihilangkan dan diserahkan kepada presiden.


Mudah-mudahan UU Kementerian Negara yang direvisi memuat aturan keras soal perampasan aset bagi menteri korup. Memperkuat peran dan fungsi inspektorat kementerian yang mandul, menghadirkan pengawasan eksternal untuk mengawasi perilaku birokrasi kementerian.


Pada wilayah lain, UU MK direvisi. Hakim konstitusi yang sudah menjabat lima tahun dan belum sepuluh tahun, dimintakan konfirmasi kepada lembaga pengusul.


Tampak sekali, pasal itu diarahkan untuk hakim-hakim tertentu, hakim berintegritas yang berani berbeda dengan DPR dan Presiden.


Permintaan konfirmasi kepada lembaga pengusul (MA, DPR dan Presiden) jelas menabrak kemandirian kekuasaan kehakiman. Hakim akan selalu ditempatkan sebagai “petugas”, proxi dari lembaga pengusul.


Aturan seperti itu tak pernah ada di berbagai belahan dunia. Kemandirian hakim telah digadaikan kepada lembaga pengusul.


Jika kekuasaan menghendaki, maka dengan cepatlah aturan dibuat. UU dibuat justru untuk memperkuat posisi negara, bukan untuk kepentingan masyarakat.


Revisi UU Penyiaran yang disusun Baleg DPR adalah kontroversi terbaru. Revisi UU Penyiaran melarang media penyiaran melakukan peliputan investigasi.


Media yang dalam posisi sulit karena berbagai disrupsi, kini dilarang melalukan investigasi. Pasal keblinger jelas menabrak UU Pers dan prinsip kemerdekaan pers.


Kenapa liputan investigasi dilarang? Biarlah perancang undang-undang menjawabnya. Apakah karena liputan investigasi bakal mengancam kenyamanan kekuasaan?


Pada sisi lain, keinginan publik agar pemerintah dan DPR membuat UU Perampasan Aset justru dibiarkan di meja pimpinan DPR.


Padahal, pemerintah telah mengirimkan naskah akademis dan naskah RUU Perampasan Aset kepada Pimpinan DPR pada Februari 2023.


Sudah setahun lewat naskah RUU Perampasan Aset di meja Pimpinan DPR, tapi tak pernah dibacakan di paripurna.


Kenapa demikian? Selayaknya, anggota DPR bersikap. Mau menolak? Mau menyetujui? Biarlah anggota DPR yang menentukan bukan hanya didiamkan oleh Pimpinan DPR.


Agar lebih seimbang, boleh saja DPR mengesahkan revisi UU Kementerian Negara, tapi bagaimana dengan RUU Perampasan Aset yang diharapkan publik?


Di saat akhir periode pemerintahannya, bisa saja Presiden Jokowi berani menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang soal Perampasan Aset sebagai kado untuk negeri.


Bahwa DPR akan menolak, biarlah rakyat menilainya. Ujian kredibilitas antara DPR dan Presiden Jokowi tampaknya perlu dicoba.


Hukum selayaknya bukan hanya untuk para elite, tetapi juga untuk melindungi kepentingan rakyat dari praktik korupsi elitenya. 


Sumber: Kompas

Penulis blog