Ramai Soal Tapera yang Potong Gaji Pekerja, Ternyata Pernah Ditahan Wapres Boediono Agar Tak Lolos Jadi UU - DEMOCRAZY News
HUKUM

Ramai Soal Tapera yang Potong Gaji Pekerja, Ternyata Pernah Ditahan Wapres Boediono Agar Tak Lolos Jadi UU

DEMOCRAZY.ID
Mei 28, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
Ramai Soal Tapera yang Potong Gaji Pekerja, Ternyata Pernah Ditahan Wapres Boediono Agar Tak Lolos Jadi UU

Ramai Soal Tapera yang Potong Gaji Pekerja, Ternyata Pernah Ditahan Wapres Boediono Agar Tak Lolos Jadi UU


DEMOCRAZY.ID - Baru-baru ini istilah Tapera atau Tabungan Perumahan Rakyat hangat jadi perbincangan.


Istilah Tapera berhembus kencang setelah Presiden Jokowi menerbitkan aturan mengenai iuran dana Tabungan Perumahan Rakyat atau yang disingkat Tapera pada Senin (20/5/2024) pekan lalu.


Dalam aturan tersebut disebutkan gaji setiap pekerja wajib dipotong sebbesar 3 persen. Dimana uang potongan tersebut disetorkan secara rutin dalam jangka waktu tertentu untuk pembiayaan perumahan.


Aturan dana Tapera sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2020 mengenai Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.


Tapera diberlakukan terhitung sejak diundangkan pada 20 Mei 2024. Kebijakan pemerintah memberlakukan Tapera itupun menuai pro kontra.


Lantas bagaimana asal muasal munculnya Tapera tersebut?


Mantan Koordinator Kelompok Kerja Kebijakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang dahulu berada di bawah Kantor Wakil Presiden, Ari Perdana mendedahkan bahwa wacana pemberlakuan Tapera sudah ada sejak era Presiden SBY.


Kala itu, kewenangan ada di tangan Wakilnya Boediono. Ia menyebut ide tentang Tapera sudah matang dirancang pada 2013-2014. Tetapi ketika itu wapres Boediono berupaya menahan agar RUU Tapera tak lolos.


"Beliau melihat ide ini memberatkan sementara benefit buat yang iuran ngga jelas. Tapi ya cuma berhasil ditunda saja ampe akhir periode," jelasnya seperti dikutip Selasa (28/5/2024).


"Keberatan Pak Boed waktu itu kira-kira seperti ini: Pekerja dipaksa menabung buat rumah tapi bukan buat rumah dia sendiri. Keputusan soal rumah yang dibangun bukan ada di penabung, padahal dia sendiri perlu menabung buat rumah dia sendiri," lanjutnya.


Bila melihat dari PP BB Tapera kepesertaan berakhir ketika peserta pensiun atau usia 58, sementara orang butuh rumah di usia 20-30an.


"Dana Tapera itu pooled funds (ceritanya) untuk mengatasi soal supply perumahan kekhawatiran Pak Boed kalo kebijakan berorientasi supply praktiknya lagi-lagi akan kejar target. 1 juta unit rumah gampang sih dipenuhinya buka aja lahan baru di mana gitu," terangnya.


"Cuma kan masalah perumahan bukan soal ketersediaan rumah aja tapi akses ke tempat kerja dan sarana-sarana lain, tetangga di Benhil kerjanya sopir bisah tuh nyicil rumah di Karawang coret. Cuma dia tetap tinggal sempit-sempitan di Benhil karena kerjaannya di situ," imbuh Ari.


Ia menerangkan proses pengajuan RUU Tapera melalui Deputi Setwapres yang dijabat Bambang Wid.


"Gue waktu itu diminta bikin memo pendek ngelist argumen buat Pak Boed dalam menahan Tapera. Poin besarnya urusan demand dan supply of affordable accessible housing itu banyak dimensi. Jangan direduksi hanya ke persoalan pembiayaan makro," ungkapnya.


"Poin lain kalau emang mau ada Tapera buat skema supaya firs time house owner bisa cairkan tabungannya atau bahkan minjem untuk DP rumah. Skema ini ada di Singapura, Kanada, kalo ga salah UK. Not all works atau bagus tapi idenya begitulah," imbuhnya.


Sumber: Suara

Penulis blog