Presidential Club Gagasan Prabowo, Suatu Hal Yang Mustahil? - DEMOCRAZY News
POLITIK

Presidential Club Gagasan Prabowo, Suatu Hal Yang Mustahil?

DEMOCRAZY.ID
Mei 10, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Presidential Club Gagasan Prabowo, Suatu Hal Yang Mustahil?

Presidential Club Gagasan Prabowo, Suatu Hal Yang Mustahil?


DEMOCRAZY.ID - Rencana membentuk kelompok elit yang terdiri dari mantan presiden Indonesia yang dinamakan presidential club mendapat banyak sorotan media nasional dan asing akhir-akhir ini. 


Apakah gagasan presiden terpilih Prabowo Subianto ini bisa terwujud?


Prabowo berusaha untuk mengkonsolidasikan kekuasaan dengan rencana pembentukan Presidential Club ini sekaligus dapat membantunya sebagai pemimpin baru. 


Media asing Channel News Asia (CNA) menyoroti tentang isu ini. Tetapi tantangannya terletak pada menjembatani perpecahan di antara para mantan presiden ini baik yang baru maupun yang lama, kata para analis. 


Presiden petahana Joko Widodo dan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyambut baik gagasan tersebut. Namun ketegangan hubungan antara mereka dan Ibu Megawati Soekarnoputri bisa menjadi penghalang.


“Prabowo berulang kali menyatakan keinginan kuatnya untuk berkumpul dan berdiskusi dengan mantan presiden, sehingga membentuk klub presidensial,” kata Dahnil Anzar Simanjuntak saat wawancara TV.


Klub ini akan berfungsi sebagai forum untuk bertukar pandangan dan gagasan mengenai isu-isu strategis nasional, sehingga memungkinkan Prabowo mengambil manfaat dari pengalaman para pendahulunya dalam memerintah negara, kata Dahnil.


Awal pekan ini, ia mengatakan Klub Kepresidenan tidak akan berbentuk formal dan tidak ada rencana untuk melembagakannya, berbeda dengan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). 


Wantimpres merupakan lembaga pemerintahan yang memberikan nasihat kepada presiden Indonesia dalam urusan pemerintahan sehari-hari dan diatur dalam Pasal 16 UUD 1945.


Presiden Joko Widodo dan juga Partai Demokrat pimpinan SBY menyambut baik gagasan pembentukan klub semacam itu. 


Petahana bahkan sempat bercanda bahwa penggantinya bisa bertemu dengan presiden-presiden sebelumnya setiap dua hari sekali.


Sementara itu BBC, mengutip pernyataan para analis mengungkapkan, bila klub ini benar terbentuk, bisa terbentuk "koalisi gendut" pemerintahan yang memudahkan Prabowo merumuskan kebijakan tanpa perlawanan berarti di parlemen. Risikonya, klub itu hanya akan jadi "klub elite" yang memunculkan "oligarki politik luar biasa".


Peneliti politik di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aisah Putri Budiatri khawatir apa yang disebut klub kepresidenan ujung-ujungnya akan menjadi klub elite para sultan yang memunculkan "oligarki politik luar biasa".


Sebelum pemilu 2024, sistem oligarki memang telah tampak dalam peta politik nasional dan daerah. Namun, para elite selama ini tidak secara gamblang "berkumpul jadi satu" seperti yang kemungkinan terjadi melalui klub kepresidenan.


"Oligarki ini kan jadi penyakit yang merugikan demokrasi di Indonesia, karena semua pasti berpihak pada kepentingan oligarki," kata Aisah, mengutip BBC.


Di Amerika Serikat para mantan presiden yang masih hidup dan yang masih menjabat beberapa kali berkumpul bersama. 


Seperti di pemakaman kenegaraan dengan berbagai alasan. Joe Biden, Barack Obama, dan George W Bush semuanya memanfaatkan pendahulu mereka ketika mereka masih menjabat.


Misalnya, George W Bush berdiri bersama dua mantan presiden, ayahnya George HW Bush dan Bill Clinton, pada awal tahun 2005 ketika menyerukan sumbangan untuk korban gempa bumi dan tsunami Aceh tahun 2004. 


Pada tahun 2010, Obama, diapit oleh Clinton dan George W Bush, mencari bantuan bagi para korban gempa bumi di Haiti.


Tantangan Presidential Club


Menurut para analis, Prabowo bisa menghadapi tantangan jika berhadapan dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. 


Hubungannya dengan SBY memburuk selama dua dekade terakhir, sejak Yudhoyono memutuskan untuk melawannya dalam pemilihan presiden tahun 2004. 


SBY, yang akhirnya memenangkan pemilu, saat itu menjabat sebagai anggota kabinet di masa Megawati. Ketum PDIP itu diyakini secara luas memandang hal ini sebagai pengkhianatan.


Ada juga ketegangan antara Megawati dan Joko Widodo, menyusul keputusan memisahkan diri dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam pemilihan presiden baru-baru ini. 


Keputusan Jokowi untuk tidak mendukung calon presiden dari PDIP, Ganjar Pranowo, dan dukungan diam-diamnya kepada Prabowo, yang mencalonkan diri bersama putranya, Gibran Rakabuming Raka, membuat marah partai yang berkuasa.


PDIP baru-baru ini mengonfirmasi bahwa Joko Widodo dan Gibran tidak lagi menjadi anggota partai tersebut. 


Yoes Kenawas, peneliti di Universitas Katolik Atma Jaya di Jakarta, mengatakan kepada CNA bahwa akan sangat sulit bagi Prabowo untuk menyatukan Megawati, SBY, dan Jokowi. 


“Pertama, Prabowo perlu mendamaikan Jokowi dan Megawati. Pencalonan Gibran merupakan tantangan langsung terhadap kewenangan Megawati sebagai Ketua Umum PDIP,” kata Yoes.


“Sejauh ini, belum ada tanda-tanda mencairnya ketegangan antara Megawati dan Jokowi. Di kalangan dalam PDIP, narasinya masih sangat menentang Jokowi (ditambah Gibran dan menantunya, Wali Kota Medan Bobby Nasution),” tambah Dr Ambang Priyonggo, Asisten Profesor Komunikasi Politik di Departemen Jurnalisme digital Universitas Multimedia Nusantara.


Kendala kedua, menurut Yoes, adalah bagaimana Prabowo menemukan cara untuk menjembatani ketegangan lama antara Megawati dan SBY. Kunci keberhasilan klub ada pada Megawati, kata Dr Ambang. Menurutnya, akan sulit bagi Pak Prabowo untuk mendirikan klub presidensial.


Bagaimana Jika Presidential ini Terwujud?


Jika hal ini terwujud, kelompok ini akan membantu Prabowo mengkonsolidasikan kepemimpinannya, terutama pada tahun pertama dan kedua yang biasanya merupakan tahun yang paling menantang, kata para analis. 


Meskipun Prabowo tampaknya telah mendapatkan dukungan dari cukup banyak partai untuk membentuk mayoritas super di parlemen, PDIP – yang memenangkan persentase suara tertinggi pada pemilu legislatif bulan Februari lalu – belum bergabung dengan koalisinya.


“Seperti yang kita ketahui, PDIP kemungkinan besar akan menjadi oposisi dan dapat mengganggu agenda kepresidenan Prabowo sehingga berpotensi menimbulkan kebuntuan,” kata Dr Ambang. 


Selain itu, Megawati dan SBY masih memegang pengaruh dan kekuasaan politik melalui kepemimpinan partainya masing-masing.


Jika Prabowo dapat memainkan peran sebagai “pembawa perdamaian”, hal ini akan membantunya mengkonsolidasikan kekuasaan, kata Dr Adhi Priamarizki, peneliti program Indonesia di S Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Nanyang Technological University. 


Ia menyarankan agar pada tahap awal, Prabowo dapat berkonsultasi secara langsung dengan para pendahulunya, yang akan memberikan nasihat.


Namun terdapat kekhawatiran bahwa presidential club pada akhirnya dapat mengarah pada kartel politik yang dapat menghambat proses demokrasi di Indonesia. 


Untuk mengumpulkan semua mantan presiden yang masih hidup dalam satu forum, kata Yoes, Prabowo harus bersedia membuat beberapa konsesi politik yang harus dibayar mahal.


“Klub ini tidak hanya berfungsi sebagai badan penasehat tetapi juga sebagai forum untuk memastikan kebijakan-kebijakan Prabowo-Gibran dijalankan tanpa adanya oposisi yang kuat dari parlemen,” jelas Yoes.


“Dukungan dari klub presiden ini akan membantu Prabowo-Gibran mendapatkan legitimasi simbolis dan parlemen karena, bagaimanapun juga, para anggota klub ini adalah politisi paling berkuasa di Indonesia saat ini. Mereka semua adalah raja.”


Dr Adhi setuju bahwa klub kepresidenan dapat memainkan peran penting dalam pemerintahan baru, meskipun pengaturannya kemungkinan besar bersifat informal. 


“Senioritas dan sentralitas para mantan presiden berarti mereka dapat mempengaruhi pengambilan keputusan di kubu mereka sendiri,” katanya.


Mengenai apakah forum ini akan membantu Jokowi, mempertahankan pengaruhnya setelah ia mengundurkan diri sebagai presiden, Dr Adhi mengatakan hal tersebut tidak mungkin terjadi.


“Jokowi memerlukan keterlibatan yang lebih formal untuk mempertahankan pengaruhnya di pemerintahan mendatang. Untuk saat ini, ia dapat mengandalkan putranya Gibran secara langsung untuk menjalankan agendanya. Apalagi dengan adanya tokoh politik lain di klub presiden, berarti dia bukan satu-satunya poros kekuasaan di sana,” kata Dr Adhi.


"Tidak semua analis yakin Indonesia siap memiliki klub presidensial. Perbandingan dengan klub kepresidenan AS adalah hal yang “prematur”, kata Yoes. 


“Di Indonesia, politik selalu bersifat pribadi,” ujarnya.


Sumber: Inilah

Penulis blog