Kontroversi Revisi UU MK Terbaru, Dibahas Diam-Diam Padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim - DEMOCRAZY News
HUKUM

Kontroversi Revisi UU MK Terbaru, Dibahas Diam-Diam Padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim

DEMOCRAZY.ID
Mei 14, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
Kontroversi Revisi UU MK Terbaru, Dibahas Diam-Diam Padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim

Kontroversi Revisi UU MK Terbaru, Dibahas Diam-Diam Padahal Dinilai Hanya Rugikan Hakim


DEMOCRAZY.ID - Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) selangkah lagi bakal disahkan oleh DPR sebagai undang-undang (UU) melalui rapat paripurna.


Hal tersebut diketahui setelah Komisi III DPR bersama Pemerintah menggelar rapat pleno pengambilan keputusan tingkat I revisi UU MK, pada Senin (13/5/2024).


Rapat pleno itu digelar di masa reses DPR, dalam arti, belum masuk masa sidang yang baru.


Dikebutnya pengambilan keputusan tersebut dipaparkan oleh anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Sarifuddin Sudding yang turut hadir dalam rapat tersebut.


Pada Selasa (14/5/2024) hari ini, DPR bakal menggelar rapat paripurna pembukaan masa sidang.


Namun, agenda rapat paripurna yang dipublikasikan hanya pidato Ketua DPR Puan Maharani.


Tidak ada agenda pengesahan revisi UU MK pada rapat paripurna kali ini jika dilihat di situs DPR.


Sebelum itu, UU ini ramai diperbincangkan karena pembahasannya berjalan tidak mulus.


Ada ragam kontroversi seputar substansi kegentingan melakukan revisi, hingga senyapnya pembahasan.


1. Ubah masa jabatan hakim

Catatan Kompas.com, revisi UU MK ingin mengubah beberapa pokok materi yang sudah ada dalam UU MK saat ini, salah satunya soal masa jabatan hakim konstitusi dari semula maksimal 15 tahun atau hingga berumur 70 tahun dikembalikan menjadi 5 tahun.


Untuk hakim yang sedang menjabat, dikembalikan ke lembaga pengusul untuk menentukan nasibnya melalui permintaan konfirmasi.


Selain masa jabatan, usia minimal hakim konstitusi juga dikhawatirkan hendak diubah dari 55 tahun menjadi 60 tahun.


Menko Polhukam saat itu, Mahfud MD, berpandangan bahwa revisi UU MK bisa merugikan para hakim konstitusi.


Ada tiga hakim konstitusi yang usianya belum mencapai 60 tahun, yaitu Guntur Hamzah, Saldi Isra, dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh.


"Kalau kita ikuti yang diusulkan oleh DPR, itu berarti itu akan merugikan subjek yang sekarang sedang menjadi hakim. Sehingga kita pada waktu itu tidak menyetujui," ucap Mahfud.


Sejauh ini, UU MK sudah 3 kali direvisi, dan semua revisi itu selalu mengutak-atik usia serta periode jabatan hakim


2. Senyapnya pembahasan

Pembahasan revisi UU MK sudah lama menjadi sorotan karena terkesan dilakukan DPR dan pemerintah secara senyap.


Melansir Harian Kompas, pembahasan revisi itu dilakukan di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, pada Selasa-Rabu (28-29/11/2023), alih-alih dilakukan di ruang kerja Komisi III.


Revisi UU ini tidak pernah masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Namun demikian, revisi ini ditargetkan tuntas pada 5 Desember 2023.


Mahfud saat itu mengaku terkejut atas langkah DPR yang membahas revisi tersebut.


"Kita juga kaget karena itu tidak ada di Prolegnas, tapi setelah kita konsultasikan ya mungkin, ya ada kebutuhan, ya kita layani," kata dia di Kantor Menko Polhukam, 4 Desember 2023.


Mahfud juga menilai, tidak ada kegentingan yang mengharuskan UU ini perlu segera direvisi.


Kalaupun kegentingan itu ada, seharusnya jalan yang ditempuh melalui penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).


"Kalau perppu baru ada unsur kegentingan. Dalam hal ikhwal, kegentingannya ini ndak ada. Tetapi ini diusulkan oleh DPR," ungkap mantan Ketua MK ini.


Ia mengatakan, sejauh ini pemerintah belum menandatangani pembahasan di tingkat 1 untuk melanjutkan ke tingkat selanjutnya.


Ini karena pemerintah belum sepaham soal aturan peralihan yang ingin dicapai dalam revisi UU MK


3. Pemerintah setuju

Terkini, pada Senin kemarin, pemerintah akhirnya menyetujui pasal-pasal peralihan yang sebelumnya dimaksud Mahfud MD mengalami deadlock.


Hal tersebut disampaikan Sarifuddin Sudding yang mengikuti rapat pleno pengambilan keputusan revisi UU MK tingkat I.


Sudding mengatakan, pemerintah akhirnya menyetujui revisi UU itu untuk dibawa ke tingkat selanjutnya, yaitu pengambilan keputusan tingkat II atau sidang paripurna.


"(Dibawa ke tingkat II) Untuk mendapat pengesahan persetujuan dari seluruh anggota dewan," kata Sudding saat dihubungi Kompas.com, Senin.


Politikus PAN ini menyampaikan, dalam rapat yang digelar di Gedung DPR itu, pihak pemerintah juga ikut hadir.


Pihak pemerintah yang hadir adalah Menko Polhukam Hadi Tjahjanto dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly.


Ditanya mengapa rapat digelar saat masa reses, Sudding mengaku tidak mengetahui alasannya.


"Iya. Saya enggak tahu ya, karena yang jelas saya dapat undangan menghadiri rapat dari pimpinan ya saya hadir," ujar dia.


Lebih jauh, Sudding ditanya jadwal rapat paripurna untuk mengesahkan revisi UU MK.


Ia mengaku tidak bisa memastikan kapan rapat paripurna terdekat untuk mengesahkan revisi UU tersebut.


"Saya enggak tahu apakah besok dibawa ke paripurna, karena besok pembukaan masa sidang. Atau besok hanya sebatas pembukaan masa sidang. Nanti baru dibawa ke Paripurna," tutur Sudding.


Sedianya, revisi UU MK sudah akan disahkan pada 5 Desember lalu dalam rapat paripurna DPR. Namun, pada hari itu, tidak ada agenda pengesahan revisi UU MK.


Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, keputusan itu diambil bukan karena adanya surat yang dilayangkan Menko Polhukam saat itu, Mahfud MD ke DPR, Senin (4/12/2023).


Menurut dia, keputusan itu diambil berdasarkan kesepakatan fraksi-fraksi yang disepakati sebelum surat itu sampai ke DPR.


"Atas kesepakatan dari kawan-kawan fraksi, ini bukan karena surat yang dikirim, memang dari kemarin sudah kesepakatan dari fraksi-fraksi untuk menunda sidang paripurna atau diparipurnakannya pengambilan keputusan revisi UU MK," ungkap Dasco saat ditemui, Senin sore.


Sumber: Kompas

Penulis blog