Ingat Kritikan Ahok ke BPK pada 2021 Lalu? Kini Terbukti Dalam Sidang Gratifikasi Kementan! - DEMOCRAZY News
HUKUM POLITIK

Ingat Kritikan Ahok ke BPK pada 2021 Lalu? Kini Terbukti Dalam Sidang Gratifikasi Kementan!

DEMOCRAZY.ID
Mei 11, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Ingat Kritikan Ahok ke BPK pada 2021 Lalu? Kini Terbukti Dalam Sidang Gratifikasi Kementan!

Ingat Kritikan Ahok ke BPK pada 2021 Lalu? Kini Terbukti Dalam Sidang Gratifikasi Kementan!


DEMOCRAZY.ID - Ingat kritikan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2021 lalu? Kritikan mantan Gubernur DKI Jakarta Ahok kepada BPK sudah terbukti.


BPK kini terseret dalam perkara gratifikasi dan pemerasan di Kementerian Pertanian (Kementan).


Satu terdakwanya adalah Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo atau SYL.


Lembaga independen itu disebut dalam sidang lanjutan perkara SYL  di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Rabu (8/5/2024).


Salah satu oknum auditor BPK disebut meminta uang kepada Kementan sebesar Rp 12 miliar agar memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).


Nama tersebut disebut oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Hermanto.


Hermanto membongkar kelicikan BPK saat ditanya jaksa KPK terkait temuan tak wajar termasuk iuran pegawai Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi SYL.


Usai adanya kesaksian itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun berencana akan mengusut terkait hal tersebut.


Namun, pengusutan itu baru akan dilakukan setelah sidang perkara SYL selesai.


"Nanti pengembangan lebih jauhnya adalah ketika proses-proses persidangan selesai secara utuh," tuturnya kepada Tribunnews.com, Kamis (9/5/2024).


Ali mengatakan jaksa KPK perlu mengonfirmasi ke berbagai pihak terkait sehingga temuan itu bisa menjadi fakta hukum.


Kemudian, laporan itu nantinya bakal menjadi dasar KPK mengembangkan dugaan korupsi menyangkut WTP dari BPK.


Hanya saja, seperti yang disampaikan di atas, laporan itu baru dapat ditindaklanjuti usai hakim sudah mengumumkan putusan bagi para terdakwa.


"Jaksa akan menyimpulkan dalam analisisnya di surat tuntutan baru kemudian menyusun laporan perkembangan penuntutan," jelasnya.


Pasca-terseretnya anggota BPK ini, tentu menjadi ironi lantaran lembaga yang seharusnya memeriksa pengelolaan keuangan negara, tetapi justru turut terseret dalam pusara dugaan suap, dalam konteks kasus SYL ini.


Bahkan,  Ahok pernah mengkritik peran BPK lantaran tidak ada pihak ketiga yang mengawasi meski sudah ada anggota BPK terjerat kasus korupsi.


Ahok Pernah Kritik Peran BPK, Tak Ada Lembaga Lain yang Awasi


Pada tahun 2021 di kanal YouTube miliknya, Ahok pernah mengkritik peran BPK lantaran tidak ada pihak ketiga yang mengawasi lembaga pengawas keuangan negara tersebut.


Kritik Ahok itu dilandasi dari peran BPK, termasuk saat mengambil sebuah keputusan.


"Jadi semua putusan ada di BPK dan mereka dikasi undang-undang BPK itu, tidak boleh ada pihak ketiga melakukan perhitungan, dia putuskan A harus terima A, selesai Anda," ujar Ahok dalam kanal YouTubenya, Panggil Saya BTP pada 19 November 2021 lalu.


Meski bisa mengajukan keberatan ke badan kehormatan, Ahok tetap mengkritik wadah tersebut lantaran dinilai tidak adil.


Adapun yang dimaksud Ahok karena keberatan yang diajukan justru disampaikan kepada badan yang mengawasi kinerja BPK sendiri.


Ahok beranggapan bahwa hal tersebut menjadi celah bagi oknum untuk dimanfaatkan sebagai cara untuk melakukan suap-menyuap.


"Jadi, ada kesan begini 'tenang kalau BPK sudah periksa dan dinyatakan tidak ada kerugian, aman lah kita," ujarnya.


Lantas, Ahok pun menceritakan pengalamannya saat dipanggil BPK soal kasus sengketa lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras ketika dirinya masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.


Dia mengatakan saat itu BPK mempertanyakan kerugian negara akibat membeli lahan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang tinggi.


Hal tersebut ditanyakan ke Ahok lantaran, menurut BPK, seharusnya Ahok dapat menentukan NJOP dengan nilai yang lebih rendah ketika masih menjadi Gubernur DKI Jakarta.


"Dia mempersoalkan, kenapa Anda beli tanah dengan harga NJOP, sedangkan Anda seorang gubernur bisa memutuskan NJOP mau berapa."


"Kenapa Anda gunakan NJOP yang mahal, sedangkan di gang-gang belakang ada NJOP yang murah," jelas Ahok.


Lantas, Ahok membalas dengan mengatakan bahwa penentuan NJOP itu bukan wewenangnya sebagai gubernur tetapi wewenang Kementerian Keuangan (Kemenkeu).


Lalu, sambungnya, jika dirinya menurunkan NJOP, maka warga sekitar bakal menuntut kebijakan tersebut.


Berkaca dari sengkarut BPK tersebut, Ahok pun mengusulkan agar ada revisi UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.


"Kalau orang dulu mempersoalkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mesti direvisi Undang-undangnya, saya kira Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang harus direvisi Undang-undangnya juga," tegas Ahok.


"Anda harus revisi Undang-undang BPK. Kenapa? Kenapa bisa juga ada oknum di BPK atau oknum di BUMN, terbukti bisa masuk penjara tuh. Pejabat di BPK juga ada yang masuk penjara, artinya ada oknum kan," pungkasnya.


Sosok Victor


Nama auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terseret di dalam sidang lanjutan dugaan pemerasan dan gratifikasi eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Rabu (8/5/2024).


Oknum auditor BPK bernama Victor diduga meminta Rp 12 miliar agar BPK dapat mengeluarkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Kementan.


Hal itu diungkapkan Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Sesditjen PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Hermanto yang menjadi saksi dalam sidang lanjutan tersebut.


Jaksa menggali informasi terkait proses Opini WTP oleh BPK. Kepada jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hermanto mengonfirmasi sejumlah nama auditor BPK yang melakukan pemeriksaan di Kementan.


“Sebelum kejadian WTP, saksi ada kenal Haerul Saleh? Victor? Orang-orang itu siapa?” tanya Jaksa.


“Kenal, kalau Pak Victor itu auditor yang memeriksa kita,” jawab Hermanto.


Di hadapan jaksa, Hermanto menceritakan adanya sejumlah temuan BPK pada program food estate. Hermanto pun tidak membantah dugaan tersebut.


Menurut Hermanto, ada oknum auditor BPK yang meminta uang pelicin Rp 12 miliar agar Kementan mendapat opini WTP.


“Ada. Permintaan itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan untuk nilainya kalau enggak salah diminta Rp 12 miliar untuk Kementan,” papar Hermanto.


“Iya, (diminta) Rp 12 miliar oleh Pak Victor tadi,” ungkap Hermanto.


Namun Hermato menyebut Kementan tak menyanggupi Rp 12 miliar.


"Enggak, kita tidak penuhi. Saya dengar mungkin enggak salah sekitar Rp 5 miliar," ujar Hermanto.


Sosok Victor Auditor BPK


Berdasar penelusuran Tribunnews, nama Victor diduga mengarah kepada Victor Daniel Siahaan. Tidak banyak informasi yang didapat mengenai biodata Victor Daniel Siahaan.


Dikutip dari dokumen Struktur Organisasi Auditorat Utama Keuangan Negara I yang diunduh dari laman BPK, terdapat nama Victor Daniel Siahaan yang menjabat Kepala Subauditorat I.A.2.


Pada periode 2018-2019, Victor Daniel Siahaan menjabat Wakil Penanggung Jawab Pengawasan dan Pemeriksaan (Wasrik) BPK RI.


Sebelum itu, dikutip dari laman sumsel.bpk.go.id, Victor Daniel Siahaan menjabat Kepala Subbagian Keuangan BPK Perwakilan Sumatra Selatan pada 10 Maret 2016.


Dikutip dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2023, Victor Daniel Siahaan tercatat menjabat sebagai Kepala Subauditorat BPK RI.


Harta kekayaan Victor Daniel Siahaan yang dilaporkan mencapai Rp 429 juta.


Rinciannya, ia tercatat memiliki sebidang tanah di Deli Serdang senilai Rp 270 juta.


Lalu memiliki satu unit mobil Kijang Innova senilai Rp 150 juta. Lalu kas dan setara kasnya Rp 9.974.909. Total harta kekayaan yang dilaporkan Victor tepatnya berjumlah 429.974.909. 


Sumber: Tribun

Penulis blog