Hari ini DKPP Periksa Artis Desta atas Dugaan Ketua KPU Merayu Cewek Anggota PPLN, Apa Kaitannya? - DEMOCRAZY News
HUKUM

Hari ini DKPP Periksa Artis Desta atas Dugaan Ketua KPU Merayu Cewek Anggota PPLN, Apa Kaitannya?

DEMOCRAZY.ID
Mei 22, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
Hari ini DKPP Periksa Artis Desta atas Dugaan Ketua KPU Merayu Cewek Anggota PPLN, Apa Kaitannya?

Hari ini DKPP Periksa Artis Desta atas Dugaan Ketua KPU Merayu Cewek Anggota PPLN, Apa Kaitannya?


DEMOCRAZY.ID - Presenter Deddy Mahendra Desta alias Desta hari ini, Rabu (22/5/2024), akan datang ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).


Presenter kocak itu dipanggil DKPP untuk sebuah kasus besar, yakni memberi keterangan dalam sidang perdana dugaan Ketua KPU RI Hasyim Asyari merayu seorang perempuan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Eropa.


Bagi Desta tentu ini cukup mengejutkan, mengingat dia harus jaga sikap saat memberi kesaksian di sidang DKPP.


Selain Desta, DKPP juga memanggil anggota KPU RI, Betty Epsilon Idroos, sebagai pihak terkait untuk hadir dalam sidang yang sama.


"Mereka kami panggil," kata Ketua DKPP Heddy Lugito ketika dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (21/5/2024).


Keduanya dipanggil imbas video salam ucapan untuk anggota PPLN yang diduga dirayu Hasyim.


Video itu diambil saat jeda sebuah acara talkshow di NET TV berkaitan Pemilu 2024 yang turut menampilkan Betty, Hasyim, Desta, dan juga Vincent Rompies serta Boiyen.


Heddy menyampaikan bahwa sidang yang akan digelar secara tertutup ini akan mendengarkan keterangan dari pihak terkait dan saksi ahli.


"Pihak terkait dari internal KPU dan NET TV. Pengadu mengajukan saksi ahli," kata Heddy.


Dalam aduan terhadap Hasyim, komisioner KPU RI 2 periode itu disebut menggunakan relasi kuasa untuk mendekati, membina hubungan romantis, dan berbuat asusila.


"Cerita pertama kali ketemu itu di Agustus 2023, itu sebenarnya juga dalam konteks kunjungan dinas. Itu pertama kali bertemu, hingga terakhir kali peristiwa terjadi di bulan Maret 2024," kata kuasa hukum korban sekaligus pengadu, Maria Dianita Prosperiani, setelah pengaduan ke DKPP.


Keduanya disebut beberapa kali bertemu, baik saat Hasyim melakukan kunjungan dinas ke Eropa, atau sebaliknya saat korban kunjungan dinas ke dalam negeri.


Kuasa hukum lainnya, Aristo Pangaribuan, menyebut bahwa dalam keadaan keduanya terpisah jarak, terdapat upaya aktif dari Hasyim "secara terus-menerus" untuk menjangkau korban.


"Hubungan romantis, merayu, mendekati untuk nafsu pribadinya," kata Aristo.


Namun, menurutnya, tidak ada intimidasi maupun ancaman dalam dugaan pemanfaatan relasi kuasa yang disebut dilakukan oleh Hasyim.


Pengacara juga enggan menjawab secara tegas apakah "perbuatan asusila" yang dimaksud juga mencakup pelecehan seksual atau tidak.


Korban disebut butuh waktu untuk mengumpulkan keberanian membuat aduan semacam ini. Pengacara membantah korban memiliki motif politik di balik aduan ini.


Ia juga mengeklaim telah menyediakan banyak barang bukti terkait tindakan Hasyim, termasuk bukti bahwa korban telah meminta agar dirinya tak diganggu. Hasyim masih irit bicara ketika dikonfirmasi mengenai hal ini.


"Nanti saja saya tanggapi pada waktu yang tepat. Mohon maaf," sebut Hasyim kepada Kompas.com.


Ini bukan kali pertama Hasyim tersandung masalah etik terkait dugaan perbuatan asusila.


Sebelumnya, ia pernah dinyatakan melanggar etik dan dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir oleh DKPP karena melakukan komunikasi yang tidak patut terhadap Ketua Umum Partai Republik Satu alias "Wanita Emas".


Ketika itu, rangkaian persidangan yang digelar tertutup mengungkapkan bahwa Hasyim aktif berkomunikasi dengan Hasnaeni secara intensif melalui WhatsApp di luar kepentingan kepemiluan.


DKPP menilai tindakan Hasyim sebagai sebagai penyelenggara pemilu terbukti melanggar prinsip profesional dengan melakukan komunikasi yang tidak patut dengan calon peserta pemilu sehingga mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara pemilu.


Seusai kasus Hasnaeni, Hasyim juga beberapa kali disanksi peringatan keras terakhir.


DKPP beralasan, mereka tidak menambah level sanksi menjadi pemberhentian sebab tipologi kasus pelanggaran etik yang membuatnya dijatuhi peringatan keras merupakan kasus yang berlainan satu sama lain, sehingga tidak berlaku sifat akumulatif.


Sumber: Tribun

Penulis blog