Harga Diri Mbak Tutut Hilang Sebagai Anak Soeharto, Dibentak Sosok Ini Karena Minta Kuasai Bisnis Senjata: Anda Masih Kurang Duit? - DEMOCRAZY News
POLITIK

Harga Diri Mbak Tutut Hilang Sebagai Anak Soeharto, Dibentak Sosok Ini Karena Minta Kuasai Bisnis Senjata: Anda Masih Kurang Duit?

DEMOCRAZY.ID
Mei 19, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Harga Diri Mbak Tutut Hilang Sebagai Anak Soeharto, Dibentak Sosok Ini Karena Minta Kuasai Bisnis Senjata: Anda Masih Kurang Duit?

Harga Diri Mbak Tutut Hilang Sebagai Anak Soeharto, Dibentak Sosok Ini Karena Minta Kuasai Bisnis Senjata: Anda Masih Kurang Duit?


DEMOCRAZY.ID - Keluarga mantan Presiden Soeharto yang dikenal dengan Keluarga Cendana memang terkenal paling disegani orang. Apalagi saat Soeharto masih berkuasa.


Anak-anak Soeharto banyak mempunyai usaha dan segala usaha tersebut dapat diraih karena peran besar sang mantan presiden. Cakap kata, semua keinginan dari anak-anak Soeharto untuk berusaha pasti diberikan oleh segala pihak.


Namun, siapa sangka ada salah sosok yang berani menolak permintaan Keluarga Cendana untuk menguasai seluruh pembelian senjata pada era Soeharto berkuasa.


Sosok tersebut adalah Kepala Staf Umum ABRI pada era Soeharto, Laksamana Madya TNI Soedibyo Rahardjo. Laksamana Madya TNI Soedibyo Raharjdo dilantik menjadi Kasum ABRI pada Januari 1988.


Namun, beberapa hari kemudian, ada permintaan menghadap Siti Hardiyanti Rukmana atau Mbak Tutut putri Soeharto. 


Saat itu, dia diprioritaskan untuk menerima putri sulung Presiden Soeharto itu. Soedibyo sendiri kenal baik dan Mbak Tutut memanggilnya dengan sebutan "Mas".


Kepada Soedibyo, saat itu Mbak Tutut meminta semua pembelian senjata dipegang oleh grup perusahaannya. Alasannya, masalah persenjataan sangat strategis dan tak bisa dipegang oleh sembarang orang.


"Itu perintah presiden," kata Mbak Tutut dikutip dari majalah sejarah Historia dan diunggah ulang akun Youtube Lambe Sundel, pada Minggu 19 Mei 2024.


Saat itu, Soedibyo memperkirakan ada 350 perusahaan yang menjadi rekanan Mabes ABRI/Dephankam dalam pengadaan senjata.


"Saya sih, bisa saja," kata Soedibyo dalam memoarnya, The Admiral, "tapi jangan lupa, 350 perusahaan ini tiap satu perusahaan ada lima pensiunan ABRI yang duduk di dalamnya. Jadi, coba hitung 5 x 350 = 1750 pensiunan yang dengan anak lima, itu yang akan terkena aturan seperti you inginkan, seperti yang diingkinkan Bapak Presiden,"


"Kalau itu terjadi, ya mungkin mereka tidak akan berbuat apa-apa, cuma kan, masa sih Tut, Anda masih kurang duit," kata Soedibyo ke Mbak Tutut.


Mendengar perkataan Soedibyo tersebut, Mbak Tutut tadinya diam saja, tapi akhirnya menjawab juga.


"Lho, ojo ngono to Mas (jangan begitulah Mas," katanya.


"You are rich, tapi you are poor in hearth (Anda kaya tapi miskin di hati," kata Soedibyo ke Mbak Tutut tegas.


"Wah, gak enak ki ngomonge, Mas Dibyo (Wah, gak enak ngomongnya, Mas Dibyo)," kata Mbak Tutut.


"Kan kita bekerja untuk kepentingan banyak orang," ujar Soedibyo.


"Gini deh saya bikin aturan, projek di atas 20 juta dolar, it's your area. Ini saya akan keluarkan SK yang begitu bunyinya, saya tanggung jawab. Ini solusi. Kalau semua you pegang, saya keberatan, karena saya ada banyak ekor yang di sini. Sing kepengen sugih dudu kowe dewe lho, Tut (yang mau menjadi kaya itu banyak," ujar Soedibyo.


"Lho kok ngono (Lho, kok begitu)?" kata Mbak Tutut.


"Saya juga ingin kaya," kata Soedibyo. "Asop (Asisten Operasi) saya juga ingin kaya. Aspers (Asisten Personalia) saya juga ingin kaya. Tetapi kalau semua tadi tidak mendapat apa-apa dan yang kaya hanya satu, tidak cocok saya. Mana demokrasi," katanya.


Merasa tidak ada titik temu, Mbak Tutut pun akhirnya pulang. Soedibyo sendiri yakin, Mbak Tutut akan melaporkan percakapan itu entah kepada ayahnya atau kepada Panglima ABRI saat itu, Jenderal TNI L.B Moerdani.


Kekhawatiran Soedibyo pun terbukti, ketika dia dipanggil oleh Panglima ABRI.


"Cangkemmu ngomong opo? (Mulutmu ngomong apa?)," tanya Benny.


"Tutut, pak?"


"Yo. Kowe ngomong opo? (Kamu ngomong apa?)"


Rupanya, Presiden Soeharto berkata kepada Benny. "Yo, karepe Dibyo iku yo bener (mungkin keinginan Dibyo itu benar), tapi masak orang tidak boleh berusaha. Kan semua punya hak untuk berusaha,"


Soedibyo pun menjelaskan, jika percakapannya dengan Mbak Tutut. Dia membantah telah mematikan usaha Mbak Tutut. Dia hanya menolak menyerahkan semua pembelian senjata dan menawarkan projek di atas 20 juta dolar menjadi milik Mbak Tutut.


"Berusaha, nek kabek dipek, yo dudu berusaha iku. Monopoli, pak. (Berusaha, tapi kalau semua itu diambil, itu monopoli)," kata Soedibyo.


"Wis,koen ojo kakehan cangkem ngono, lho (Ya sudah, tapi jangan kebanyakan ngomong)," kata Benny menasihati Soedibyo.


"Ya, nggak apa-apa, pokoke saya disalahkan juga nggak apa-apa," kata Soedibyo.


Sumber: HOPS

Penulis blog