DPR Sentil Kemendikbud Yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin! - DEMOCRAZY News
EDUKASI EKBIS

DPR Sentil Kemendikbud Yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin!

DEMOCRAZY.ID
Mei 18, 2024
0 Komentar
Beranda
EDUKASI
EKBIS
DPR Sentil Kemendikbud Yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin!

DPR Sentil Kemendikbud Yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin!


DEMOCRAZY.ID - Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menyentil Sekretaris Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud-Ristek Tjitjik Sri Tjahjani yang menyebut pendidikan tinggi sebagai pendidikan tersier, sehingga tidak wajib.


Menurutnya, pernyataan tersebut kian menebalkan persepsi jika pendidikan tinggi bersifat elitis dan hanya untuk kalangan tertentu saja.


Huda lantas mempertanyakan apakah itu artinya orang miskin dilarang berkuliah, mengingat biaya uang kuliah tunggal (UKT) juga sedang meroket saat ini.


“Kami prihatin dengan pernyataan-pernyataan Prof Tjitjik bahwa perguruan tinggi merupakan pendidikan tersier yang bersifat opsional atau pilihan. Bagi kami pernyataan itu kian menebalkan persepsi jika orang miskin dilarang kuliah. Bahwa kampus itu elit dan hanya untuk mereka yang punya duit untuk bayar UKT," ujar Huda saat dimintai konfirmasi Kompas.com, Jumat (17/5/2024).


Huda menilai, pernyataan bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier sebenarnya benar, tapi kurang tepat, di mana yang menyampaikan adalah pejabat publik yang mengurusi pendidikan tinggi.


Dia menyebut pejabat Kemendikbud itu merespons demikian dalam forum resmi temu media untuk menanggapi protes kenaikan UKT di sejumlah perguruan tinggi negeri.


“Kalau protes kenaikan UKT direspons begini ya tentu sangat menyedihkan,” tuturnya.


Huda mengatakan, pernyataan pendidikan tinggi bersifat tersier oleh pejabat tinggi Kemendikbud bisa dimaknai jika pemerintah lepas tangan terhadap nasib orang-orang yang tidak punya biaya tapi ingin kuliah.


Padahal, di sisi lain, pemerintah gembar-gembor ingin mewujudkan Indonesia Emas 2045 dan memanfaatkan bonus demografi.


“Tapi saat ada keluhan biaya kuliah yang tinggi dari mahasiswa dan masyarakat seolah ingin lepas tangan,” kata Huda.


Wasekjen PKB ini mengungkapkan, kesempatan mengenyam pendidikan tinggi di Indonesia bagi peserta memang relatif rendah.


Berdasarkan data BPS tahun 2023, angka partisipasi kasar Pendidikan Tinggi Indonesia itu masih 31,45 persen.


Angka ini tertinggal dari Malaysia 43 persen, Thailand 49 persen, dan Singapura 91 persen.


“Salah satu kendala faktor pemicu rendahnya angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Indonesia adalah karena persoalan biaya,” jelasnya.


Di sisi lain, anggaran pendidikan di Indonesia setiap tahun relatif cukup besar dengan adanya mandatory spending 20 persen dari APBN.


Tahun ini saja, menurut Huda, ada alokasi APBN sebesar Rp 665 triliun untuk anggaran pendidikan.


“Nah ini ada apa kok sampai ada kenaikan UKT besar-besaran dari perguruan tinggi negeri yang dikeluhkan banyak mahasiswa. Apakah memang ada salah kelola dalam pengelolaan anggaran pendidikan kita atau ada faktor lain," kata Huda.


Sementara itu, Huda menyebut, saat ini Komisi X DPR telah membuat Panitia Kerja (Panja) Biaya Pendidikan untuk menelusuri tata kelola anggaran pendidikan di tanah air.


Sumber: Kompas

Penulis blog