3 Jenderal Sederhana Tak Silau dengan Gemerlap Harta - DEMOCRAZY News
POLITIK

3 Jenderal Sederhana Tak Silau dengan Gemerlap Harta

DEMOCRAZY.ID
Mei 18, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
3 Jenderal Sederhana Tak Silau dengan Gemerlap Harta

3 Jenderal Sederhana Tak Silau dengan Gemerlap Harta


DEMOCRAZY.ID - Dunia militer identik dengan sosok yang tegas, berani dan disiplin. Dari ketiga karakter militer itu, ada tiga jenderal yang juga dikenal hidup sederhana meski memiliki jabatan yang tinggi.


Berikut tiga jenderal yang dikenal hidup sederhana: 


1. Jenderal TNI (Purn) Andi Muhammad Jusuf Amir 


Andi Muhammad Jusuf Amir, lahir di Bone pada 23 Juni 1928, adalah mantan Panglima TNI yang sangat dekat dengan prajuritnya. 


Dia menjabat sebagai Panglima TNI dari 1978 hingga 1983, dan pernah juga menjadi Menteri Perindustrian Dasar, Menteri Perdagangan, serta Menteri Pertahanan dan Keamanan Indonesia. 


Jusuf memiliki banyak pengalaman di medan perang, termasuk dalam operasi Permesta, penumpasan Gerakan 30 September/PKI, dan operasi di Timor Timur.


Jusuf dikenal karena kesederhanaannya, tinggal di rumah sederhana tanpa penjagaan dan menggunakan perabotan lama. Dia meninggal pada 8 September 2004 di Jakarta.


2. Jenderal TNI (Purn) Pramono Edhie Wibowo


Pramono Edhie Wibowo, lahir di Magelang pada 5 Mei 1955, adalah adik ipar dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 


Dia pernah menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat dari 2011 hingga 2013, Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat, dan Komandan Jenderal Kopassus. Pramono dikenal karena kesederhanaannya, tidak banyak menuntut, dan ramah.


Dia adalah putra dari Letjen (Purn) Sarwo Edhie Wibowo, tokoh militer yang berperan penting dalam penumpasan PKI pada 1965. Pramono meninggal pada 13 Juni 2020 di Cianjur.


3. Jenderal Polisi (Purn) Hoegeng Imam Santoso


Hoegeng Imam Santoso, lahir di Pekalongan pada 14 Oktober 1921, adalah Kapolri dari 1968 hingga 1971. 


Dia dikenal karena integritas dan kesederhanaannya. Hoegeng lebih suka dipanggil dengan nama pendeknya karena merasa nama lengkapnya terlalu berat.


Meskipun menduduki jabatan tinggi seperti Sekretaris Kabinet dan Direktur Jenderal Imigrasi, ia tetap hidup sederhana. 


Hoegeng menolak dikawal, tidak mengambil jatah beras, dan tidak mengizinkan istrinya menjadi ketua Bhayangkari.


Melansir Jurnal Pendidikan dan Ilmu Sejarah (2021) bertajuk ‘Jenderal Hoegeng Imam Santoso: Kapolri Jujur, Disiplin dan Sederhana Sebagai Teladan Generasi Muda’, Hoegeng enggan menggunakan nama lengkapnya dan lebih memilih dipanggil Hoegeng. Sebab, nama panjangnya itu ia rasa berat karena idealisnya.


Dikenal sebagai polisi yang jujur dan anti-suap. Bahkan, Putra Hoegeng, Didit, berujar bahwa keluarganya hidup di sebuah rumah yang disewa per bulan.


Hoegeng meninggal pada 14 Juli 2004 di Jakarta dan menjadi teladan bagi masyarakat Indonesia.


Sumber: Okezone

Penulis blog