Guru Besar UI Ungkap Riset Bansos Untungkan Petahana, Ini Analisisnya - DEMOCRAZY News
EKBIS POLITIK

Guru Besar UI Ungkap Riset Bansos Untungkan Petahana, Ini Analisisnya

DEMOCRAZY.ID
April 02, 2024
0 Komentar
Beranda
EKBIS
POLITIK
Guru Besar UI Ungkap Riset Bansos Untungkan Petahana, Ini Analisisnya

Guru Besar UI Ungkap Riset Bansos Untungkan Petahana, Ini Analisisnya


DEMOCRAZY.ID - Kepala Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk menjadi salah satu ahli yang diajukan Tim Hukum Ganjar-Mahfud dalam Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (2/4/2024). 


Dalam paparannya, Hamdi memaparkan efek bantuan sosial terhadap perilaku pemilih dalam pemilihan umum.


"Apakah betul instrumen itu mampu memengaruhi perilaku pemilih kalau kita letakkan dalam konteks suatu negara ada peristiwa pemilihan umum?," katanya.


Menurut Hamdi, banyak studi yang memperlihatkan bansos merupakan instrumen yang lazim dalam sebuah negara. 


Terdapat banyak pertimbangan terkait hal tersebut, misalnya sebagai bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net) hingga upaya menyejahterakan masyarakat.


"Tapi di lain pihak secara politis ini problematik karena tentu yang punya otoritas untuk menyalurkan ini adalah petahana tentunya dan ini tidak dimungkinkan oleh kontestan lain yang tidak dalam posisi petahana," ujar Hamdi.


Dia mengatakan, banyak studi yang memperlihatkan pengaruh bansos terhadap perilaku pemilih. 


Stokes et all menggunakan istilah Clientalism Politics yang berarti instrumen dukungan yang dipakai sedemikian rupa direkayasa untuk memengaruhi pemilih.


"Tentu timing penerima manfaat bisa diarahkan supaya menguntungkan pihak yang memberi itu dalam konteks ini biasanya yang sering distudi adalah petahana atau parpol atau calon yang satu kubu dengan petahana. Itu yang disebut Clientalism Politics," kata Hamdi.


Guru Besar Fakultas Psikologi UI itu menjelaskan, untuk konteks Pemilu 2024 di tanah air, Laboratorium Psikologi Politik UI melakukan meta analisis berupa pengumpulan seluruh literatur terkait topik ini di seluruh dunia. Hasilnya ditemukan 1.815 studi di seluruh dunia dengan keyword "social assistance" dan seterusnya.


Setelah itu, jumlahnya dikerucutkan menjadi 10 artikel. Lalu, bagaimana temuan Laboratorium Psikologi Politik UI?


"Jadi secara umum setelah kami lihat efek rata-rata dari seluruh studi yang kami kumpulkan, efeknya moderat, rata-rata 0,29. Artinya kalau kita berapa banyak variabel yang menentukan pilihan orang, 29% disumbang faktor social assistance," ujar Hamdi.


Dengan demikian, ada 71% orang memilih calon tertentu karena faktor-faktor lain ketokohan, sosiologis, analisis terhadap kemampuan, dan seterusnya. Inilah hasil studi di beberapa negara secara universal.


Hamdi mencontohkan studi kasus di Nigeria yang memperlihatkan suara partai petahana melonjak drastis lantaran 92% pemilih memilih partai itu karena menerima bantuan langsung tunai (BLT). 


Artinya, semakin banyak BLT, maka semakin puas pemilih terhadap petahana karena mereka dinilai positif hingga dianggap seperti santa claus.


Lalu, mengapa politisasi bansos menjadi problematik dalam konteks demokrasi Indonesia hari ini? Pakar Psikologi Politik itu bilang, bansos hanya bisa dikendalikan oleh orang yang memegang otoritas, dalam konteks ini petahana.


"Jadi kalau kita andaikan petahana maju, dalam konteks sekarang orang akan challenge, petahana kan tidak maju? Tapi ada setengah petahana istilah teman saya, jadi anaknya yang maju," kata Hamdi tanpa menyebut sosok itu adalah Gibran Rakabuming Raka, anak Presiden Joko Widodo.


"Tinggal dibangun bagaimana perspektif publik dibentuk setengah petahana juga mewakili petahana. Di situ mekanisme psikologisnya berlangsung. Nah kalau ini berhasil tentu kepuasan terhadap petahana terkonversi kepada kepuasan terhadap setengah petahana yang sedang menjadi kontestasi hari ini. Itu mekanismenya," lanjutnya.


Menurut Hamdi, penggelontoran bansos ini problematik secara psikologis. Namun secara politik etis tidak fair karena yang bisa menggunakan adalah petahana.


"Bahwa yang bisa menggunakan, yang punya otoritas menetapkan kapan bansos ini harus digelontorkan, berapa banyak, mekanismenya seperti apa, waktunya kapan itu tentu yang memegang otoritas, dalam konteks ini petahana," kata Hamdi.


"Itu sebabnya di beberapa tempat, di luar negeri, memang hasilnya cukup konklusif. Ada kontribusi penggelontoran bansos terhadap keterpilihan terhadap petahana yang angkanya cukup moderat. tentu ini bervariasi dari satu tempat ke tempat lain," lanjutnya.


Lebih lanjut, Hamdi mengatakan, dari segi pematangan demokrasi dan perilaku politik pemilih, ini menimbulkan ketergantungan. 


Apalagi politik klientalisme terselubung sehingga sulit dibuktikan secara pidana kecuali sudah berbentuk vote buying dan ada bukti materialnya bisa dibawa ke Bawaslu.


"Dalam konteks tidak ada itu, penggunaan bansos bisa memanipulasi pemilih. Ini yang banyak distudi. Kenapa penggunaan bansos menjadi problematik. Kesimpulan saya bahwa nyata ini memengaruhi pemilih," ujar Hamdi.


Sumber: CNBC

Penulis blog