'Pilpres Usai dengan Damai' - DEMOCRAZY News
CATATAN

'Pilpres Usai dengan Damai'

DEMOCRAZY.ID
Maret 25, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
'Pilpres Usai dengan Damai'
'Pilpres Usai dengan Damai'


'Pilpres Usai dengan Damai'


Pilpres 2024 selesai. Hasilnya sudah diumumkan. Tanpa keributan. Hasil survei LSI Denny JA: 89,8 persen rakyat setuju pemenangnya Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Pun, Prabowo disambut karpet merah oleh lawan politiknya, Surya Paloh.


ADA yang menarik dari hasil survei LSI itu. Yakni, mayoritas masyarakat pemilih paslon nomor urut 1 dan 3 ternyata juga setuju atas kemenangan Prabowo-Gibran. Mereka legawa. Hasil survei itu disampaikan Direktur SIGI LSI Denny JA Ardian Sopa di Jakarta, Jumat, 22 Maret 2024.


Jumlah responden 1.200 orang. Teknik pengumpulan data dengan wawancara tatap muka menggunakan kuesioner. Margin of error sekitar 2,9 persen. Survei dilaksanakan 1 hingga 15 Maret 2024. Saat itu hasil quick count sudah menunjukkan paslon nomor urut 2 menang sangat jauh. Meraih suara sekitar 60 persen.


Maka, pertanyaan survei terhadap responden adalah seandainya Komisi Pemilihan Umum (KPU) nantinya mengumumkan Prabowo-Gibran sebagai pemenang, apakah Anda setuju? Hasilnya seperti di atas itu. Jumlah yang tidak setuju 9,3 persen. Sisanya menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.


Menariknya, 90,5 persen pemilih Ganjar Pranowo-Mahfud MD juga menjawab setuju seandainya KPU mengumumkan Prabowo-Gibran sebagai pemenang.


Sebanyak 79,9 persen responden yang saat pilpres mencoblos pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar juga menjawab setuju seandainya KPU mengumumkan Prabowo-Gibran sebagai pemenang.


Berdasar data itu, tergambar bahwa ketika hasil quick count menunjukkan Prabowo-Gibran menang, masyarakat pemilih paslon nomor urut 1 dan 3 sudah legawa, sejak survei berlangsung mulai 1 Maret 2024. Sudah selesai. Sudah damai.


Lalu, mengapa terjadi keributan menjelang dan saat KPU mengumumkan pemenang pilpres? Mengapa ada demo besar-besaran di Jakarta dari siang sampai malam, bahkan berakhir dini hari sesaat setelah KPU mengumumkan hasil pemenang pilpres pada Rabu, 20 Maret 2024? Seolah-olah bakal chaos?


Pasti masyarakat sudah paham, banyak demo bayaran. Apalagi, demo sampai menginap begitu. Pertanyaannya, siapa yang mengerahkan dan membayar para pendemo itu? Masyarakat juga sudah paham.


Lawan politik Prabowo-Gibran, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh yang mengusung paslon Anies-Muhaimin, paling cepat bereaksi. Sehari setelah pengmuman KPU, Paloh langsung mengucapkan selamat kemenangan kepada Prabowo-Gibran. Meski begitu, Anies-Muhaimin masih meributkan dugaan kecurangan pilpres. Bahkan, Paloh mengundang Prabowo ke Nasdem Tower.


Prabowo benar-benar datang ke Nasdem Tower pada Jumat tengah hari, 22 Maret 2024. Prabowo disambut karpet merah, tergelar dari teras depan sampai lobi gedung. Prabowo disambut Paloh dengan wajah riang. Mereka berangkulan, cipika-cipiki.


Paloh, di hadapan wartawan, memuji kemenangan Prabowo. Ia mengatakan, ”Sahabat saya ini sudah jadi presiden RI. Salut.”


Prabowo-Paloh lalu ngobrol akrab di dalam Nasdem Tower. Akhirnya, Paloh mengantarkan ke depan saat Prabowo pulang sekitar pukul 13.31 WIB.


Beberapa jam kemudian, menjelang magrib, Anies datang ke Nasdem Tower juga. Ia mengenakan baju putih lengan panjang dan peci hitam. Sama dengan yang dikenakan Prabowo saat datang ke sana sebelumnya. Uniknya, Anies tidak masuk lewat pintu depan yang ada karpet merahnya. Ia masuk lewat pintu samping. 


Ternyata kedatangan Anies tidak disambut Paloh, tetapi ditemui Ketua DPP Partai Nasdem Sugeng Suprawoto. Anies disapa wartawan. Ia tidak bicara sama sekali. Dibandingkan dengan tamu Nasdem sebelumnya (Prabowo), kedatangan Anies terasa garing banget. Tanpa kemeriahan. Padahal, Anies usungan Nasdem.


Muncul dugaan macam-macam atas situasi kedatangan Anies ke Nasdem Tower yang kering sepi itu. Kuat dugaan, Nasdem bakal merapat ke pemerintahan Prabowo-Gibran. Sebaliknya, Anies masih mendongkol lantaran kalah pilpres dengan mengobarkan isu kecurangan pemilu.


Sehari sebelumnya, Anies menyatakan pihaknya akan menggugat sengketa pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tuntutannya: pilpres harus diulang dan Gibran dilarang ikut jadi cawapres. 


Mana mungkin gugatan begitu? Seumpama itu dikabulkan MK, Indonesia bisa rusuh total. Habis-habisan. Merujuk pada hasil survei LSI Denny JA di atas.


Lalu, bagaimana dengan isu hak angket dugaan kecurangan pemilu yang getol digaungkan Ganjar Pranowo? Ternyata juga pudar.


Waketum Gerindra Habiburokhman kepada wartawan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat, 22 Maret 2024, mengatakan bahwa dirinya memastikan bahwa isu hak angket sudah pudar. Sudah tak diperjuangkan anggota DPR lagi.


Habiburokhman: ”Saya sudah cek. Kalau Anda mau cek, coba deh… Misalnya, random ngobrol dengan teman-teman anggota DPR, sebagian besar, sekitar 70 persen, sudah move on, sudah tidak mikir hak angket lagi.”


Dilanjut: ”Teman-teman anggota DPR mengatakan, ’Sudahlah…. Pemilu mau apa lagi? Angket-angket… kita sudah capek.’ Begitulah bahasa teman-teman DPR sekarang.”


Soal hak angket, pihak PDIP sampai Kamis, 21 Maret 2024, ternyata masih wait and see. Hal itu terungkap dari pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kepada wartawan Kamis, begini:


”Yang disampaikan Pak Ganjar Pranowo dan Prof Mahfud MD soal hak angket, betul. Tapi, kita juga melihat momentumnya. Karena kesadaran di dalam menyelamatkan konstitusi, menjaga konstitusi, menjaga nilai-nilai demokrasi yang berkedaulatan rakyat, menjaga supremasi hukum itu sangat penting.”


Dari pernyataan Hasto itu tampak, tidak secara tegas memperjuangkan hak angket. Sebab, ada kata ”melihat momentum”. Mungkin tepatnya menunggu momentum yang tepat. 


Dengan perkembangan sangat cepat, bahwa esoknya, Jumat, 22 Maret 2024, Habiburokhman mengatakan begitu, momentum yang dimaksud Hasto sudah makin pudar. 


Kalau isu hak angket memudar, pengusung utama isu itu, Ganjar Pranowo, pasti lemas. Sebab, isu hak angket tinggallah isu. Tidak akan jadi kenyataan. Maka, nasib Ganjar jadi mirip dengan Anies.


Hasil suatu kompetisi cuma dua: pemenang dan yang kalah. Dalam masyarakat beradab, pemenang merangkul yang kalah. Sebaliknya, yang kalah mengakui secara gentleman terhadap pemenang (seperti Surya Paloh). Kalah memang menyedihkan, tapi masak hasil kompetisi dinyatakan batal?


Kalau kompetisi bola atau pertandingan tinju, bisa ada revans. Pada pertandingan berikutnya di lain waktu. Tapi, pemilihan presiden suatu negara tidak pernah dibatalkan. Meski, ada dugaan kecurangan. Seandainya dibatalkan, bisa dibayangkan kacaunya. Perpecahan masyarakat. Berdarah-darah. Demi apa? Atau, demi siapa?


Yang bisa dilakukan, seperti pertandingan tinju: revans. Peserta yang kalah maju lagi di Pilpres 2029 kelak. Ngapain repot-repot mengulang pemilu?


Sumber: HarianDisway

Penulis blog