Survei Asing Prediksi Hasil Pilpres RI, Pemilu 1 atau 2 Putaran? - DEMOCRAZY News
POLITIK

Survei Asing Prediksi Hasil Pilpres RI, Pemilu 1 atau 2 Putaran?

DEMOCRAZY.ID
Februari 13, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Survei Asing Prediksi Hasil Pilpres RI, Pemilu 1 atau 2 Putaran?

Survei Asing Prediksi Hasil Pilpres RI, Pemilu 1 atau 2 Putaran?


DEMOCRAZY.ID - Lembaga survei asing memprediksi pemilihan presiden (pilpres) RI. 


Namun bukan siapa yang menang pemilu di antara calon presiden (capres) Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.


Survei tersebut terkait berapa putaran pilpres berlangsung. Roy Morgan memuat bagaimana pilpres RI akan berlangsung dua putaran.


Lembaga Australia itu memaparkan tidak ada yang akan mencapai angka 50%. Prabowo, yang dalam survei unggul, hanya memperoleh 46% suara.


"Untuk memenangkan pemilu putaran pertama seorang calon presiden harus memperoleh lebih dari 50% suara pada putaran pertama, dengan minimal 20 persen di separuh seluruh provinsi," kata direktur Roy Morgan Indonesia Ira Sukirman, dimuat dalam pernyataan persnya dikutip Selasa (13/2/2024).


"Lonjakan suara yang diraih Prabowo selama beberapa bulan terakhir berarti ia sudah semakin dekat untuk meraih kemenangan pada putaran pertama," tambahnya.


Calon lain seperti Anies Baswedan memperoleh 31% suara dan disebut diunggulkan untuk lolos ke posisi kedua, juga putaran kedua jika Prabowo gagal mencapai mayoritas. Sementara Ganjar Pranowo sebesar 23%.


Terdapat 4% pemilih di Indonesia yang tidak dapat memilih kandidat mana pun. Beberapa mengatakan tidak akan memilih dalam pilpres tahun ini.


Pilpres sendiri akan dilaksanakan Rabu, 14 Februari. Sabtu lalu, adalah masa terakhir kampanye, di mana RI memasuki masa tenang.


Media Asing Sorot Prabowo-Ganjar-Anies di Pilpres, Sebut Ini


Media asal Singapura, Channel News Asia (CNA), menyoroti ini. Di mana artikel analisis dibuat berjudul "Analysis: Indonesia set to see first 3-way presidential race since 2009 that risks splitting society".


Dipaparkan bagaimana memiliki lebih dari dua pasangan kandidat membuat pemilih memiliki lebih banyak pilihan. 


Namun, sangat tidak mungkin pasangan calon dapat menang hanya dalam satu putaran, mengingat tidak ada seorang pun yang menjadi petahana dan peringkat popularitas para kandidat saat ini berkisar antara 20 hingga 36%.


"Di dalam aturan pemilu Indonesia, jika tidak ada satupun yang memperoleh suara lebih dari 50% plus satu, maka dua pasangan yang memperoleh suara terbanyak akan mengikuti pemungutan suara putaran kedua," tulisnya.


"Karena tidak ada jajak pendapat yang menunjukkan peringkat popularitas pasangan tersebut lebih dari 50%, Indonesia kemungkinan akan melakukan pemungutan suara pada putaran kedua pada tanggal 26 Juni tahun depan," tambahnya.


"Menurut jajak pendapat Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tanggal 22 Oktober, Prabowo dan Gibran memimpin dengan perolehan 35,9%. Ini diikuti oleh Ganjar dan Mahfud dengan 26,1%. Di posisi ketiga ada Anies dan Cak Imin yang rating popularitasnya 19,6%," ujarnya CNA lagi.


Media tersebut juga mencantumkan opini sejumlah pengamat. Di antaranya risiko-risiko yang muncul dari pilpres.


Salah satunya, resiko pemuka agama akan lebih banyak tereksploitasi karena jumlah pengikutnya yang banyak. 


Ini setidaknya dimuat CNA merujuk pendapat dosen hukum pemilu Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini.


"Jika ada tiga kandidat, akan lebih banyak orang yang ingin mendapatkan dukungan dari para pemimpin tersebut. Para kandidat akan berusaha semaksimal mungkin untuk memenangkan mereka," kata Titi sebagaimana dilaporkan kantor berita itu.


Meski undang-undang pemilu melarang tempat ibadah digunakan untuk kampanye, ada area abu-abu. Di mana Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) akan kesulitan menentukan pelanggarannya.


"Karena, misalnya, tidak ada larangan mengunjungi pesantren, dan kita semua tahu pihak berwenang tidak punya banyak akses ke pesantren," tambah Titi.


Pesantren merupakan tempat banyak pemuka agama menghabiskan waktunya. Mereka dihormati oleh para pelajar yang kemungkinan besar akan menjadi pemilih pemula. Apapun yang dikatakan pemimpin, kemungkinan besar siswa akan mengikuti.


"Jadi kalau ada tokoh agama yang mendukung calon tertentu, maka siswa bisa memilih orang yang sama," muat CNA mengutipnya lagi.


Identitas politik juga akan digunakan semaksimal mungkin untuk mendulang suara. Akibatnya, kemungkinan besar masyarakat akan menjadi lebih terpolarisasi dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya pada tahun 2019, di mana Islam digunakan sebagai alat kampanye meskipun baik Jokowi maupun Prabowo beragama Islam.


"Kaum nasionalis akan menampilkan dirinya sebagai orang yang religius, sedangkan kaum Islamis akan menonjolkan nasionalismenya tanpa meninggalkan identitas keislamannya," kutip CNA lagi memuat pendapat Titi.


Sumber: CNBC

Penulis blog