Film 'Dirty Vote' dan 'Yang (Tak Pernah) Hilang' Beredar di Masa Tenang Pemilu, Guru Besar Fisip Unair: Tujuannya Berbeda - DEMOCRAZY News
POLITIK

Film 'Dirty Vote' dan 'Yang (Tak Pernah) Hilang' Beredar di Masa Tenang Pemilu, Guru Besar Fisip Unair: Tujuannya Berbeda

DEMOCRAZY.ID
Februari 13, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Film 'Dirty Vote' dan 'Yang (Tak Pernah) Hilang' Beredar di Masa Tenang Pemilu, Guru Besar Fisip Unair: Tujuannya Berbeda

Film 'Dirty Vote' dan 'Yang (Tak Pernah) Hilang' Beredar di Masa Tenang Pemilu, Guru Besar Fisip Unair: Tujuannya Berbeda


DEMOCRAZY.ID - Dua buah film dokumenter diluncurkan menjelang pemungutan suara pemilihan umum 14 Februari 2024, yakni Dirty Vote serta Yang (Tak Pernah) Hilang. 


Dirty Vote yang dapat disaksikan melalui kanal YouTube, merupakan analisis dugaan praktek kecurangan untuk memenangkan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, maupun Ganjar Pranowo dan Mahfud Md.


Penganalisa  dugaan tindak kecurangan itu ialah pakar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari, pakar hukum tata negara pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Bivitri Susanti, dan pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar.


Namun ketiganya lebih banyak menyoroti cawe-cawe Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai secara sistematis menggerakkan sumber-sumber kewenangannya untuk memenangkan Prabowo-Gibran. 


Misalnya melalui pembagian bantuan sosial kepada masyarakat, pengerahan aparat negara, dan sikap ketidaknetralan yang ditunjukkan secara terang-terangan.


Adapun Yang (Tak Pernah Hilang) merupakan film dokumenter tentang penculikan oleh aparat  pada Herman Hendrawan dan Petrus Bima Anugerah alias Bimo Petrus pada Maret 1998. 


Film ini diproduksi oleh komunitas #KawanHermanBimo. Dua mahasiswa prodemokrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Airlangga Surabaya itu sampai sekarang tidak jelas keberadaanya.


Dua anggota Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) dan Partai Rakyat Demokratik (PRD) itu diculik aparat bersenjata dan diduga telah dihabisi karena memperjuangkan reformasi. 


Yang (Tak Pernah Hilang) diluncurkan secara terbatas di Ruang Adi Sukadana Fisip Unair pada Rabu, 7 Februari 2024.


Guru besar Fisip Unair Hotman Siahaan melihat, dua film dokumenter itu diluncurkan dengan tujuan berbeda. 


Dirty Vote, menurut Hotman, bertujuan untuk mengingatkan masyarakat atas upaya-upaya yang mungkin bisa mencurangi pemilu.


“Bahwa ternyata ada rekayasa-rekayasa tertentu dari kekuasaan untuk memenangkan calon tertentu. Kan itu inti film yang dibuat tiga ahli hukum tata negara tersebut,” kata Hotman saat dihubungi, Senin, 12 Februari 2024.


Hotman menilai peluncuran Dirty Vote di minggu tenang kampanye mempunyai kesan politik kuat. Hanya saja untuk kepentingan siapa film itu dibuat, Hotman tidak tahu. 


Namun Hotman menangkap maksud dari Dirty Vote untuk mengingatkan masyarakat agar bila memilih calon pemimpin pilihlah yang benar.


“Karena di film itu kan dikatakan ketiga-tiganya (pasangan calon) melakukan kecurangan terselubung, Tapi paling banyak yang dilakukan kekuasaan to,” tutur Hotman.


Adapun Yang (Tak Pernah Hilang) Hotman tahu persis bahwa tujuannya untuk mengingatkan sejarah kepada mahasiswa-mahasiswa Fisip dan mahasiswa Unair yang muda-muda secara keseluruhan bahwa di kampusnya dulu pernah ada dua mahasiswa yang hilang karena diculik aparat keamanan.


“Tujuan utamanya mengingatkan sejarah pada mahasiswa-mahasiswa Unair era sekarang ini yang tidak paham sejarah, dan dosennya tidak pernah memberi tahu,” kata Hotman.


Hotman berujar Yang (Tak Pernah Hilang) tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi kondisi politik. 


Namun karena film tersebut rampung dibuat bersamaan dengan masa kampanye pasangan capres-cawapres, maka terkesan politis.


“Mestinya film ini selesai enam bulan lalu, tapi tersendat-sendat karena berbagai kendala. Mulai dari Covid-19 sampai sutradaranya (Hari Nugroho) meninggal. Film ini tujuan awalnya untuk internal mahasiswa Fisip dan Unair keseluruhan,” kata Hotman.


Produser Yang (Tak Pernah) Hilang, Dandik Katjasungkana, membenarkan pembuatan film yang dimulai sejak 2019 itu sempat terhenti karena Covid-19. 


Selain terganggu pandemi, proses produksi juga tersendat karena penggagas film tersebut, Hari Nugroho, meninggal dunia pada 2020 lantaran hipertensi. Ia membantah peluncuran film tersebut untuk mempengaruhi kondisi politik menjelang pencoblosan.


“Tidak, karena kami memutar film ini dengan audience yang terbatas dan terseleksi. Kami sebisa mungkin menghindari salah satu calon presiden, sehingga jangan sampai isu besar kemanusiaan soal penghilangan paksa yang kami angkat dalam film ini akhirnya dianggap recehan,” ujar koordinator Ikatan Keluarga Orang Hilang (Ikohi) Jawa Timur itu.


Ihwal mengapa soft launching itu bersamaan dengan momentum pemilu, menurut alumi Fisip Unair 1991 ini karena sebagai bentuk pertanggung jawaban mereka kepada publik. Sebab, kata dia, #KawanHermanBimo sudah lama berproses membuat film dokumenter itu.


“Prosesnya terbuka, kami umumkan ke publik dengan harapan mendapatkan umpan balik, simpati, dukungan moril maupun materiil. Sehingga kalau soft launching film ini kami tunda-tunda lagi, tidak bagus juga bagi pertanggungjawaban pada publik,” kata Dandik.


Dosen Fisip Unair Airlangga Pribadi menilai film Yang (Tak Pernah) Hilang sangat bagus karena membongkar stigma dan hegemoni yang dipertontonkan elite politik maupun penguasa sejak era Soeharto hingga sekarang bahwa kalangan mahasiswa prodemokrasi yang berani mengguat kekuasaan sering dicitrakan sebagai kriminal.


"Ternyata kita bisa melihat di sini bahwa mereka yang berjuang ternyata adalah orang-orang yang mencintai negaranya, mereka memiliki wawasan serta visi mendalam tentang demokrasi. Mereka mengorbankan semuanya untuk perubahan keadilan di Republik ini,” kata Airlangga.


Sumber: Tempo

Penulis blog