Fakta-Fakta Putusan DKPP Soal Pelanggaran Etik Oleh Ketua KPU dan Komisioner KPU - DEMOCRAZY News
HUKUM POLITIK

Fakta-Fakta Putusan DKPP Soal Pelanggaran Etik Oleh Ketua KPU dan Komisioner KPU

DEMOCRAZY.ID
Februari 06, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Fakta-Fakta Putusan DKPP Soal Pelanggaran Etik Oleh Ketua KPU dan Komisioner KPU

Fakta-Fakta Putusan DKPP Soal Pelanggaran Etik Oleh Ketua KPU dan Komisioner KPU


DEMOCRAZY.ID - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu disingkat DKPP memutuskan Ketua Komisi Pemilihan Umum atau Ketua KPU Hasyim Asy'ari melanggar etik dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka yang didaftarkan sebagai calon wakil presiden dan mengikuti tahapan pemilu.


"(Para teradu) terbukti melakukan pelanggaran kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilu," kata majelis hakim, yang dipimpin Ketua DKPP Heddy Lugito yang disiarkan dalan YouTube DKKP, Senin, 5 Februari 2024.


Hasyim dan anggota KPU lainnya Betty Epsilon Idroos, Mochammad Affifudin, Persadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz, diadukan oleh Demas Brian Wicaksono dengan perkara Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).


Respons Ketua KPU


Ketua Komisi Pemilihan Umum, Hasyim Asy’ari, tidak banyak merespons ketika diminta tanggapannya mengenai keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menegaskan bahwa dirinya telah melanggar etika dengan menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden dalam Pemilu 2024. Keputusan tersebut diumumkan dalam sidang pembacaan putusan DKPP pada Senin, 5 Februari 2024.


“Aku sudah komentar tadi, sewaktu habis RDP (Rapat Dengar Pendapat). Kan sudah muncul. Enggak mau aku,” kata dia saat ditemui usai konferensi pers tentang pemilu di luar negeri yang diadakan di Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat pada Senin, 5 Februari 2024.


Ketika diminta tanggapan soal integritas KPU yang dipertanyakan usai putusan DKPP, Hasyim menolak untuk berkomentar lebih lanjut. Lalu ia berkata, “Yang penting kerja, kerja, kerja terus.”


Sebelumnya, setelah menghadiri RDP dengan Komisi II DPR RI, Ketua KPU juga tidak memberikan banyak komentar.


“Saya tidak akan mengomentari putusan DKPP. Ketika dipanggil sidang kita sudah hadir memberikan jawaban, memberikan keterangan,” kata Hasyim kepada wartawan setelah selesai RDP di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.


Respons Gibran terkait Putusan DKPP


Berkaitan dengan putusan DKPP, Gibran super irit alias enggan berkomentar banyak.


"Tadi kan sudah saya jawab," ujar dia saat ditemui di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin, 5 Februari 2024.


Ketika ditanyakan kembali perihal responsnya setelah mengetahui putusan itu, Gibran mengatakan akan menindaklanjutinya. "Ya nanti kami tindak lanjuti," kata Gibran.

 

Bagiamana Bawaslu Menanggapi Putusan DKPP?


Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, menyatakan bahwa putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengenai pelanggaran etik oleh Ketua KPU Hasyim Asy'ari tidak berhubungan dengan status Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.


"Putusan mengenai etika berkaitan dengan profesionalisme pribadi Hasyim. Itu saja. Tidak ada keterkaitan dengan cawapres itu. Ya, bukan hal yang terkait," katanya saat diwawancarai di Kantor Bawaslu, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa, 6 Februari 2024.


Bagja menekankan bahwa Bawaslu akan tetap memastikan etika dan profesionalisme penyelenggara Pemilu agar tidak terjadi pelanggaran etika seperti yang dialami Hasyim.


"DKPP memiliki wewenang untuk memberhentikan, kami dapat diberhentikan oleh DKPP," ujarnya.


Meskipun Bawaslu menghormati keputusan DKPP terkait pelanggaran etik yang melibatkan Hasyim, Bagja menyatakan bahwa Bawaslu tidak memiliki kewenangan lain terhadap KPU.


Kata Pakar Hukum Tata Negara


Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, mengajak masyarakat sipil untuk melaksanakan KUDETA konstitusional melalui proses Pemilu 2024. 


Pernyataan tersebut merespons putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan Ketua dan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersalah karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden dari pasangan Prabowo Subianto, yang kini menjadi calon nomor urut 02.


"Pemilu adalah proses demokratis yang memungkinkan perubahan konstitusi. Pada tanggal 14 Februari mendatang, masyarakat dapat mengubah pemerintahan yang tidak diinginkan melalui bilik suara. Saatnya demokrasi kembali kepada pemiliknya, yaitu masyarakat sipil. Hal ini berarti kita harus bertindak," ungkap Zainal saat menjadi pembicara dalam diskusi Mimbar Demokrasi dengan topik "Kajian Hukum Politik Dinasti dan Calon-Calon Presiden Jokowi dalam Pilpres 2024" yang diselenggarakan secara hibrid oleh Forum Cik Ditiro di Kampus UII Yogyakarta, pada hari Senin, 5 Februari 2024.


Gerakan ini dilakukan karena dianggap putusan DKPP terlalu lambat. Seharusnya, putusan tersebut dapat diberikan sebelum surat suara dicetak, tetapi pada saat ini, sudah tidak mungkin lagi mengganti pasangan calon. 


Sementara itu, tidak ada ketentuan dalam Undang-Undang Pemilu yang mengatasi masalah ini, demikian pula dengan Putusan DKPP.


"Sebaliknya, menghilangkan atau menunda Pemilu berdasarkan alasan ini bisa berbahaya. Ini dapat memperpanjang masa jabatan Jokowi," tambah Zainal.


Upaya lainnya adalah melibatkan publik secara langsung melalui platform-platform untuk mengawasi Pemilu agar terhindar dari kecurangan. Misalnya, melalui situs seperti kecuranganpemilu.com, platform jaga suara, dan sebagainya.


"Kita harus mendorong seluruh masyarakat Indonesia untuk menggunakan platform-platform tersebut," lanjut Zainal.


Selanjutnya adalah mendorong kesadaran masyarakat sipil untuk menciptakan oposisi yang kuat terhadap penguasa.


"Ini adalah hal yang telah terpinggirkan dari kita. Oposisi telah hilang atau dihancurkan. Diamankan atau dimanipulasi. Ini menjadi penyebab mengapa kita memiliki Presiden seperti Jokowi, karena kita dihadapkan pada otoritarianisme," papar Zainal.


Sumber: Tempo

Penulis blog