3 Pakar Hukum Bongkar Kejanggalan Putusan 90 MK di Film Dirty Vote - DEMOCRAZY News
HUKUM POLITIK

3 Pakar Hukum Bongkar Kejanggalan Putusan 90 MK di Film Dirty Vote

DEMOCRAZY.ID
Februari 13, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
3 Pakar Hukum Bongkar Kejanggalan Putusan 90 MK di Film Dirty Vote

3 Pakar Hukum Bongkar Kejanggalan Putusan 90 MK di Film Dirty Vote


DEMOCRAZY.ID - Film Dirty Vote kini sedang jadi perbincangan. Dokumenter itu memaparkan sejumlah dugaan kecurangan dalam proses Pemilu 2024.


Terlebih, dipaparkan melalui analisis tiga orang pakar hukum tata negara: Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar.


Salah satu yang dibedah ketiganya ialah mengenai putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah syarat capres-cawapres. 


Putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membuat putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming, bisa maju sebagai cawapres.


Ketiga pakar tata negara itu memaparkan dugaan kejanggalan putusan itu. Mereka merunutnya dari awal muncul gugatan. Berikut kronologinya dikutip dari penjelasan dalam film:


9 Maret 2023

PSI mengajukan gugatan ke MK. Meminta syarat usia minimal capres-cawapres turun dari 40 menjadi 35.


2 Mei 2023

Partai Garuda juga mengajukan gugatan yang mirip ke MK. Meminta penambahan frasa ‘berpengalaman sebagai penyelenggara negara’ sebagai syarat capres-cawapres.


5 Mei 2023

Lima kepala daerah mengajukan gugatan pula ke MK Sama seperti petitum Partai Garuda, meminta penambahan syarat ‘berpengalaman sebagai penyelenggara negara’.


3 Agustus 2023

Seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru juga mengajukan gugatan. Ia meminta penambahan frasa ‘berpengalaman sebagai kepala daerah’ sebagai syarat capres-cawapres.


29 Agustus 2023

Sidang terakhir permohonan PSI, Partai Garuda, dan 5 kepala daerah.


Bivitri ingat betul sidang terakhir itu. Saat itu, dia hadir sebagai ahli dalam persidangan. Dari dialog dalam sidang, Bivitri menilai sikap Hakim MK condong untuk menolak gugatan 3 permohonan itu.


“Sebenarnya terbaca bahwa hakim-hakim punya indikasi akan menolak tiga permohonan ini. Karena mereka melihat, dan ini baik secara umum, bahwa masalah syarat kepala daerah itu bukan wewenang Mahkamah Konstitusi. Melainkan memang wewenang pembentuk undang-undang,” papar Bivitri.


5 September 2023

MK menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan permohonan Almas.


12 September 2023

Almas memperbaiki permohonannya. Ada penambahan dalam petitumnya, yakni meminta penambahan frasa ‘berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota’ sebagai syarat capres-cawapres.


19 September 2023

Rapat Permusyawatan Hakim (RPH) I digelar MK untuk gelombang pertama gugatan yakni PSI, Partai Garuda, dan 5 kepala daerah. MK menolak tiga gugatan itu.


Anwar Usman, Ketua MK yang saat itu menjabat sekaligus Paman Gibran, tidak ikut RPH. Sempat disebutkan dia tidak ikut RPH karena alasan menghindari konflik kepentingan hingga sedang sakit.


21 September 2023

RPH I untuk permohonan Almas. Kali ini Anwar Usman ikut.


“Entah Apakah dia sudah merasa konflik kepentingannya sudah tidak ada atau sakitnya sudah hilang,” kata Zainal Arifin Mochtar.


29 September 2023

Almas mencabut gugatan.


30 September 2023

Almas kembali memasukkan gugatan.


“Padahal itu hari Sabtu, hari libur, dan Ketua Mahkamah Konstitusi berkantor serta meminta panitera untuk masuk kerja,” kata Feri Amsari.


Feri juga menyebut tidak ada penetapan yang dikeluarkan MK atas pencabutan itu dalam sidang penetapan pencabutan perkara. Yang terjadi, hanya sidang konfirmasi.


3 Oktober 2023

MK menggelar sidang konfirmasi permohonan pencabutan. Almas mengaku tidak berniat mencabut gugatan, yang mencabut ialah kuasa hukumnya. Permohonan Almas tetap berlanjut.


“[Sidang konfirmasi permohonan] Tidak ada dalam hukum acara MK,” ujar Feri Amsari.


5 Oktober 2023

RPH 2 untuk permohonan Almas kembali digelar MK. Anwar Usman tetap ikut.


9 Oktober 2023.

MK kembali menggelar RPH 3 untuk permohonan Almas.


Uceng menyoroti RPH yang digelar hingga tiga kali itu. Sebab menurut dia, biasa hal tersebut menyangkut permohonan yang njelimet. Atau barangkali pemohon bisa membawa pembuktian luar biasa.


Namun, ia tak yakin dengan hal tersebut ada di permohonan Almas. Sebab, bukti yang diajukan Almas saja hanya KTP, fotocopy UU Nomor 7 Tahun 2017, dan dokumen Undang-Undang Dasar.


“Dan enggak ada sidang ya Bang Uceng. Jadi enggak ada saksi, enggak ada ahli,” timpal Bivitri Susanti.


“Tidak ada sidang jadi tidak tidak pernah dibuka sidang yang ada adalah Hakim sibuk memperdebatkan permohonan Almas saja tapi tidak pernah membuka itu ke publik. Dan itu dilakukan berulang kali,” jawab Uceng.


“Karena sidang substansi sudah selesai ya. Iya di tanggal 29 Agustus,” ujar Feri Amsari.


16 Oktober 2023

MK membacakan putusan. Gugatan PSI, Partai Garuda, dan lima kepala daerah ditolak. Sementara gugatan Almas diterima. Syarat capres-cawapres berubah.


Zainal Arifin Mochtar menyebut bahwa beberapa hari sebelum putusan, sudah banyak beredar bocoran. Termasuk yang disampaikan Bambang Pacul dalam sebuah podcast.


Putusan Janggal MK


Zainal Arifin Mochtar alias Uceng membeberkan permohnan PSI ditolak karena MK berpendapat bahwa objek gugatan merupakan open legal policy yang merupakan ranah DPR dan Pemerintah.


Untuk gugatan Partai Garuda dan lima kepala daerah, ditolak karena MK menilai frasa ‘penyelenggaraan negara’ yang diminta untuk menjadi syarat capres-cawapres terlalu luas.


Menurut Uceng, ada satu hakim yang konsisten menolak yakni Hakim Suhartoyo. Namun, ada pula hakim yang konsisten mengabulkan, yakni Hakim Guntur Hamzah.


Belakangan, setelah 3 permohonan awal ditolak, MK balik mengabulkan gugatan Almas. MK menambahkan frasa ‘pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah’ sebagai syarat capres-cawapres.


Salah satu yang disoroti ketiga ahli hukum tata negara itu ialah adanya penambahan frasa oleh MK.


Dalam gugatannya, Almas hanya meminta petitum dengan frasa ‘pernah menjabat…’.


MK kemudian menambahkan frasa ‘pernah atau sedang….’.


“Muncul kata sedang itu ya,” ujar Feri Amsari.


“Ternyata waktu dikabulkan amar putusannya berubah menjadi pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu,” timpal Bivitri Susanti.


“Ini pun sebenarnya agak aneh ya kalau dilihat dari praktik Mahkamah Konstitusi harusnya dia sedikit banyak agak terikat dengan permohonan,” sambung Uceng.


“Tapi ketika dia berbeda dari permohonan itu kan secara teori ketatanegaraan biasa perdebatannya banyak misalnya soal Ultra petita dan lain-lain sebagainya,” imbuhnya.


Dikutip dari putusan, MK merujuk petitum Almas yang berbunyi ‘Jika Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) berpendapat lain, mohon putusan yang seadil- adilnya (ex aequo et bono)’.


Berbekal putusan MK itu, pada 25 Oktober 2023, pasangan Prabowo-Gibran mendaftar ke KPU.


Sumber: Kumparan

Penulis blog