Ekonom Kompak! 1 Putaran Pilpres Lebih Baik untuk Ekonomi RI, Tapi... - DEMOCRAZY News
EKBIS POLITIK

Ekonom Kompak! 1 Putaran Pilpres Lebih Baik untuk Ekonomi RI, Tapi...

DEMOCRAZY.ID
Januari 31, 2024
0 Komentar
Beranda
EKBIS
POLITIK
Ekonom Kompak! 1 Putaran Pilpres Lebih Baik untuk Ekonomi RI, Tapi...

Ekonom Kompak! 1 Putaran Pilpres Lebih Baik untuk Ekonomi RI, Tapi...


DEMOCRAZY.ID - Kalangan ekonom sepakat bahwa pemilihan presiden atau pilpres 2024 satu putaran akan lebih memberikan kepastian ekonomi dan efisien bagi keuangan negara ketimbang dua putaran.


Namun, mereka mengingatkan satu putaran itu harus dilaksanakan secara demokratis, transparan, dan berjalan dengan jujur serta adil sesuai aspirasi masyarakat Indonesia.


Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin mengatakan, pemilu atau pilpres satu putaran sebetulnya sudah berlangsung di berbagai negara, meski calonnya lebih dari dua pasang, seperti di Taiwan.


"Jadi buat keuangan negara tentu kepastiannya lebih tinggi, efisiensi lebih tinggi kalau satu putaran, makanya saya kira di kemudian hari Indonesia butuh itu," ucap Eddy kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (31/1/2024).


Eddy mengatakan, sistem batasan perolehan suara harus di atas 50% memang sebetulnya bisa lebih memberikan legitimasi bagi presiden dan wakil presiden terpilih. Namun, biaya politiknya lebih besar jika harus sampai dua putaran.


"Tapi kalau dua putaran yang juga berjalan dengan demokratis, sesuai aspirasi, tidak ada konflik fisik, saya kira juga tidak masalah," tutur Eddy.


Ekonom dari Universitas Diponegoro (Undip) Wahyu Widodo menjelaskan, sebetulnya pilpres 2 putaran ongkos ekonomi dan politiknya lebih besar karena kecenderungan pelaku pasar atau investor butuh kepastian dalam menjalankan bisnis maupun menetapkan rencana investasinya.


"Kalau saya, kalau bisa satu putaran lebih baik, karena ongkosnya terlalu mahal untuk dua putaran. Secara ketidakpastian lebih tinggi, dan kemudian gimmick politiknya itu berat akan menimbulkan ketidakpastian yang semakin tinggi," tegasnya.


Wahyu mencontohkan, isu mundurnya sejumlah menteri dari Kabinet Indonesia Maju saja telah membuat pelaku pasar keuangan bereaksi. 


Di antaranya nilai tukar rupiah pekan lalu sudah tertekan ke level 15.600 dan terendah Rp 15.845 per dolar AS.


imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) acuan tenor 10 tahun juga meningkat 5,1 basis poin menjadi 6,674%, dari sebelumnya pada perdagangan dua pekan lalu yang di level 6,623%. Imbal hasil yang naik menandai harga SBN yang jatuh karena investor menjual SBN.


Tak terkecuali aliran modal asing yang sepekan lalu terus keluar dari pasar keuangan domestik. Bank Indonesia (BI) merilis data transaksi 22 - 25 Januari 2024, investor asing di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp3,2 triliun.


"Kalau ada ketidakpastian maka responsnya pasti akan ada capital flight dalam jangka pendek. Maka kalau ada capital flight orang berarti melepas rupiah kan, sehingga fluktuasi rupiah paling tidak kelihatan melemah," tegasnya.


Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky juga sependapat bahwa pelaksanaan pesta demokrasi satu putaran akan lebih memberikan kepastian terhadap arah perekonomian.


Namun, dia menekankan, pelaksanaan pilpres hingga harus dua putaran juga bukan hanya harus dilandasi kepentingan ekonomi, melainkan juga harus dilandasi legitimasi bahwa mayoritas penduduk Indonesia atau 50% lebihnya betul memilih presidennya secara sukarela.


"Jadi bukan karena alasan ekonomi kita mendorong itu tapi kita lihat saja hasil pemilunya sebaik apa. Tapi memang secepatnya itu selesai kondisi perekonomian dan investor akan lebih bisa memastikan langkah berikutnya," ucap Riefky.


Ekonom yang juga merupakan direktur program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti sedikit memiliki pendapat yang berbeda.


Menurutnya, baik satu putaran ataupun dua putaran, pelaku ekonomi dan investor melihat bagaimana proses demokrasi itu berjalan secara transparan, tidak diintervensi oleh pihak tertentu untuk mempertahankan kekuasaan.


"Misal ada istilah anak haram MK, itu yang tidak disukai pasar. Jadi ada ketidakpastian dalam hukum di Indonesia, padahal kalau orang berbisnis harus ada kepastian hukum jangan sampai hukum sekarang A besok hukumnya B," ungkap Esther.


Namun, dia tetap mengakui bahwa penyelenggaraan pemilu atau pilpres dua putaran tentu akan menambah beban ekonomi dan keuangan bagi negara, karena prosesnya tidak efisien.


"Tapi ini kan potensinya bisa dua putaran, meski nambah satu putaran lagi kan 17 Februari ya enggak apa-apa itu biaya dari demokrasi yang harus dibayar Indonesia," ucap Esther.


Sumber: CNBC

Penulis blog