Catatan JATAM: Di Belakang Prabowo-Gibran Ada 22 Pengusaha Berafiliansi dengan Tambang - DEMOCRAZY News
EKBIS POLITIK

Catatan JATAM: Di Belakang Prabowo-Gibran Ada 22 Pengusaha Berafiliansi dengan Tambang

DEMOCRAZY.ID
Januari 24, 2024
0 Komentar
Beranda
EKBIS
POLITIK
Catatan JATAM: Di Belakang Prabowo-Gibran Ada 22 Pengusaha Berafiliansi dengan Tambang

Catatan JATAM: Di Belakang Prabowo-Gibran Ada 22 Pengusaha Berafiliansi dengan Tambang


DEMOCRAZY.ID - Jaringan Advokasi Tampang (Jatam) menilai konstestasi pemilihan presiden 2024 tak lepas dari konflik kepentingan para pengusaha tambang.


Berdasarkan hasil penelusuran Jatam, di masing-masing tim pemenangan capres cawapres terdapat lingkaran pengusaha tambang.


Posisi pertama dengan pendukung yang berafiliansi dengan usaha tambang terbanyak ditempati pasangan capres cawapres nomor urut dua, Prabowo-Gibran.


"Situasi ini menunjukkan bahwa dunia politik memang sangat menggiurkan bagi semua profesi, termasuk pengusaha. Dan, tentu saja rentan dengan konflik kepentingan."


"Dukungan finansial dan politik para pebisnis ini cenderung berorientasi untuk menikmati rente. Mereka mempertahankan dan merebut kekuasaan sehingga memperoleh kemudahan (privilese) dan proteksi politik," kata Koordinator Jatam Melky Nahar lewat keterangannya yang diterima, Selasa (23/11/2024).


Pada pasangan capres cawapres nomor urut satu, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar terdapat tujuh orang yang terafiliansi dengan usaha tambang.


Mereka di antaranya Surya Paloh (Ketua Dewan Pembina Timnas/Ketua Umum NasDem), Jusuf Kalla, Rahmat Gobel (wakil ketua DPR RI/Anggota Dewan Pertimbangan Timnas AMIN), Facrul Razi (Anggota Line Up Timnas AMIN), Muhammad Ali (Wakil Ketua Umum NasDem/Pelatih Kepala Timnas AMIN), Leontinus Alpha Edison (Co-Kapten Timnas AMIN), Jan Darmadi (Anggota Dewan Pembina Timnas AMIN), dan Susno Duadji (Calon Anggota DPR RI dari PKB/THN AMIN).


Kemudian di pasangan capres cawapres nomor urut tiga, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka terdapat 22 orang.


Mereka di antaranya, Hashim Djojohadikusumo (wakil ketua dewan pembina Gerindra/wakil ketua dewan pengaran TKN Prabowo-Gibran), Kaesang Pangarep (ketua umum PSI/Wakil Ketua Dewan Pengarah TPN), Rosan Roeslani (Ketua TKN/Wakil Menteri BUMN), Titiek Soeharto (Caleg DPR RI Gerindra/penasihat TKN), dan Bahlil Lahadalia (Menteri investasi/inisiator tim simpul Relawan Prabowo-Gibran).


Kemudian, untuk pasangan capres-cawapres nomor urut tiga, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD terdapat sembilan pendukung yang berafiliansi dengan usaha tambang.


Mereka di antaranya Muhammad Asjad Rasjid (Ketua Umum KADIN 2021-2026/Ketua TPN Ganjar-Mahfud), Sandiaga Uno (Ketua Bapilu PP/Ketua Dewan pakar TPN), Puan Maharani (Ketua DPP PDIP/Ketua DPR RI/Dewan Penasehat TPN), dan Orius Petrus Moedak (Bendahara Umum TPN).


Kemudian, Harry Tanoe (Ketua Umum Perindo), Oesman Sapta Odang (Ketua Umum Hanura), Andi Ridwan Wittiri (Anggota DPR RI dari Sulawesi Selatan), dan Stevano Rizki Adranacus (Caleg DPR RI dari NTT).


Jatam menilai dengan adanya sejumlah nama yang terafiliasi dengan usaha tambang, kemudian menjadi pendukung di masing-masing capres dancawapres berpotensi membahayak demokrasi.


"Hegemoni oligarki dalam politik semacam pemilu ini akan menghasilkan buah pahit bagi demokrasi. Ia akan dengan mudah mengotak-atik kebijakan dan regulasi, dan pada akhirnya akan dengan mudah menjarah kekayaan alam di tubuh kepulauan Indonesia," kata Melky.


Berbeda dengan Pemilu 2019


Menurut Melky, situasi ini juga tidak jauh berbeda dengan Pemilu 2019. Pada saat itu sebagian calon berlatar belakang pengusaha, begitu juga dengan komposisi tim pemenangannya.


"Tak heran, pasca Pemilu 2019, di mana Jokowi kembali terpilih, ragam kebijakan dan regulasi dibuat untuk mengakomodasi kepentingan oligarki. Sebagian di antaranya, adalah UU Cipta Kerja dan revisi UU Minerba yang sarat dengan kepentingan pebisnis," ujarnya.


"Dua regulasi itu justru memberikan banyak keistimewaan bagi pelaku bisnis pertambangan, mulai dari perpanjangan otomatis perizinan tambang tanpa melalui mekanisme lelang, penghapusan pembayaran royalti 0 persen kepada perusahaan batu bara yang memberikan nilai tambah, hingga ruang kriminalisasi yang besar bagi warga lingkar tambang. Di saat yang sama, pejabat pemberi izin justru dilindungi, dengan menghilangkan pasal pidana ketika izin yang dikeluarkan bermasalah secara hukum," sambungnya.


Selain itu, Jatam juga mengaitkannya dengan dengan Revisi Undang-Undang KPK.


"Alih-alih memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi, sebaliknya justru memberi ruang bagi para pebisnis agar dapat dengan mudah membajak proyek-proyek negara tanpa dapat disentuh secara hukum," ujar Melky.


Oleh karenanya, Jatam menilai tak ada harapan pada kontestasi Pemilu 2024. Menurut Jatam pemilu saat ini hanya upaya untuk mempertahankan kekuasaan.


"Tak perlu menaruh harapan berlebih kepada para kontestan, partai politik pendukung dan tim pemenangan. Para kontestan yang sedang mempertahankan dan merebut kekuasaan itu, tidak lahir dan besar dari situasi krisis, sebagaimana situasi empiris yang dialami warga di daerah lingkar tambang. Sebaliknya, mereka justru menjadi bagian dari masalah, menikmati keuntungan berlipat-ganda," tegas Melky.


Sumber: Suara

Penulis blog