Kekuatan Asing di Konflik Berdarah Rempang Era Rezim Jokowi, Devide Et Impera Ala Belanda? - DEMOCRAZY News
HOT NEWS

Kekuatan Asing di Konflik Berdarah Rempang Era Rezim Jokowi, Devide Et Impera Ala Belanda?

DEMOCRAZY.ID
September 17, 2023
0 Komentar
Beranda
HOT NEWS
Kekuatan Asing di Konflik Berdarah Rempang Era Rezim Jokowi, Devide Et Impera Ala Belanda?



DEMOCRAZY.ID - Kericuhan sebagai buntut berkepanjangan dari penolakan relokasi warga 16 Kampung Tua Pulau Rempang menjadi sorotan dan memunculkan berbagai spekulasi. 


Termutakhir, Pemerintah mengakui ada kekuatan asing di konflik Pulau Rempang, Batam. Devide et Impera ala Belanda?


Hal itu dikonfirmasi oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (13/9/2023). Terlebih Proyek Balerang (Batam, Rempang, Galang sudah tercetus sejak Era BJ habibie.


Bahlil menegaskan ada campur tangan asing dalam konflik tersebut, mengingat rencana besar pemerintah dalam membangun proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City. 


“Tidak semua negara itu senang jika (PSN) ini jalan," kata Bahlil Lahadalia.


“Dulu waktu zaman BP batam dibuat untuk menjadikan kawasan ini mengimbangi Singapura, apa yang terjadi sekarang? Harusnya kita berpikir ada apa di balik ini semua. Setiap kita mau bangun besar di sana, ada saja,” kata Bahlil.


Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga menemukan adanya persoalan ketidakberesan persoalan perizinan.


Bahlil menjelaskan di wilayah Rempang pernah dikeluarkan sebanyak 6 izin perusahaan. Tapi, setelah diusut, ditemui adanya kekeliruan prosedur. 


“Maka izin itu dicabut. Ya, kita tidak tahu apa yang terjadi dibalik itu semua,” jelasnya.


Sementara itu, wali kota setempat telah mengeluarkan surat edaran agar tidak dikeluarkan lagi izin atau alasan apa pun kepada rakyat yang akan tinggal di sana. Oleh karenanya, tanah yang ditempati warga tersebut memang dikuasai negara melalui BP Batam. 


Lebih detil, Bahlil mengurai adanya persoalan komunikasi dan sosialisasi yang belum berjalan maksimal, baik antara pemerintah daerah maupun masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut. 


Bahlil menyampaikan bahwa pihaknya pernah mengunjungi Pulau Rempang dan sempat berbicara dengan warga di sana. 


Sebagian warga sudah lama tinggal di Pulau Rempang, tapi sebagian lainnya juga baru datang di atas tahun 2004. 


“Saya duduk di kantor kecamatannya, dan saya menemui warga yang datang. Apa yang terjadi di sana? Menurut data Pemda Kota Batam, yang saat itu disampaikan langsung oleh walikota, bahwa sebagian rakyat di sana sudah turun temurun sudah (tinggal) di sana. Namun tidak bisa kita (sampingkan) juga ada warga yang baru, mereka datang setelah 2004,” jelas Bahlil.


Bahlil melanjutkan, telah dilakukan pembicaraan dengan warga dan akhirnya mendapatkan solusi, di mana pemerintah memberikan pembiayaan bagi warga untuk membangun rumah tipe 45 meter persegi, dengan harga kompensasi sekitar Rp120 juta. 


“Apakah sudah selesai? Belum. Masa pembangunannya 6-7 bulan, rumahnya kita kontrakin, dan ada biaya tunggu. Memang ada aspirasi lain agar jangan diberikan Rp1.030.000 per org, ada diminta agak naik. Saya kan belum menghitung baik dengan tim, tapi kondisinya sudah (kisruh) begini,” kata Bahlil.


Dikutip dari laman BP Batam, Rempang Eco City merupakan salah satu proyek yang terdaftar dalam PSN 2023 yang pembangunannya diatur dalam Permenko Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 yang ditandatangani pada tanggal 28 Agustus 2023.


Proyek Rempang Eco City merupakan kawasan industri, perdagangan, hingga wisata terintegrasi yang ditujukan untuk mendorong daya saing dengan negara tetangga, yaitu Singapura dan Malaysia.


Proyek tersebut rencananya digarap oleh PT Makmur Elok Graha (MEG), dengan target investasi mencapai Rp381 triliun pada tahun 2080. PT MEG merupakan rekan BP Batam dan Pemkot Batam.


Nantinya, perusahaan itu akan membantu Pemerintah menarik investor asing dan lokal dalam pengembangan ekonomi di Pulau Rempang.


Investasi China


Dalam proyek Rempang Eco City, 17.000 hektare (ha) lebih lahan di kawasan Rempang sejak 2004 hingga kini masuk dalam hak pengelolaan yang nantinya digarap oleh MEG.


Sekitar 2.000 ha dari lahan itu lalu dijadikan sebagai tempat pembangunan Rempang Eco City, lokasi pabrik produsen kaca China, Xinyi Glass Holdings Ltd.


Perusahaan itu pun telah berkomitmen untuk membangun pabrik pengolahan pasir kuarsa senilai US$11,5 miliar di kawasan tersebut dan menjadikannya sebagai pabrik kaca kedua terbesar dunia setelah di China. 


"Bahwa lahan yang kita sepakati diberikan ke PT MEG dari 2004 sampai hari ini itu adalah lebih kurang 17.600 ha dan khusus buat PT MEG di atas 17 ribu ada hutan lingdung 10.028 ha, sisanya 7.572 ha itu yang akan akan dikembangkan," kata Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, Jumat (15/9/2023).


"Perjanjian atau tanda tangan MoU antara PT MEG dan Xinyi di China itu hanya 2.000 ha ini yang akan kita kembangkan duluan dan bebaskan duluan dari saudara-saudara kita, masyarakat kita di sana," ungkap Rudy.


Rencana investasi yang dilakukan oleh PT MEG di kawasan Rempang secara keseluruhan sampai dengan 2080 sebesar Rp 381 triliun, dan mampu menyerap tenaga kerja langsung sejumlah 306.000 orang.


Dalam website BP Batam, MEG menyampaikan pengembangan kawasan Rempang ini dipastikan lebih mengutamakan masyarakat Rempang dalam proses pembangunan ke depannya.


"Kita (PT MEG) bersama BP Batam dan Pemko Batam sangat memperhatikan, bagaimana kepentingan dari warga disana," ujarnya dikutip dari bpbatam.go.id.


Balon Kemakmuran Habibie


Jauh ke belakang, melihat proyek Rempang sendiri merupakan bagian tak terpisahkan dari impian besar Bapak Teknologi BJ Habibie. 


Tokoh penting dalam sejarah Indonesia, yang lama bermukim di Eropa itu melihat bahwa kawasan Barelang (Batam-Rempang-Galang) mulai dapat dibangun jadi satu kesatuan ekonomi secara terintegrasi, mirip Benelux (Belgia-Netherlands-Luxemburg). 


Dari situ, muncul pemikiran untuk menarik ekonomi perdagangan dan pariwisata dari Singapura melalui konsep "Teori Balon” yang ia usung saat membesarkan "Batam" sejak 1971.


Sebagai persiapan, Habibie membangun enam Jembatan Barelang untuk menghubungkan pulau Batam, Rempang, Galang (Barelang) dan pulau-pulau kecil di sekitarnya seperti Pulau Tonton, Pula Nipah, Pulau Setoko, dan Pulau Galang Baru. 


Prof Habibie, yang meraih gelar Doktor Ingenieur dengan penilaian Summa Cumlaude (nilai rata-rata 10) dari Maschinenwesen, Aachen, Jerman Barat (1965), percaya bahwa perekonomian Singapura dan kawasan sekitarnya diibaratkan "suatu sistem balon" yang dihubungkan satu sama lain dengan katup.


Alasan penggunaan katub yakni apabila salah satu balon terus menerus memuai, maka suatu saat tekanannya akan melebihi titik kritis sehingga bias pecah. 


Untuk mencegah agar balon pertama tidak pecah, maka balon ke-2 dapat mengambil kelebihan tekanan melalui katup dan dapat membesar tanpa menyebabkan balon pertama kempes. Hal ini akan terus mengalir hingga ke balon 2 dan tiga dan seterusnya.


Balon pertama tentunya Singapura akan terus membesar karena perekonomiannya memang maju pesat sehingga boleh dialirkan ke Batam dan setelah membesar kemudian diberi katup agar bias dialirkan ke Rempang dan Galang. 


Lebih jauh lagi, bahkan Kepala BP Batam pernah sampaikan dalam forum, harapanya pulau-pulau lain di Kepri akan ikut maju.


"Dengan pengembangan infrastruktur Batam Rempang ke Galang, maka Bintan akan ikut maju, Provinsi Kepri akan maju, dan Indonesia akan maju." Kata Muhammad Rudi.


Tenaga Kerja Lokal


Pengembangan Rempang akan mewujudkan mimpi BJ Habibie yang berharap kawasan Rempang dan Galang ekonominya berdenyut dengan pembangunan Jembatan Barelang.


Cita-cita Habibie ini dideskripsikan denga lugas oleh pengamat ekonomi dan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Internasional Batam Suyono Saputra, saat berdialog di kanal Youtube “Bos Anto Show”, pada Minggu, 2 September 2023.


Suyono mengungkapkan Habibie ketika awal mengembangkan Batam sudah memprediksi lahan di kota perdagangan bebas akan habis untuk industri sehingga diperlukan kawasan di sekitarnya untuk menampung investasi atau spill-over effect. 


Hal itulah alasan dibalik pembangunan jembatan yang menghubungkan Pulau Batam, Pulau Rempang dan Pulau Galang.


“Kenapa dihubungkan dengan jembatan karena memang (Rempang-Galang) harus jadi kawasan ekonomi baru,” ungkap Suyono. 


“Rempang itu tidak bisa dibiarkan begini karena tidak masuk dalam cita-cita Habibie dulu,” tutur Suyono.


Perusahaan asal China Xinyi berinvestasi USD11,5 miliar atau setara Rp172,5 triliun di Rempang Eco-City. 


Mereka akan membangun pabrik kaca terbesar kedua di dunia dan solar panel. Investasi jumbo ini akan menciptakan 35.000 lapangan kerja.


Xinyi, sambung Suyono, juga akan membuka jalan bagi banyak investor lain untuk melirik Rempang sebagai kawasan ekonomi baru yang dirancang menjadi kawasan industri, perdagangan, jasa dan pariwisata dengan nama Rempang Eco-City.


Dari yang sudah-sudah, lanjut Suyono, pendekatan investasi China di sektor riil Indonesia selalu memprioritaskan tenaga kerja lokal. 


Artinya, investasi Xinyi di Rempang tetap membutuhkan tenaga kerja lokal jauh lebih besar dari pekerja dari negara mereka sendiri. “Ini peluang untuk anak-anak kepri, juga Indonesia,” kata Suyono.


Dengan investasi jumbo dan lapangan kerja dalam jumlah besar, masuknya investasi di kawasan Rempang sejalan dengan misi pemerintah menjadikan kawasan itu sebagai mesin baru pertumbuhan ekonomi Indonesia. 


Hilirisasi jalan, hasil pasir kuarsa diserap industri, ekspor melonjak dan pengangguran berkurang dalam jumlah besar.


“(Pengembangan Rempang) ketika berkembang akan memberikan dampak untuk seluruh wilayah Indonesia,” kata Suyono. 


Sumber: TVONE

Penulis blog