HUKUM

Novel Ngaku Pernah Diminta Firli Tak 'Galak' di Kasus Edhy Prabowo, KPK Buka Suara

DEMOCRAZY.ID
Juli 04, 2022
0 Komentar
Beranda
HUKUM
Novel Ngaku Pernah Diminta Firli Tak 'Galak' di Kasus Edhy Prabowo, KPK Buka Suara

Novel Ngaku Pernah Diminta Firli Tak 'Galak' di Kasus Edhy Prabowo, KPK Buka Suara

DEMOCRAZY.ID - Novel Baswedan mengaku bahwa dirinya pernah diminta untuk tidak 'galak' dalam mengusut kasus dugaan suap ekspor lobster. 


Menurut Novel, permintaan tersebut disampaikan oleh Ketua KPK Firli Bahuri.


Novel ialah Kepala Satgas Penyidik KPK yang menangkap Edhy Prabowo ketika baru tiba dari kunjungannya ke Amerika Serikat. 


Politikus Gerindra itu merupakan tersangka dalam kasus lobster tersebut.


Kata Novel, Firli menemuinya usai melakukan gelar perkara kasus Edhy Prabowo pada 25 November 2020. 


Pada saat itu, tambah Novel, Firli memintanya beserta tim penyidik yang mengusut kasus suap ekspor benih benur lobster untuk tidak terus menyerang.


Pengakuan Novel tersebut turut ia sampaikan saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan gugatan administratif terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK di PTUN Jakarta, Kamis (30/6). 


Novel Baswedan termasuk 57 pegawai yang dipecat KPK karena TWK dan kini sedang menggugat ke PTUN.


“Iya benar. Saya menyampaikan itu dalam keterangan saya sebagai saksi di PTUN Jakarta,” kata Novel kepada wartawan Senin (4/6).


“Pernyataan dari Firli tersebut, merasa bahwa adanya OTT tersebut menyerang yang bersangkutan,” tambahnya.


Novel menilai masih ada kaitan soal kasus lobster yang ditanganinya itu dengan proses TWK yang kemudian membuatnya dipecat. 


Termasuk kaitan dengan kasus bansos dan kasus pajak yang muncul tak lama setelah kasus lobster.


Kasus bansos menjerat Juliari Batubara selaku Menteri Sosial. 


Sementara kasus pajak melibatkan mantan Direktur Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji.


Kejadian-kejadian tersebut, kata Novel, kemudian disikapi oleh Firli dkk dengan menyelundupkan norma mengenai tes TWK pada draf Peraturan Komisi (Perkom). 


Hal itu kemudian disebut Novel sebagai senjata dan dasar Firli dkk menyingkirkan pegawai KPK tertentu.


“Kenapa saya katakan penyelundupan norma? Karena hal itu ditemukan oleh Komnas HAM dan ORI [Ombudsman RI] yang menyatakan serupa, yang menggambarkan bahwa proses pembuatan Perkom sebenarnya telah selesai dan sudah di upload dalam portal KPK pada bulan November 2020,” papar Novel.


“Setelah Firli dkk merasa terserang dengan adanya OTT dan penanganan kasus besar di KPK, kemudian Firli memasukkan norma tambahan dan melakukan perubahan draf final Perkom dengan cara ilegal,” tambahnya.


Kemudian pada akhir Januari, lanjut Novel, tepatnya 26 Januari 2021, Firli yang melakukan harmonisasi dengan Menkumham. 


Padahal, menurut dia, seharusnya itu dilakukan pada tataran teknis Sekjen, Kepala Biro, atau pejabat teknis lainnya.


“Proses yang janggal dan kilat, menggambarkan ada keadaan yang tidak wajar, atau bisa dikatakan sebagai ‘persekongkolan’,” kata Novel.


KPK Membantah


Terkait tudingan Novel soal dugaan permintaan Firli Bahuri agar tak menyerang kasus lobster, KPK membantah. 


KPK menyatakan tidak ada pertemuan Firli dan Novel terkait hal tersebut. 


Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan Firli tidak berada di Gedung Merah Putih pada saat waktu pertemuan yang disinggung Novel. 


Firli disebut tengah berada Provinsi Kalimantan Utara pada 25 November 2020.


"Kami memastikan keterangan tersebut tidak benar,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Senin (4/7).


Kata Ali, pada tanggal 25 November 2020, Firli Bahuri sedang melaksanakan kunjungan kerja ke Badan Penanaman Modal Daerah dan Perizinan Terpadu (BPMDPT) Prov. Kalimantan Utara.


Dalam pertemuan tersebut, Firli Bahuri ditemui langsung oleh Plt. Kepala DPMPTSP Prov. Kaltara, H. Faisal Syabaruddin, untuk melakukan pemantauan pelayanan publik terkait perizinan maupun non-perizinan.


"KPK berharap pernyataan-pernyataan yang tidak benar ini tidak kembali terulang, yang hanya akan menimbulkan kontraproduktif terhadap kerja-kerja pemberantasan korupsi yang sedang gencar dilakukan penegak hukum baik oleh KPK, Kejaksaan, maupun Polri," pungkas Ali.


Lantas, apa jawaban Novel soal jawaban KPK bahwa Firli sedang di Kalimantan Utara itu?


"Ekspose itu memang Firli buru-buru pergi keluar kota. Sehingga surat-surat yang tanda tangan adalah Pimpinan lainnya. Tapi yang bersangkutan ada paraf dalam Surat Perintah Penyidikanmya. Jadi rasanya yang bersangkutan tidak bisa mengelak seolah-olah keluar kota," jawab Novel. [Democrazy]

Penulis blog