'Ubah Sebutan Geng Solo Dengan Gerombolan Jokowi'
Chairman Strategik Indonesia. Christovita Wiloto mengunggah diveo yang beredar di media sosial.
Dia ingin meluruskan sebutkan Geng Solo dengan sebutan Gerombolan Jokowi.
Ia meluruskan kejahatan kekuasaan tanpa menyalahkan kekuasaan kota Solo. 23/6/ 2025.
Banyak orang mulai menyebut geng Solo saat membicarakan orang-orang dekat mantan Jokowi yang diduga terlibat di dalam penyalahgunaan kekuasaan.
Tapi sebenarnya istilah ini salah dan tidak adil. Bukan hanya menyesatkan tetapi juga menyakiti warga Solo kota yang banyak melahirkan orang jujur, pekerja keras dan sangat cinta kebenaran.
“Saya sendiri banyak mengenal orang Solo yang berani, tulus dan berani melawan kejahatan Jokowi,” kata dia.
“Pada hari ini mari kita luruskan bersama. Kita hapus istilah geng Solo. Dan mulai sekarang ini kita memakai istilah yang benar,” lanjutnya.
Gerombolan Jokowi, mengapa harus diganti?
1. Karena kata Geng Solo seolah menyalahkan asal daerahnya, yaitu Solo. Padahal banyak rakyat Solo tidak terlibat bahkan tidak tidak setuju dengan Jokowi.
2. Menjalankan kejahatan ini bukan karena mereka Solo tetapi karena mereka adalah orang-orang yang Jokowi beri jabatan dan mereka memanfaatkan kekuasaan untuk memperkaya diri dan melindungi kejahatan.
3. Kalau kita terus sebut geng Solo maka kita sedang menyesatkan perhatian rakyat dan membiarkan para pelaku kejahatan bersembunyi di balik nama kota.
“Ini tidak adil dan tidak benar,” ucapnya.
Siapa saja yang termasuk dalam gerombolan Jokowi?
Dikatakan Christovita Wiloto, Gerombolan Jokowi adalah sekelompok orang yang selama 10 tahun kekuasaan Jokowi mulai tahun 2014 sampai tahun 2024 mendapatkan jabatan, proyek, kekayaan jabatan bukan karena kemampuan tapi karena kedekatan.
Mereka ini bisa berasal dari berbagai kalangan. Politisi partai, menteri dan wakil menteri, pejabat BUMN, Jaksa dan polisi, pengusaha yang dapat proyek negara, influencer dan buzzer di media sosial, wartawan dan pemilik media bahkan keluarga dekat dengan Jokowi sendiri.
Mereka semua bekerja di bawah Sistem yang saling melindungi, saling menutupi kejahatan dan memastikan rakyat tetap diam dan takut.
Apa saja kejahatan yang dilakukan?
Menurutnya, kejahatan mereka bukan sembarang. Ini kejahatan besar dan sistematis.
Seperti korupsi proyek seoerti IKN, Bansos, Vaksin, test covid, tol dan infrastruktur.
Memakai hukum untuk melindungi diri sendiri dan membungkam orang yang kritis.
Memakai polisi dan kejaksaan untuk menghukum lawan politik. Memakai media dan buzzer untuk memutar balikkan fakta dan membidohi rakyat.
“Mengangkat anak dan menantu juga kroni ke jabatan-jabatan penting tanpa proses yang adil,” tandasnya.
Mereka ini bekerja seperti geng mafia tapi pakai jas dan dasi duduk di pemerintahan dan bicara soal rakyat padahal mereka sedang merampok rakyat.
Mengapa Solo Harus Dibela?
Dikemukakan Christovita Wiloto, karena Solo bukan Jokowi, dan Jokowi bukan wakil dari seluruh warga Solo.
Di Solo masih banyak contoh orang tua yang memikirkan anaknya dengan jujur.
Guru yang mengajar dengan hati, pedangang kecil yang berdagang dengan kerja keras tanpa bantuan. Aktivis dan rohaniwan yang memperjuangkan dengan keadilan.
Mereka tidak pernah korupsi, mereka tidak pernah menindas rakyat, mereka juga sakit hati ketika kita mereka dianggap sarang kejahatan.
“Lalu apa istilah yang tepat?. Mari kita pakai istilah yang lebih tepat dan tidak menyesatkan sebut dengan Gerombolan Jokowi. Kelompok kekuasaan yang korup dan saling melindungi,” ungkap Christovita Wiloto.
“Istilah ini menunjuk langsung ke akar masalah Jokowi dan lingkar kejahatannya,” imbuhnya.
Menurut pengakuan dia, bukan ke daerah, bukan ke rakyat, bukan ke Solo.
Mari kita hentikan menyenut Geng Solo. Mari kita lawan kejahatan dengan menyebut mereka sesuai kenyataannya.
“Gerombolan Jokowi, kelompok kekuasaan yang menghancurkan kepercayaan rakyat, menyalahkan gunakan hukum, dan membuat negara ini penuh ketakutan,” jelasnya.
"Dan di saat yang sama kata Christovita Wiloto, kita bela Solo sebuah kota yang penuh kasih, budaya kesederhanaan, dan orang-orang yang mencintai kebenaran,”
“Ini bukan soal asal asul, ini soal moral. Bukan soal kota, ini soal kejahatan. Inisial geng, ini soal kekuasan yang harus diakhiri,” pungkasnya.
Sumber: JakartaSatu