DEMOCRAZY.ID - Pengamat intelijen Sri Radjasa mengungkap dugaan motif di balik pernyataan Paiman Raharjo mengenai batas waktu kepemilikan kios ketik dan cetak skripsi di Pasar Pramuka, Jakarta.
Menurut Roy Suryo mengutip pemberitaan Indonesiawatchpada 24 Juni 2025, Paiman mengaku memiliki kios tersebut sejak 1997 hingga 2002.
Namun klaim ini memunculkan tanda tanya besar di kalangan publik dan para pengamat.
Menurut Sri Radjasa, pernyataan Paiman tidak bisa dipisahkan dari konteks kegaduhan publik terkait isu dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang disebut-sebut dicetak di Pasar Pramuka sekitar tahun 2012—masa di mana Jokowi mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta.
“Kalau memang sekadar jujur, mengapa harus membatasi kepemilikan hanya sampai tahun 2002? Ada potensi bahwa Paiman tengah berusaha menjaga jarak dari isu ijazah yang diduga terbit setelah tahun tersebut,” ujar Sri Radjasa, Rabu (25/6).
Lebih jauh, temuan di lapangan menyebutkan bahwa Paiman telah menjalankan usaha ketik dan cetak di Pasar Pramuka jauh sebelum 1997 dan bahkan masih aktif hingga 2017.
Hal ini diperkuat oleh keterangan beberapa rekan sesama pelaku usaha di lokasi yang mengaku siap bersaksi jika diminta aparat penegak hukum.
“Dulu kiosnya di bagian depan pasar, tapi kemudian pindah ke belakang. Alasan keamanan disebut sebagai pemicu perpindahan, karena aktivitas cetak-mencetak yang dijalankan dinilai sensitif,” ungkap seorang rekan yang namanya enggan disebut.
Radjasa menyebut, justru pernyataan terbuka Paiman di kanal YouTube tersebut bisa menjadi bumerang.
Ia mengibaratkannya sebagai “gol bunuh diri” seorang bek tengah dalam pertandingan sepak bola, yang justru merugikan timnya sendiri.
“Pernyataan itu seperti membuka pintu untuk penyelidikan lebih dalam. Alih-alih meredam isu, Paiman justru menyulut spekulasi baru soal keterlibatannya dalam skandal yang kini jadi perhatian publik,” tegasnya.
Beathor Suryadi: Banyak Kader PDIP Gunakan Ijazah Palsu untuk Maju di Pilkada
Politikus senior PDIP, Beathor Suryadi, membeberkan fakta mengejutkan soal praktik penggunaan ijazah palsu oleh sejumlah kader partainya sendiri demi bisa mencalonkan diri sebagai pemimpin daerah.
Dalam sebuah perbincangan bersama mantan Ketua KPK Abraham Samad di kanal YouTube, Beathor mengungkap bahwa dugaan pemalsuan ijazah bukan hal baru di tubuh PDIP.
Ia menyebut banyak kader yang memalsukan dokumen akademik, terutama saat gelombang pencalonan kepala daerah pada masa awal reformasi.
"Sejak awal era Pilkada langsung, banyak kader PDIP yang maju sebagai anggota dewan, bupati, bahkan gubernur, menggunakan ijazah palsu," kata Beathor, Senin (23/6/2025).
Menurutnya, praktik ini sudah diketahui aparat sejak lama.
Bahkan, ia meyakini Bareskrim Polri sudah paham betul pola dan sumber ijazah palsu yang marak kala itu.
Salah satu lokasi yang sering disebut dalam praktik tersebut adalah Pasar Pramuka, Jakarta Timur.
“Kalau polisi yang sekarang pernah berdinas di Jakarta, pasti tahu reputasi Pasar Pramuka sebagai tempat produksi ijazah-ijazah palsu itu,” ujarnya.
Beathor juga menyebut nama seorang kader senior PDIP bernama Deni, yang disebutnya sebagai sosok kunci dalam praktik ini.
Deni disebut sebagai otak di balik pencarian penyedia jasa pemalsuan dokumen untuk keperluan pencalonan politikus.
"Rata-rata kader di awal reformasi itu enggak punya ijazah formal, banyak yang mantan preman. Nah, mereka dibantu Deni untuk dapat ijazah dari sumber-sumber tak resmi," ungkap Beathor.
Lebih jauh, Beathor mengaitkan praktik ini dengan dugaan pemalsuan ijazah Presiden Joko Widodo.
Ia mengatakan, kebiasaannya melihat kader-kader partai memalsukan ijazah membuatnya berpikir bisa jadi hal serupa terjadi pada Jokowi.
Ia bahkan menuding, ada pihak internal yang terlibat dalam pembuatan dokumen akademik palsu Jokowi, termasuk kemungkinan mulai dari tingkat SD, SMP, hingga kuliah.
Sosok Deni, menurut Beathor, punya peran besar dalam hal ini karena pernah menjabat sebagai sekretaris tim pemenangan Jokowi saat Pilgub DKI.
“Kalau informasi dari Bambang Tri benar bahwa Jokowi tak punya ijazah sama sekali, bisa jadi Deni yang bantu semuanya disiapkan,” imbuhnya.
Beathor menegaskan bahwa penelusuran ini bukan sekadar spekulasi, tetapi berdasarkan rangkaian pengamatan dan penelusuran yang ia lakukan sejak lama, termasuk menelusuri jejak administrasi Jokowi dari Solo ke Jakarta.
Sumber: PikiranRakyat