CATATAN POLITIK

NGERI! Kader PDIP Nilai Kasmudjo Korban 'Ambisi Politik' Jokowi: Peran Pratikno Ikut Terbongkar

Democrazy Media
Juni 16, 2025
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
NGERI! Kader PDIP Nilai Kasmudjo Korban 'Ambisi Politik' Jokowi: Peran Pratikno Ikut Terbongkar
NGERI! Kader PDIP Nilai Kasmudjo Korban 'Ambisi Politik' Jokowi: Peran Pratikno Ikut Terbongkar


NGERI! Kader PDIP Nilai Kasmudjo Korban 'Ambisi Politik' Jokowi: Peran Pratikno Ikut Terbongkar


Oleh: Achsin El-Qudsy


Isu keabsahan ijazah dan rekam jejak akademik mantan Presiden Joko Widodo kembali mencuat ke ruang publik. 


Kali ini, sorotan tertuju pada pernyataan Kasmudjo, dosen Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), yang membantah pernah menjadi pembimbing skripsi maupun pembimbing akademik Jokowi. 


Bahkan, Kasmudjo menyebut kemungkinan dirinya tak pernah sekalipun bertemu dengan Jokowi selama masa studi.


Pernyataan itu menjadi viral setelah diungkapkan Kasmudjo secara terbuka dalam sebuah wawancara yang ramai diperbincangkan di media sosial. 


“Saya bukan pembimbing skripsi, bukan pula pembimbing akademik,” tegas Kasmudjo.


Pernyataan ini bertolak belakang dengan klaim Jokowi dalam berbagai kesempatan. 


Dalam satu forum resmi beberapa tahun silam, Jokowi menyebut Kasmudjo sebagai dosen pembimbingnya. 


Namun dalam klarifikasi berikutnya, ia menyebut Kasmudjo hanya sebagai pembimbing akademik—klaim yang kembali dibantah oleh sang dosen.


Politikus senior PDI Perjuangan, Beathor Suryadi, menilai kisruh ini bukan semata persoalan ingatan. 


“Ini bisa jadi bagian dari skenario panjang yang telah dirancang sejak Jokowi mulai menapaki karier politik nasional,” kata Beathor kepada wartawan, Senin (16/6/2025).


Beathor juga menyinggung nama Prof. Dr. Pratikno, yang saat itu menjabat sebagai Rektor UGM dan kemudian menjadi Menteri Sekretaris Negara di era Jokowi. 


Menurutnya, Pratikno memainkan peran penting dalam membangun narasi Jokowi sebagai alumnus kebanggaan UGM.


“Yang mengangkat citra Jokowi bukan hanya tim kampanye atau media. Ada peran signifikan dari Pratikno selaku rektor yang kala itu mendorong pengakuan formal dan simbolik terhadap Jokowi,” ucapnya.


Beathor menduga ada upaya sistematis menjelang Pilpres 2014 untuk menciptakan legitimasi akademik terhadap sosok Jokowi. 


“UGM seolah didorong untuk menerima Jokowi sebagai alumnus teladan, padahal jejak akademiknya tidak pernah sepenuhnya transparan,” imbuhnya.


Salah satu titik kritis dari kontroversi ini adalah keberadaan skripsi Jokowi yang berjudul “Studi Tentang Pola Konsumsi Kayu Lapuk di Industri Perkayuan di Surakarta.” 


Hingga kini, dokumen itu tak pernah dipublikasikan secara utuh, dan tidak tercatat dalam katalog digital perpustakaan UGM yang biasanya menyimpan semua karya akhir mahasiswa.


“Jika memang ada, kenapa tak dibuka? Mana lembar pengesahan? Siapa pembimbing utamanya? Bagaimana hasil ujian akhirnya? Semua ini tidak pernah dijelaskan secara terbuka,” tegas Beathor.


Ia mengingatkan bahwa dalam dunia akademik, keterbukaan dan dokumentasi adalah prinsip dasar. 


Ketiadaan bukti yang sahih bukan hanya menimbulkan pertanyaan terhadap Jokowi, tetapi juga terhadap kredibilitas UGM sebagai institusi pendidikan.


Bahkan, lanjut Beathor, sikap tertutup UGM dan enggannya pihak Jokowi untuk menunjukkan ijazah asli justru memperkuat dugaan publik bahwa dokumen kelulusan Jokowi palsu. 


“Banyak yang meyakini ijazah itu buatan Pasar Pramuka Salemba, tempat yang dikenal menjual ijazah palsu,” tudingnya.


Hingga berita ini diturunkan, pihak UGM belum memberikan pernyataan resmi terkait bantahan Kasmudjo maupun polemik skripsi Jokowi. 


Di sisi lain, Kasmudjo sebagai dosen senior justru terkesan dikorbankan dalam pusaran kontroversi yang tak ia buat.


“Beliau seharusnya dilindungi, bukan ditekan atau dibungkam. Keberaniannya menyatakan kebenaran adalah bentuk tanggung jawab moral seorang akademisi,” ujar Beathor.


Ia menambahkan, jika UGM tetap memilih bungkam, maka masyarakat akan makin kehilangan kepercayaan terhadap dunia pendidikan tinggi, yang semestinya menjadi penjaga integritas keilmuan.


Karena itu, Beathor bersama sejumlah tokoh pendidikan mendesak dilakukan audit akademik terbuka terhadap rekam studi Jokowi di UGM. 


Audit tersebut diharapkan melibatkan lembaga independen dan menghasilkan bukti otentik yang bisa diverifikasi publik.


“Ini bukan soal menjatuhkan seseorang. Ini soal kejujuran akademik dan etika dalam bernegara. Kalau semuanya sahih, mengapa takut membuka data?” tandas Beathor.


Ia pun mengingatkan, jika benar terjadi manipulasi, maka hal ini akan mencoreng sejarah kepemimpinan nasional dan menjadi preseden buruk bagi generasi mendatang. 


“Jangan sampai anak muda kita belajar bahwa kebohongan bisa dibenarkan hanya karena seseorang berkuasa,” pungkasnya.


Dengan berakhirnya masa jabatan Jokowi, kontroversi ini menjadi semacam ujian moral yang tertinggal dari dua periode pemerintahannya. 


Jika tidak disikapi secara terbuka dan jujur, isu ini akan terus bergulir dan membayangi warisan politiknya di mata sejarah. ***

Penulis blog