DEMOCRAZY.ID - Pemalsuan dokumen, terutama ijazah, oleh para pemimpin dunia merupakan pelanggaran serius yang mengikis kepercayaan publik dan integritas sistem hukum.
Di Indonesia, tindakan pemalsuan dokumen diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dengan Pasal 263 dan 264 mengancam pelaku pidana penjara hingga 8 tahun, tergantung jenis dokumen dan dampaknya.
Sanksi pelanggaran ini, khususnya diberlakukan bagi siapapun termasuk pejabat publik yang seharusnya menjaga integritas, malah melakukan pelanggaran hukum yang berakibat buruk bagi citra negara.
Berikut adalah beberapa contoh kasus pemimpin dunia yang pernah tersandung isu pemalsuan ijazah atau plagiarisme:
1. Presiden Nigeria, Bola Tinubu
Pada tahun 2023, Presiden Nigeria Bola Tinubu dituduh oleh lawan politiknya, Atiku Abubakar, memalsukan ijazah dari Universitas Chicago.
Saat diminta klarifikasi, universitas tersebut tidak dapat mengonfirmasi keaslian ijazah yang diserahkan Tinubu ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nigeria.
Tinubu membantah tuduhan ini, dan kasusnya masih bergulir di Mahkamah Agung Nigeria.
2. Mantan Menteri Dalam Negeri Iran, Ali Kordan
Tahun 2008, Ali Kordan mengklaim telah meraih gelar doktor kehormatan dari Universitas Oxford.
Namun, pihak universitas membantah klaim tersebut, menyatakan tidak ada catatan pemberian gelar kepada Kordan.
Ia kemudian mengaku tertipu oleh seseorang yang mengaku perwakilan universitas dan akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya.
3. Mantan Menteri Agama Pakistan, Aamir Liaquat Hussain
Aamir Liaquat Hussain terlibat dalam serangkaian skandal gelar palsu.
Ia mengklaim memiliki gelar BA dalam Studi Islam dari Trinity College and University yang ternyata adalah lembaga abal-abal.
Klaim gelar MBBS dari Liquat Medical College-nya pun tidak terbukti.
Bahkan pada 2015, ia mengaku memperoleh gelar doktor dari Ashwood University, yang juga merupakan institusi fiktif.
4. Mantan Presiden Hungaria, Pal Schmitt
Pada tahun 2012, Pal Schmitt harus mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden Hungaria setelah terungkap bahwa disertasi doktoralnya merupakan hasil plagiarisme.
Universitas Semmelweis membatalkan gelar doktornya, dan Schmitt secara sukarela mengembalikan gelar tersebut pada tahun 2013.
Kasus ini mengingatkan pada kasus di Indonesia, seperti pencabutan gelar Menteri Investasi Bahlil Lahadalia oleh Universitas Indonesia akibat dugaan plagiarisme.
5. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan
Selama masa kampanye tahun 2014, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dituduh tidak memenuhi persyaratan konstitusional calon presiden yang mewajibkan kepemilikan gelar universitas.
Ia membantah tuduhan tersebut dan segera menunjukkan ijazah dari Universitas Marmara.
Meskipun demikian, keabsahan ijazahnya masih diragukan oleh beberapa pihak hingga saat ini.
Sumber: Sawitku