GLOBAL HOT NEWS PERISTIWA POLITIK TRENDING

HEBOH Kapal Induk AS 'Menghilang' di Dekat Aceh, Teori Konspirasi Soal Perang Iran Bermunculan!

DEMOCRAZY.ID
Juni 20, 2025
0 Komentar
Beranda
GLOBAL
HOT NEWS
PERISTIWA
POLITIK
TRENDING
HEBOH Kapal Induk AS 'Menghilang' di Dekat Aceh, Teori Konspirasi Soal Perang Iran Bermunculan!

HEBOH Kapal Induk AS 'Menghilang' di Dekat Aceh, Teori Konspirasi Soal Perang Iran Bermunculan!


DEMOCRAZY.ID - Kapal induk AS USS Nimitz (CVN-68), yang diyakini tengah menuju ke kawasan Timur Tengah, mematikan transporder dan berhenti mengirimkan data tentang lokasinya, menurut data dari pelacak kapal Marine Vessel Traffic.


Kapal induk AS tersebut disebut bergerak ke Timteng untuk memperkuat postur pertahanan AS di tengah eskalasi antara Iran dan Israel.


Menurut koordinat terbaru, kapal tersebut berada di perairan antara Malaysia dan Indonesia, mengikuti jalur 313 derajat dengan kecepatan 19 knot. 


Sinyal terakhir dari kapal tersebut terekam pada 17 Juni pukul 02:03 GMT (pukul 09:03 WIB).


Tujuan kapal induk tersebut tidak disebutkan dalam sistem Marine Vessel Traffic, tetapi dilihat dari arah pergerakannya, kelompok penyerang kapal induk Nimitz mungkin sedang menuju Teluk Persia.


Seorang pejabat pertahanan AS pada Selasa (17/6) mengatakan kepada RIA Novosti bahwa Menteri Pertahanan Pete Hegseth telah mengarahkan untuk memindahkan kelompok penyerang kapal induk Nimitz guna mempertahankan postur pertahanan dan menjaga personel Amerika di Timur Tengah.


"Angkatan Laut AS terus melakukan operasi di Mediterania Timur untuk mendukung tujuan keamanan nasional," kata pejabat Pentagon tersebut.


Pergerakan kapal perang bertenaga nuklir tersebut telah memicu munculnya berbagai teori konspirasi di media sosial.


Salah satunya menyebutkan bahwa USS Nimitz akan ditumbalkan untuk memfitnah Iran sebagai upaya menarik keterlibatan langsung militer AS dalam konflik di Timur Tengah.


“USS Nimitz dikirim ke wilayah tersebut agar Israel menenggelamkannya, sehingga politisi AS menyalahkan Iran, dan kemudian melancarkan perang langsung terhadap Iran. Anda TIDAK PERNAH mengirim target besar seperti kapal induk ke perairan saat musuh Anda memiliki rudal yang dapat dengan mudah menargetkan aset yang mahal,”  tulis Sharmine Narwani, kolumnis untuk The Cradle Media, di media sosial seperti diberitakan The National Intrest.


Jurnalis independen dan pembuat film dokumenter James Li menyampaikan sentimen serupa.


Dia pun menyinggung insiden tenggelamnya kapal USS Liberty di Semenanjung Sinai pada semasa Perang Enam Hari.


“Banyak yang tahu Israel “tidak sengaja” menyerang USS Liberty pada tahun 1967. Hanya sedikit yang tahu bahwa itu mungkin merupakan bagian dari operasi bendera palsu CIA-Mossad yang disebut ‘Proyek Sianida’ untuk memicu perubahan rezim di Mesir. Dengan USS Nimitz menuju Iran, Anda harus bertanya-tanya: apakah sejarah terulang kembali?” tulisnya.


Namun, pakar dan praktisi menilai gagasan bahwa Angkatan Laut AS akan membiarkan salah satu kapal induknya ditenggelamkan, sangat tidak masuk akal.


Selain hilangnya nyawa lebih dari 3.000 pelaut, penerbang, dan marinir, kapal tersebut membawa aset yang jauh melebihi biaya untuk mendaur ulang kapal tersebut.


"Saya tidak tahu bagaimana orang-orang bisa sampai pada kesimpulan tersebut," kata analis industri teknologi Roger Entner dari Recon Analytics.


"Sejarah penuh dengan peramal yang sangat pandai melihat masa depan, dan peramal yang mengatakan bahwa langit akan runtuh, dan mereka umumnya salah," kata Entner, yang secara teratur melacak tren di media sosial, kepada The National Interest.


Pakar pemasaran dan hubungan masyarakat di Universitas New York Angeli Gianchandaniserta mengatakan kepada The National Interest bahwa media sosial kini bertindak sebagai pengeras suara sekaligus manipulator, terutama selama krisis geopolitik.


Ia memperingatkan bahwa berbagai platform memungkinkan klaim yang tidak diverifikasi, termasuk yang didukung oleh gambar yang dibuat AI dan berasal dari anonim, menjadi viral sebelum pemeriksa fakta dapat menentukan apakah informasi tersebut benar.


Pada saat yang sama, algoritme pada platform ini menghargai keterlibatan, bukan informasi. 


Dengan demikian, unggahan yang memicu ketakutan atau kemarahan terkait identitas kesukuan terbukti menyebar lebih cepat daripada berita sebenarnya.


“Satu cuitan atau video berisi spekulasi tentang operasi bendera palsu yang melibatkan USS Nimitz dapat menjangkau jutaan orang dalam hitungan jam, karena platform tersebut dirancang untuk menghargai hal-hal yang keterlaluan, bukan hal-hal yang akurat,” ujar dia.


Rieke Diah Pitaloka Curigai Kapal Perang AS di Laut Aceh, Malah Diceramahi Netizen!


Rieke Diah Pitaloka melontarkan kecurigaan terhadap keberadaan kapal induk Amerika Serikat, USS Nimitz CVN-68, yang melintasi perairan Aceh.


Dalam unggahan di platform X (dulu Twitter), Rieke mengaitkan kehadiran kapal perang AS tersebut dengan isu kedaulatan dan keamanan nasional.


Poin yang digarisbawahi terutama menyangkut empat pulau di wilayah Aceh yang belakangan ramai dipersoalkan.


"Jika benar dugaan kapal induk Amerika Serikat USS Nimitz CVN-68 melintas laut Aceh, yang diduga menuju Teluk Persia, maka.." tulis Rieke.


"Semoga sekarang paham, soal 4 pulau di Aceh dan pulau-pulau kecil lainnya di gugus perairan Indonesia adalah soal kedaulatan, pertahanan dan keamanan," sambungnya, disertai tagar #ViralForJustice, #SaveAceh, dan #SaveIndonesia.


Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan itu juga menekankan pentingnya memandang pulau-pulau kecil Indonesia bukan hanya dari perspektif ekonomi.


Jangan hanya dimanfaatkan untuk pembangunan resor atau eksploitasi tambang, tetapi juga harus dilihat melalui kacamata geopolitik, geoekonomi, dan geostrategi.


"Masih cuma berpikir bangun resort dan buka tambang di pulau?" sindirnya dalam unggahan tersebut.


Pernyataan Rieke langsung memantik reaksi dari publik. 


Beberapa netizen memberikan penjelasan mengenai kehadiran USS Nimitz dan prosedur pelayaran internasional.


Salah satu netizen memberikan penjelasan bahwa USS Nimitz tengah dalam perjalanan dari Laut China Selatan menuju Teluk Persia.


Perjalanan mereka sebagai bagian dari penugasan militer AS, menyusul meningkatnya ketegangan di kawasan Timur Tengah antara Iran dan Israel.


Dalam perjalanannya, gugus tempur kapal induk tersebut melewati Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI I), yang memang merupakan jalur yang sah sesuai dengan ketentuan hukum laut internasional.


"Gugus tempur USS Nimitz harus melewati ALKI I yang berada di Selat Malaka, Singapura, kemudian memasuki perairan Aceh dan lanjut ke Samudera Hindia," tulis seorang netizen.


"Kapal-kapal internasional baik komersil maupun militer dipersilakan untuk melintasi jalur ALKI tersebut karena ada hak lintas damai yang diatur UNCLOS 1982," jelasnya lebih lanjut.


Banyak komentar lain yang menyoroti ketidaktepatan Rieke dalam mengaitkan isu militer global dengan persoalan pulau di Aceh.


"Mbak Rieke, nariknya terlalu jauh antara masuknya USS Nimitz dengan isu sengketa pulau Aceh-Sumatera Utara. Kalau poin geopolitics saya sepakat. Please kindly stop twisting things up," komentar netizen.


Netizen lainnya juga mengingatkan bahwa Selat Malaka merupakan salah satu jalur pelayaran internasional yang paling penting di dunia, sehingga keberadaan kapal militer asing di wilayah itu bukanlah hal yang luar biasa.


"Hah? Apa hubungannya 4 pulau di Aceh dengan lewatnya kapal USS Nimitz? Serius ini benar-benar nggak ada korelasinya, Mbak," tulis seorang pengguna X lainnya.


"Dan yang mengherankan lagi, statement seperti ini keluar dari seorang DPR? Anda benar-benar memalukan," lanjutnya.


Netizen lain menambahkan bahwa proses pelintasan kapal perang asing sudah mengikuti prosedur hukum internasional dan prinsip hak lintas damai.


Bahkan jika kapal selam asing ingin melintasi ALKI dalam keadaan mengapung, mereka tetap harus meminta izin secara resmi kepada Indonesia.


👇👇



Sumber: JPNN

Penulis blog