DEMOCRAZY.ID - Sejumlah percetakan di kawasan Pasar Pramuka, Jakarta Timur, kini memasang pengumuman yang menyolok di depan kios mereka: “Kami Tidak Menerima Jasa Edit Ijazah Palsu” dan “Percetakan Resmi, Tidak Layani Ijazah Palsu.”
Langkah ini merupakan bentuk klarifikasi sekaligus sikap tegas pelaku usaha legal di tengah mencuatnya kembali isu dugaan pemalsuan ijazah, termasuk yang menyeret nama Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.
Pantauan di lokasi menunjukkan bahwa hampir setiap kios percetakan memajang tulisan penolakan terhadap jasa ilegal.
Beberapa pemilik kios bahkan dengan tegas menyatakan kesediaan mereka untuk direkam saat menyampaikan pernyataan tersebut ke calon pelanggan.
“Silakan direkam, Pak. Kami tidak pernah menerima jasa edit ijazah. Kami ini percetakan resmi,” ujar seorang pemilik pemilik kios yang sudah puluhan tahun membuka usaha di kawasan tersebut.
Menurutnya, menjaga reputasi lebih penting daripada mengambil keuntungan dari praktik ilegal yang bisa merusak nama baik semua pelaku usaha di Pasar Pramuka.
“Kami ini punya izin. Jangan samakan kami dengan oknum. Kalau mau cetak yang sah dan resmi, ke sini saja,” ujar Pak Haji, pemilik kios yang dikenal luas di antara pelanggan lama.
Dengan memasang pengumuman terang-terangan dan menyuarakan penolakan terhadap jasa ilegal, para pelaku usaha berharap kepercayaan publik terhadap usaha percetakan sah di Pasar Pramuka bisa pulih dan berkembang kembali.
Meski demikian, beberapa pedagang mengakui bahwa praktik pembuatan dokumen palsu, termasuk ijazah, masih berlangsung diam-diam.
“Yang dulu-dulu masih ada, tapi sekarang mereka tiarap. Sejak nama Pasar Pramuka sering muncul di berita, mereka menghindar,” kata salah satu pedagang yang enggan disebutkan namanya.
Pasar Pramuka punya sejarah panjang sebagai pusat jasa pengetikan dan percetakan di Jakarta.
Pada awal 1980-an, kawasan yang kini dikenal sebagai Pasar Pramuka Pojok sempat menjadi tempat favorit mahasiswa dari berbagai kampus di ibu kota untuk menyusun skripsi atau tugas akhir.
Namun, sejak era 1990-an hingga awal 2000-an, suasana akademis itu perlahan memudar.
Sebagian kios berubah menjadi tempat jasa pemalsuan dokumen, dari akta kelahiran hingga ijazah.
Tarifnya bervariasi, dan semuanya bisa dinegosiasikan.
“Dulu saya sempat bantu-bantu jadi perantara dokumen palsu,” kata Iwan, seorang tukang ojek yang sejak lama mangkal di sekitar lokasi.
“Pasar Pojok itu dulu pusatnya. Apa aja bisa diurus.”
Pada masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tahun 2015, kawasan Pasar Pramuka Pojok dibongkar dan para pedagang direlokasi.
Sejak saat itu, aktivitas ilegal mulai surut, meski bayang-bayang masa lalunya masih melekat.
Kini, para pelaku usaha resmi di kawasan Pasar Pramuka berusaha keras memulihkan citra.
Mereka meminta masyarakat untuk tidak menyamaratakan semua percetakan sebagai bagian dari praktik ilegal.
Sumber: PikiranRakyat