DEMOCRAZY.ID - Indonesia tengah memasuki babak baru dalam sejarah kekuasaan. Bukan lagi sekadar kontestasi politik di panggung terbuka, melainkan duel senyap antar-konglomerat yang berebut kunci ekonomi di bangsa ini.
Di satu sisi berdiri para taipan tua yang dikenal sebagai “9 Naga”—kelompok konglomerat keturunan Tionghoa yang dipimpin Tomy Winata dan Aguan yang sudah lama mengakar di jantung ekonomi Indonesia.
Di sisi lain, muncul taipan dengan basis kekuatan lokal dengan brand anyar “9 Haji”.
9 Haji kini menjadi poros pengusaha pribumi yang mulai mengukuhkan diri dengan kekuatan tambang, logistik, hingga jaringan politik.
Jika Orde Baru melahirkan kongsi bisnis-politik yang tertutup, maka pasca-Reformasi melahirkan konflik antarporos modal.
Pilpres 2029 diperkirakan menjadi arena benturan terbesar antara dua kelompok oligarki ini.
Namun pertarungan mereka bukan hanya di TPS, melainkan di balik layar, di lahan tambang nikel, dermaga batu bara, hingga meja pengesahan anggaran partai.
Kasus Timah, Sinyal Serangan Balik
Kasus megakorupsi PT Timah yang tiba-tiba meledak setelah Pilpres 2024 bukan sekadar penegakan hukum.
Banyak pengamat menilai ini sebagai bagian dari strategi "buka kartu" untuk menekan dominasi 9 Naga.
Nama-nama seperti Harvey Moeis dan jaringan bisnis Tionghoa mulai diseret, menandakan bahwa skenario pelemahan konglomerasi mapan sedang dimainkan oleh kekuatan baru.
Sinyal ini bukan hanya tentang hukum—ini pesan bahwa arus dominasi ekonomi sedang coba dialihkan.
Sumber daya mineral strategis seperti timah dan nikel menjadi alat pertarungan baru dalam perebutan supremasi.
Dalam skenario tanding ini, Haji Isam, pemilik Jhonlin Group, tampil sebagai figur sentral dari poros 9 Haji.
Tak hanya menguasai tambang batu bara di Kalimantan, Haji Isam kini diduga tengah membangun fondasi politik dengan mendorong Amran Sulaiman maju sebagai calon ketua umum PPP.
Ini bukan sekadar pengaruh partai. Ini langkah sistematis membentuk kendaraan politik untuk menantang kekuasaan ekonomi lama.
Amran Sulaiman, Menteri Pertanian yang dikenal dekat dengan elite kekuasaan dan punya pijakan kuat di sektor pangan, disiapkan menjadi pion penting.
PPP, yang selama ini lesu, bisa dihidupkan kembali menjadi alat negosiasi poros baru di tengah polarisasi politik.
9 Haji, Konglomerat Pribumi Menyusun Barisan
Bossman Mardigu sempat menyatakan bahwa era “9 Naga” akan tergantikan oleh “9 Haji”—kelompok konglomerat pribumi yang tak hanya punya tambang, tetapi juga nasionalisme ekonomi.
Nama-nama seperti Haji Isam dan Jusuf Hamka kini tak bisa dianggap remeh. Mereka punya sumber daya, logistik, dan koneksi politik.
Dari Sulawesi hingga Kalimantan, para taipan baru ini tengah mengonsolidasikan kepemilikan atas SDA strategis.
Mereka juga mulai merapat ke partai-partai Islam, ormas lokal, bahkan kelompok purnawirawan sebagai bentuk aliansi kekuasaan alternatif.
Siapa Kuasai SDA, Dia Kuasai Pemerintah
Nikel, timah, dan batu bara bukan sekadar komoditas. Di era transisi energi, mineral ini adalah kunci masa depan. Dari baterai mobil listrik hingga geopolitik industri global.
Siapa yang bisa menguasainya, dia menguasai arus kas negara. Dan siapa menguasai arus kas, dia bisa menentukan siapa duduk di kursi RI-1.
Itu berarti pertarungan antara 9 Naga dan 9 Haji bukan sekadar perebutan ekonomi. Ini tentang siapa yang akan menulis bab berikutnya dalam sejarah kekuasaan Indonesia.
Orde baru konglomerasi sedang dibentuk—dan jika rakyat tak waspada, mereka hanya akan menjadi penonton di panggung demokrasi yang dikendalikan oleh uang, tambang, dan kendaraan politik oligarki.
Sumber: Sawitku