HUKUM POLITIK

21 Tahun Kekuasaan Tanpa Jejak, Publik Desak Jokowi Minta Maaf dan Gibran Mundur!

DEMOCRAZY.ID
Juni 29, 2025
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
21 Tahun Kekuasaan Tanpa Jejak, Publik Desak Jokowi Minta Maaf dan Gibran Mundur!

21 Tahun Kekuasaan Tanpa Jejak, Publik Desak Jokowi Minta Maaf dan Gibran Mundur!


DEMOCRAZY.ID - Politikus senior PDI Perjuangan, Beathor Suryadi, kembali mengguncang panggung politik nasional dengan kritik tajam terhadap mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi). 


Ia menuding bahwa selama 21 tahun menikmati kekuasaan politik, Jokowi tak pernah secara terbuka menunjukkan dokumen kependidikan yang sah dan terverifikasi oleh penyelenggara pemilu — baik KPUD Solo, KPUD DKI Jakarta, maupun KPU RI.


Pernyataan ini disampaikannya sebagai respons terhadap keterangan mantan Ketua KPUD Solo, Eko Sulistyo, yang mengungkap bahwa Jokowi memiliki dua gelar akademik — doktorandus dan insinyur — tetapi tanpa asal institusi pendidikan yang dicantumkan secara eksplisit dalam ijazah yang dilampirkan saat pendaftaran Pilkada.


“KPUD Solo tidak memverifikasi dokumen tersebut secara tuntas. Bahkan tidak ada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari sekolah atau universitas asal,” ujar Beathor, mengutip penjelasan Eko Sulistyo, Ahad (29/6/2025).


Menurut Beathor, hal ini mencerminkan kelemahan mendasar dalam sistem verifikasi calon pemimpin bangsa. 


Ia menduga praktik serupa terus berulang saat Jokowi mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta hingga akhirnya menjadi Presiden Republik Indonesia.


“Selama 21 tahun Jokowi menikmati kekuasaan dan berbagai keuntungan bagi dirinya dan keluarganya, namun pada saat yang sama menjadi beban historis dan moral bagi bangsa,” ujarnya.


Atas dasar itu, Beathor menuntut adanya permintaan maaf terbuka kepada rakyat Indonesia dari lima pihak sekaligus: Jokowi, Universitas Gadjah Mada (UGM), KPU, Bawaslu, dan Komisi II DPR RI. 


Ia menilai, kelima institusi tersebut telah lalai dalam memastikan keabsahan proses pemilihan sejak Pilkada Solo hingga Pilpres.


Tidak berhenti di situ, Beathor juga mendesak agar dalam pidato permintaan maaf tersebut, Jokowi sekaligus mengumumkan pengunduran diri putranya, Gibran Rakabuming Raka, dari jabatan Wakil Presiden RI. 


Ia menyebut posisi Gibran sebagai produk dari cacat moral dan etika kekuasaan yang diwariskan secara nepotistik.


“Langkah berikutnya, Mahkamah Konstitusi dan MPR RI harus segera memproses pemilihan Wakil Presiden pengganti secara konstitusional,” tegas Beathor.


Desakan Pemakzulan Gibran dan Kontroversi Ijazah Terus Menguat: 'Jokowi Makin Terdesak!'



Mantan Presiden Joko Widodo tengah menghadapi tekanan politik yang meningkat setelah Forum Purnawirawan TNI secara resmi menyerahkan surat tuntutan kepada DPR yang salah satunya berisi desakan pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.


Jenderal TNI (Purn.) Try Sutrisno memberikan restunya atas langkah tersebut, menyebut tuntutan para purnawirawan menyangkut persoalan mendasar bagi bangsa dan negara.


“Saya mendoakan semoga DPR hatinya terbuka,” ujar Try Sutrisno dalam pernyataan usai menerima delegasi Forum Purnawirawan di kediamannya di Menteng, Jakarta Pusat.


Pertemuan tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh militer senior, termasuk Laksamana (Purn.) Slamet Subiyanto, Letjen TNI (Purn.) Soeharto, Mayjen TNI (Purn.) Sunarko, Marsda (Purn.) Amin Syah Budiono, serta penggagas forum, Dwi Cahyo Suarsono.


Para purnawirawan mengajukan delapan poin tuntutan yang telah dikaji dan didukung dengan dokumen, salah satunya menyoroti inkonstitusionalitas proses pencalonan Gibran sebagai wakil presiden.


Mereka mengklaim keputusan Mahkamah Konstitusi yang membuka jalan bagi Gibran bertentangan dengan hukum, terutama setelah Majelis Kehormatan MK memutuskan Anwar Usman, paman Gibran dan Ketua MK saat itu, melanggar etik berat.


“Publik menjuluki Gibran sebagai 'anak haram konstitusi',” ujar pengamat politik dan jurnalis senior Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, dikutip oleh Poskota pada Senin, 2 Juni 2025.


Menurut UUD 1945, proses pemakzulan melibatkan DPR, Mahkamah Konstitusi, dan MPR. 


DPR harus terlebih dahulu meminta pendapat hukum MK. 


Jika MK menyatakan syaratnya terpenuhi, barulah MPR dapat mengambil keputusan akhir.


Secara politik, peluang pemakzulan disebut masih terbuka lebar. 


“Yang sangat mungkin mengambil inisiatif pertama adalah PDIP,” kata Hersubeno.


Hubungan PDIP dengan Jokowi disebut sangat memburuk, terlebih setelah tudingan framing isu judi online yang menyeret Menko Polhukam Budi Gunawan, kader PDIP.


Sementara itu, partai Golkar yang kini dipimpin Bahlil Lahadalia, orang dekat Jokowi, diprediksi akan menolak pemakzulan. 


Namun, arah politik partai tersebut tetap dinamis, tergantung sikap Prabowo Subianto, presiden terpilih dan Ketua Umum Partai Gerindra.


“Tradisi Golkar adalah selalu mengikuti siapa penguasanya. Dalam hal ini, tentu penguasanya adalah Pak Prabowo,” jelas Hersubeno.


Situasi politik menjadi semakin rumit ketika isu dugaan ijazah palsu Jokowi kembali mencuat. 


Meskipun Bareskrim telah menyatakan bahwa ijazah Jokowi asli, tekanan opini publik terus menguat.


Jokowi telah melaporkan beberapa tokoh, seperti Roy Suryo, Dr. Rismon, dan Dr. Tifa, yang meragukan keaslian ijazahnya. 


Namun, proses hukum terhadap mereka dinilai tidak akan berjalan mulus.


“Tidak semudah itu bagi Polda untuk memproses Roy Suryo dan kawan-kawan,” ujar Hersubeno, meragukan kekuatan argumen semata dari hasil investigasi Bareskrim.


Secara keseluruhan, Jokowi kini menghadapi dua front utama: gugatan hukum atas keabsahan ijazahnya dan tekanan politik atas posisi Gibran.


Dalam konstelasi politik yang belum stabil menjelang pelantikan pemerintahan baru, dinamika antara Jokowi dan Prabowo juga kian menjadi sorotan.


“Dulu, Pak Harto yang begitu kuat pun bisa dimakzulkan dalam waktu singkat,” pungkas Hersubeno, mengingatkan bahwa segala kemungkinan masih terbuka.


Sumber: FusilatNews

Penulis blog