DEMOCRAZY.ID - Tragedi ledakan bom yang menewaskan 13 orang di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut pada Senin (12/5/2025) mengejutkan banyak pihak.
Dalam pristiwa tersebut, sebanyak 4 anggota TNI dan 9 orang warga sipil dinyatakan tewas ketika melakukan pemusnahan amunisi kedaluwarsa TNI AD.
Hanya berselang sehari, sebuha video mengejutkan terunggah di media sosial.
Video itu merekam momen ketika sejumlah anggota TNI dan warga tengah membongkar bom di sebuah tenda militer.
Video itu satu di antaranya diunggah oleh Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Johannes Suryo Prabowo.
Lewat instagramnya @suryoprabowo2011 pada Selasa (13/5/2025), Suryo Prabowo membagikan rekaman ketika sejumlah anggota TNI dan warga diduga tengah melakukan pemusnahan amunisi kedaluwarsa milik TNI AD.
Dalam sebuah tenda militer, terlihat ada delapan orang pria yang tengah bekerja.
Enam orang terlihat tengah menyusun bahan peledak dalam amunisi berukuran besar.
Sedangkan dua orang lainnya terlihat tengah membongkar amunisi berkaliber lebih dari 120 mm.
Hanya bermodalkan palu dan pahat, dua orang yang terduduk di tanah itu memisahkan ujung proyektil dengan selongsong bahan peledak.
Dalam tayangan berikutnya, terlihat sejumlah pria juga tengah bekerja.
Mereka terlihat santai membongkar ranjau berbentuk bulat.
Setelah dibongkar, ranjau itu kemudian disusun dengan rapih, sebagian lainnya terlihat dijadikan sebagai alas tempat duduk.
Terkait hal tersebut, Mantan Kepala Staf Umum TNI dan mantan Wakil Gubernur Timor Timur itu angkat bicara.
Dirinya menjelaskan sifat bahan peldak sangat tidak dapat diduga.
Sehingga setiap saat bahan peledak bisa meledak kapan saja.
"Sifat Bahan Peledak adalah unpredictable atau tidak dapat diduga terutama dalam hal sensitivitas, kecepatan detonasi, dan stabilitas," tulis Suryo Prabowo lewat instagramnya @suryoprabowo2011 pada Selasa (13/5/2025).
"Sifat-sifat ini memengaruhi bagaimana bahan peledak bereaksi terhadap panas, benturan, atau gesekan," jelasnya.
Namun, dijelaskannya, khusus bahan peledak militer terutama yang sudah dikemas dalam bentuk munisi (peluru) dan ranjau, umumnya memiliki sensitivitas rendah.
Oleh karena itu, menurutnya munisi tersebut tidak mudah meledak.
Sebab untuk bisa meledak munisi, diperlukan 'dorongan' bahan peledak yang lebih kuat dan sensitif yang disebut booster, primer dan fuse.
"Tanpa fuse munisi kaliber besar seharusnya tidak bisa meledak. Tetapi kadang kala disimpan di dalam gudang tanpa diapa-apain malah bisa meledak," ungkap Prabowo.
"Oleh karena itulah sifat bahan peledak sulit diduga, apalagi bila sudah kedaluarsa," jelasnya.
Dirinya pun menjelaskan bahan peledak memiliki masa pakai.
Oleh karena itu, langkah pemusnahan harus dilakukan agar peristiwa yang tidak diinginkan tidak terjadi. Mengingat sifat bahan peledak sangat sensitif.
"Emang bahan peledak atau munisi bisa kadaluwarsa atau memiliki usia pakai? Ya, iya lah, ciptaan Tuhan pun bisa kedaluarsa, apalagi buatan manusia," ungkap Prabowo.
"Lalu mengapa munisi yang sudah kedaluarsa harus dimusnahkan didisposal? Itu karena sifatnya sudah makin sensitif dan prilakunya sulit diduga. Sehingga berbahaya bila digunakan. Seperti misalnya meledak dilaras atau meledak saat disimpan," jelasnya.
👇👇
[VIDEO]
Situasi sebelum ledakan pemusnahan amunisi kadaluarsa yg menewaskan 13 orang di Garut.
— ¥@N'$ (@yaniarsim) May 12, 2025
Senin 12/5/2025.
Demi besi-besi tua.....😪😠pic.twitter.com/w5FEVS9q5q
Jadi bener komen di Ig kalo keluarga nya ada yg disuruh bantu? Kenapa di balik2 gini. TNI masuk ke sipil. Sipil disuruh bantu ngurusin amunisi kadaluarsa.
— ini yang ke tiga (@ketigakalinyaaa) May 12, 2025
Ribut dwifungsi TNI, sementara ini harusnya kerjaan TNI malah dilempar ke warga sipil?🗿
— Azrael (@angelo_azrael) May 12, 2025
Maksud saya adalah kalau TNI kan sudah dapat pelatihan tentang senjata, rudal, dll
Lha ini warga sipil bongkar2 rudal kok bisa? TNI gak punya SOP standar keselamatan? 🗿🗿
Seharusnya Membawa Berkah
Kejadian tragis peledakan amunisi kedaluwarsa TNI AD yang menewaskan 13 orang di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, menyisakan duka warga setempat.
Padahal, pemusnahan amunisi itu biasanya menjadi berkah bagi warga setempat saat sisa-sisa besi dan logam amunisi bisa dijual jadi rongsokan bernilai uang.
Pada bulan ini saja, pemusnahan amunisi kedaluwarsa di lokasi yang sama sudah dilakukan dua kali pada tanggal 6 dan 12 Mei 2025.
"Biasanya (pemusnahan amunisi) jadi berkah dan sekarang malah jadi musibah," ucap Andi (54), salah seorang warga Desa Sagara, Cibalong, Garut, di sekitar lokasi kejadian, Selasa (13/5/2025).
"Kalau kemarin tanggal 6 Mei di lokasi yang sama, itu aman, tidak ada apa-apa. Eh, kemarin malah jadi kejadian yang buat kami berduka," tuturnya.
Andi menyebut, sisa-sisa logam pemusnahan biasanya suka dikumpulkan warga seusai membantu petugas TNI dengan prosedur yang telah ditetapkan.
Para korban sebetulnya orang-orang pilihan TNI yang biasa membantu mengangkut amunisi ke lokasi pemusnahan.
"Sudah biasa, bukan kali ini saja mereka. Orang pilihan dan sudah pengalaman, bukan kejadian kali ini saja. Mungkin ini sudah menjadi musibah," ucap dia.
Saat kejadian, Andi tak mengetahui detail kronologinya.
Namun, saat mendengar beberapa kali ledakan besar, warga semua panik karena mendengar teriakan-teriakan histeris.
"Lalu, tidak berselang lama, banyak ambulans datang ke lokasi. Saya pikir itu suara ledakan biasa terjadi. Tapi, mendengar informasi ternyata banyak korban meninggal," ungkap dia.
Sumber: Tribun