EDUKASI POLITIK

Rekomendasi Buku Bacaan Untuk Wapres Gibran Agar Monolognya Semakin 'Bermutu'

Democrazy Media
Mei 17, 2025
0 Komentar
Beranda
EDUKASI
POLITIK
Rekomendasi Buku Bacaan Untuk Wapres Gibran Agar Monolognya Semakin 'Bermutu'

Rekomendasi Buku Bacaan Untuk Wapres Gibran Agar Monolognya Semakin 'Bermutu'


DEMOCRAZY.ID - Wakil Presiden Gibran kembali mengunggah monolog terbarunya di youtube pada Sabtu, 10 Mei 2025. 


Selain masih berkutat pada topik hilirisasi, monolog kali ini juga menyinggung persoalan swasembada pangan.


Mengamati kolom komentarnya, monolog tersebut agaknya lebih diapresiasi netizen. 


Terlepas apakah komentar-komentarnya berasal dari buzzer atau benar-benar organik,  monolog kali ini tidak terlalu sumbang terdengar.


Rangkaian monolog Wakil Presiden Gibran yang diunggah ke youtube memang menjadi perbincangan khalayak luas selama beberapa waktu belakangan. 


Konten-konten tersebut oleh sejumlah kalangan dianggap sebagai strategi Gibran memulai start menuju kontes pemilu 2029. 


Monolog yang mengangkat topik-topik strategis dan populer seperti kecerdasan buatan, bonus demografi, dan hilirisasi, mengesankan Gibran ingin dikenal sebagai calon pemimpin masa depan yang visioner sekaligus up to date. 


Sayangnya, monolog Wapres termuda Indonesia Indonesia ini mendapat banyak reaksi negatif. 


Itu terlihat salah satunya lewat banyaknya "jempol terbalik" yang diberikan di unggahannya pada halaman youtube.


Selain sentimen terhadap diri Wapres, faktor lain yang memicu penilaian negatif terhadap monolog wapres ialah soal cara penyampaian, kualitas, dan kedalaman isinya. 


Wapres Gibran dinilai sekadar membaca teks yang dipajang di hadapannya tanpa sungguh-sungguh menguasai isinya. 


Tidak sedikit khalayak yang bertanya-tanya, mungkinkah Wapres sekadar mengikuti teks yang dikreasikan oleh kecerdasan buatan?


Monolog memang bisa dan biasa digunakan sebagai strategi propaganda. Dalam hal ini pilihan Wapres Gibran untuk membuat dan mengunggah rangkaian monolog di youtube bisa dimengerti sebagai langkah cerdik.


Namun, Wapres Gibran nampaknya lupa memberi perhatian yang seimbang antara isi dan teknik. Monolog yang efektif dan berhasil perlu menyeimbangkan antara isi dan teknik penyampaian agar mutunya tidak tenggelam. 


Seorang pembawa monolog sebaiknya mengutamakan pengungkapan gagasan dan cerita supaya pendengar atau penonton mendapat kepuasan serta pengalaman yang berkesan. 


Dalam hal ini monolog harus berasal dari gagasan dan pemikiran Wapres Gibran sendiri,


Monolog yang baik dibuat dengan  bahan-bahan dasar yang bermutu lebih dahulu. Kemudian direnungkan dan dirumuskan dalam bentuk pemikiran. 


Selanjutnya direncanakan cara  penyampaianya agar berhasil menyentuh pembaca, pendengar, dan penonton.


Soal bahan-bahan dasar yang bermutu dan merumuskan pemikiran perlu mendapat perhatian lebih besar. 


Menyimak saat Wapres Gibran menyinggung tentang hilirisasi dengan mengutip contoh daun teh dan tentang peran generasi muda, justru menimbulkan kesan bahwa Wapres tidak memiliki gagasan dan pemikiran yang baru. 


Kalau sekadar memberi contoh daun teh atau mengulang tentang bonus demografi, hal itu juga bisa dilakukan oleh murid sekolah menengah pertama. 


Salah satu kemungkinan penyebab Monolog Wapres Gibran kurang bermutu adalah karena ia kurang memiliki referensi atau kurang waktu untuk membaca lebih banyak buku. 


Kesibukan seorang Wapres dengan banyak pekerjaan mengurus negara barangkali membuatnya jarang menyentuh buku-buku. 


Di sisi lain mesin kecerdasan buatan alias AI hadir menyodorkan jalan mudah untuk membawakan hampir semua informasi secara "cepat saji". 


Padahal membaca buku memberi manfaat besar untuk menggali pengetahuan secara lebih mendalam dan mempertajam pemikiran.


Dengan kata lain Wapres Gibran perlu lebih rajin membaca buku. Berikut ini tiga buku yang bisa mulai dibaca atau kembali dibaca oleh Wapres Gibran agar monolognya lebih bermutu.


Green Tea & White Tea


Rekomendasi Buku Bacaan Untuk Wapres Gibran Agar Monolognya Semakin 'Bermutu'


Saat Wapres Gibran mengutip tentang daun teh untuk menjelaskan soal hilirisasi, hal tersebut tidak sepenuhnya keliru. 


Sebab Indonesia merupakan salah satu produsen daun teh terbaik, tapi kebanyakan ekspor teh dari Indonesia belum berupa produk industri hilir. Di sisi lain penduduk Indonesia kurang berminat mengkonsumsi teh. 


Pengetahuan tentang teh yang masih rendah juga berbanding terbalik dengan banyaknya jenis teh yang dihasilkan. Hal tersebut membuat potensi teh di Indonesia belum tergarap secara maksimal.


Buku ini memuat sari pati pengetahuan tentang teh yang ditulis sebagai bacaan populer sehingga mudah dipahami. Banyak aspek tentang teh diulas dalamnya. 


Mulai dari sejarah teh, tradisi minum teh di berbagai negara, macam-macam teh, hingga teknik budidaya dan pengolahan untuk memproduksi teh bermutu. 


Meski disajikan ringkas, informasinya memperkaya pengetahuan. Barangkali dengan membaca buku ini Wapres Gibran akan bisa merumuskan hilirisasi teh secara lebih rinci. 


Bukan sekadar daun teh yang dikeringkan sebab hal itu sejak lama telah dilakukan. Membuat pengharum ruangan beraroma teh juga bukan gagasan baru, bahkan telah ada produknya.


Buku "Green Tea & White Tea" cocok sebagai bacaan permulaan bagi Wapres Gibran yang nampaknya berhasrat untuk mengembangkan potensi teh Indonesia.  Siapa tahu kelak Wapres Gibran akan menjadi "Bapak Teh Indonesia".


Mengapa Negara Gagal


Rekomendasi Buku Bacaan Untuk Wapres Gibran Agar Monolognya Semakin 'Bermutu'


Buku ini merupakan terjemahan dari "Why Nations Fail" yang diakui secara luas mampu menerangkan secara lebih akurat tentang kegagalan-kegagalan yang dialami banyak bangsa dan negara di dunia. 


Menggabungkan ilmu sejarah, politik, dan ekonomi menjadikan "Mengapa Negara Gagal" bernas dan layak diselami. 


Buku ini memperlihatkan bagaimana kekayaan alam menjadi kutukan bagi sejumlah negara yang akhirnya terjerembab dan tidak bisa bangkit lagi. 


Negara-negara kaya hasil alam yang dikelola oleh institusi politik dan ekonomi yang rakus justru berubah menjadi neraka bagi rakyatnya. 


Mengambil contoh kasus di beberapa negara Asia, Afrika, dan Amerika, buku ini menerangkan bagaimana kekuasan yang semula nampak akan memakmurkan berubah haluan menjadi mesin tirani yang memelihara siklus kekerasan, kehancuran, dan kemiskinan. 


Di sisi lain buku ini menyodorkan jawaban serta solusi bagaimana negara-negara bisa lebih maju dengan menghadirkan kemerdekaan berinovasi dan berekspresi bagi rakyatnya. 


Suatu bangsa yang tidak kaya dan nampak biasa saja bisa mengubah takdirnya dengan membangun sistem yang berkeadilan bagi setiap masyarakat. Termasuk keadilan ekonomi dan pendidikan.


Salah satu pesan sekaligus peringatan penting dari buku ini ialah takdir suatu bangsa dan negara tidak ditentukan oleh warisan kandungan alam dan faktor-faktor geografis. 


Membaca buku ini akan membantu Wapres Gibran serta para pemimpin Indonesia lainnya untuk tidak selalu mendewakan kekayaan alam dan bonus demografi.


Seolah dengan dua hal itu Indonesia sudah separuh jalan berada di depan gerbang kemakmuran. 


Mengulang-ngulang pidato tentang kekayaan alam atau meromantisasi bonus demografi tanpa disertai upaya yang berkeadilan dan bertanggung jawab hanya akan menambah daftar negara yang sakit-sakitan.


Orang-Orang Proyek


Rekomendasi Buku Bacaan Untuk Wapres Gibran Agar Monolognya Semakin 'Bermutu'


Mendorong peran generasi muda dalam pembangunan, tapi memisahkannya dari peran melawan korupsi, kolusi, dan nepotisme merupakan kekeliruan. 


Di tengah kondisi negara dan masyarakat yang telah sakit digegorogi praktik KKN, generasi muda justru harus semakin didorong sebagai agen perubahan.


Buku "Orang-orang Proyek" memperlihatkan integritas seorang insinyur muda dalam tugasnya membangun jembatan desa. 


Bekerja pada proyek pemerintah, sang insinyur segera mengetahui praktik penyimpangan telah dimulai sejak pra-lelang, lelang, hingga pelaksanaan di lapangan. 


Banyak pihak meminta jatah dan mengambil bagian dari nilai proyek. 


Mulai dari pejabat pemerintah pusat dan daerah, tokoh setempat, ormas, hingga partai politik ramai-ramai menggerogoti anggaran proyek. Akibatnya mutu proyek menjadi rendah karena banyak komponen yang diabaikan.


Waktu penyelesaian proyek pun sering dipaksakan agar selesai mengikuti kepentingan pejabat yang ingin meresmikannya sebagai sarana pencitraan. 


Konsekuensinya kualitas bangunan dikorbankan. Sebuah jembatan yang semestinya dibangun untuk masa penggunaan puluhan tahun, ternyata sudah rusak pada tahun pertama setelah diresmikan.


Sang insinyur muda dalam "Orang-orang Proyek" harus menghadapi semua permasalahan itu. 


Cita-citanya membangun jembatan yang bisa dipertanggungjawabkan mutunya terhalang oleh praktik KKN yang sudah "membudaya". 


Ironisnya, masyarakat di sekitar proyek terkesan tidak peduli. Feodalisme gaya baru menjadikan masyarakat mudah diperdaya. 


Beberapa penduduk justru menyuap mandor proyek agar bisa mendapatkan bahan-bahan bangunan secara murah atau dipekerjakan sebagai tukang dan kuli.


Setelah berupaya sekuat tenaga menjaga proyek agar berjalan baik di tengah kerakusan banyak pihak, sang insinyur muda akhirnya memilih mundur dari proyek pembangunan tersebut.


"Orang-orang Proyek" bisa menjadi bacaan mengasyikkan bagi Wapres Gibran. Buku ini memperlihatkan betapa birokrasi dan kekuasan yang korup membuat generasi-generasi muda yang berintegritas tersingkir. 


Mereka bukannya tidak mau berperan aktif dalam pembangunan, tapi sistemlah yang tidak menghendaki peran mereka. 


Sementara sistem dan kekuasan yang dibiarkan terus menerus korup, hanya bisa menciptakan generasi-generasi korup yang baru. Generasi muda yang berintegritas pun memilih dan terpaksa menepi  di luar sana.


Sebagai perwakilan generasi muda di duduk di pemerintahan serta menduduki kekuasaan, Wapres Gibran hendaknya perlu melibatkan diri juga secara lebih nyata. 


Seperti yang dilakukan oleh sang insinyur yang menolak KKN dalam pembangunan jembatan, Wapres Gibran juga perlu melawan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme secara lebih gigih di lingkaran terdekatnya di kekuasaan.


Di tengah kesibukannya mengurus negara dan memikirkan kurikulum AI untuk anak sekolah, buku-buku di atas bisa menemani sedikit waktu luang Wapres Gibran. 


Harapannya setelah membaca lebih banyak buku, monolog-monolog berikutnya yang dibuat oleh Wapres bisa semakin bernas. ***


Sumber: Kompasiana

Penulis blog