CATATAN POLITIK

Melawan Jokowi Adalah Ibadah: 'Dari Raja Bohong ke Warisan Distorsi Negara'

DEMOCRAZY.ID
Mei 29, 2025
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
Melawan Jokowi Adalah Ibadah: 'Dari Raja Bohong ke Warisan Distorsi Negara'
Melawan Jokowi Adalah Ibadah: 'Dari Raja Bohong ke Warisan Distorsi Negara'


Melawan Jokowi Adalah Ibadah: 'Dari Raja Bohong ke Warisan Distorsi Negara'


Bagaimana mungkin tidak disebut ibadah, jika melawan kebatilan adalah perintah agama dan akal sehat? Jokowi, sejak menjabat Gubernur DKI Jakarta, telah memamerkan purwarupa kekuasaan yang tak berpijak pada kejujuran. 


Rekam jejak kebohongannya kemudian dibuktikan saat menjabat Presiden RI, kala Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) menggugat 66 kebohongan Jokowi ke Mahkamah. 


Meski gugatan itu ditolak (putusan NO), seorang tokoh nasional menyebut jumlah kebohongan Jokowi sudah melampaui 100.


Kini, TPUA kembali mengadukan Jokowi atas dugaan penggunaan ijazah palsu S-1. Namun, seperti biasa, tembok kekuasaan begitu kokoh melindungi. 


Hasil forensik Laboratorium Kepolisian dinyatakan “ijazah asli”, meski proses tersebut cacat secara hukum: dua ahli IT dari pihak pengadu tak dimintai keterangan, dan lembaga kepolisian tidak memiliki yurisdiksi untuk menentukan keaslian dokumen—itu adalah wewenang pengadilan.


Sementara itu, sejumlah pakar tetap menyatakan ijazah tersebut palsu. 


Tapi publik digiring untuk percaya, padahal pemahaman hukum dasar saja menyatakan: klaim keaslian dokumen tanpa pembanding forensik dan tanpa uji silang adalah pengaburan kebenaran.


Lebih jauh, Jokowi secara sistematis membangun tembok kekuasaan melalui penempatan para loyalis dan mantan terpidana korupsi di lingkar kekuasaan. 


Mereka kini menempati posisi strategis sebagai tameng bagi dirinya dan misi melanggengkan kekuasaan melalui anaknya, Gibran, sang wakil presiden hasil manipulasi konstitusi (D-1).


Adapun Jokowi menjadi ‘obstruktor’ utama penegakan hukum dan nilai-nilai bangsa:


- Di bidang hukum, ia membiarkan kematian 894 petugas KPPS pada Pemilu 2019 tanpa investigasi tuntas.


- Di bidang politik, ia melangkahi TAP MPRS XXV/1996—benteng ideologis bangsa terhadap komunisme—dengan hanya bermodal Inpres dan Keppres.


- Di bidang ekonomi, ia mewariskan proyek IKN yang tak jelas arah dan tanggung jawab, serta membiarkan proyek-proyek seperti PIK2 yang mengarah pada penguasaan tanah oleh korporasi asing.


- Dalam adab dan nilai Pancasila, ia tampil sebagai sosok pemimpin yang melegitimasi kebohongan, megalomania, dan manipulasi sebagai strategi bernegara. 


Seperti seorang guru yang menghancurkan moral muridnya, Jokowi merusak struktur etika publik.


Kini, meski secara formal tak lagi menjabat, pengaruhnya tetap mendominasi. 


Karakter kekuasaannya yang rendah moral dan cacat nalar terus beranak pinak dalam sistem pemerintahan pasca kepresidenannya.


Maka melawan Jokowi bukan sekadar perlawanan politik. Ia adalah jihad moral. Ia adalah ibadah.


Dalam kacamata konservatif, melawan Jokowi adalah bentuk patriotisme. 


Dalam spirit keislaman dan nasionalisme heroik, mati dalam perjuangan ini adalah syahid, dan hidup dalam perjuangan ini adalah kehormatan. ***

Penulis blog