POLITIK

Ini Dua 'Alasan Utama' Gibran Didesak Mundur dari Jabatan Wapres

DEMOCRAZY.ID
Mei 09, 2025
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Ini Dua 'Alasan Utama' Gibran Didesak Mundur dari Jabatan Wapres



DEMOCRAZY.ID - Ada dua alasan utama mengapa Gibran Rakabuming Raka didesak mundur dari jabatan sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia. 


Kedua alasan tersebut berkaitan dengan persoalan etik yang belum tuntas dan pola komunikasi yang belum optimal antara dirinya dan Presiden Prabowo Subianto.


Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menilai desakan agar Gibran mundur bukan tanpa dasar.


“Soal masalah etis di Mahkamah Konstitusi (MK) belum tuntas sepenuhnya,” kata Agung saat dihubungi, Minggu (4/5/2025).


Menurut Agung, persoalan etika mencuat sejak proses pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden dalam Pilpres 2024. 


Saat itu, Gibran maju mendampingi Prabowo Subianto di tengah kontroversi putusan MK yang membuka jalan baginya meski belum berusia 40 tahun sesuai syarat Undang-Undang Pemilu.


Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dianggap bermasalah karena dikeluarkan saat Ketua MK dijabat Anwar Usman, yang merupakan paman Gibran atau adik ipar Presiden Joko Widodo. 


Anwar tidak mengundurkan diri dari penanganan perkara yang secara langsung menyangkut keponakannya.


Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pun menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat. 


Ia dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK, meski putusannya tetap berlaku dan menguntungkan Gibran.


Agung menyebut, polemik etik itu hingga kini masih menjadi residu yang melekat dalam pemerintahan, terutama karena Gibran dianggap sebagai simbol lanjutan dari ekses pemerintahan Jokowi selama dua periode.


Alasan kedua, lanjut Agung, berkaitan dengan pola komunikasi antara Gibran dan Presiden Prabowo yang belum terbangun secara solid. 


“Kinerja publik Mas Wapres selama enam bulan dan performa komunikasi beliau dengan Presiden Prabowo belum optimal,” ujarnya.


Menurutnya, hubungan antara presiden dan wakil presiden semestinya menunjukkan sinergi yang kuat di mata publik. 


Namun hingga kini, belum terlihat adanya kerja sama komunikasi yang efektif dan mencolok dari pasangan tersebut.


Asal Usul Isu Pemakzulan Gibran


Desakan agar Gibran mundur dari kursi wapres juga mendapat sorotan dari kalangan purnawirawan militer. 


Pada April 2025, Forum Purnawirawan Prajurit TNI secara resmi menyampaikan delapan tuntutan kepada Presiden Prabowo Subianto, salah satunya adalah pencopotan Gibran dari jabatan wakil presiden.


Tuntutan ini dibacakan dalam acara silaturahmi bersama tokoh masyarakat pada 17 April 2025, dan ditandatangani oleh 332 purnawirawan perwira TNI, termasuk mantan Danjen Kopassus, Sunarko.


Mereka menilai kehadiran Gibran sebagai wapres telah menimbulkan kegaduhan politik dan dianggap tidak mencerminkan prinsip etika dalam bernegara. 


Sunarko menegaskan bahwa tuntutan itu bukan hanya suara para purnawirawan, tetapi juga aspirasi masyarakat luas.


“Semua yang kami sampaikan adalah demi kepentingan bangsa dan negara,” tegas Sunarko dalam pernyataannya pada 28 April 2025.


TB Hasanuddin: Melihat Komposisi di DPR, Mustahil Gibran Dimakzulkan


Anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menilai pemakzulan Wakil Presiden (Wapres) RI, Gibran Rakabuming Raka sulit terwujud.


Hal tersebut disampaikan saat menanggapi delapan poin tuntutan Forum Purnawirawan TNI yang diteken oleh 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal dan 91 kolonel. 


Adapun, poin kedelapan yang disepakati meminta agar posisi Gibran sebagai Wapres RI diganti.


1. Melihat komposisi DPR, Gibran sulit dimakzulkan


Hasanuddin mengatakan, melihat komposisi DPR yang mayoritas berasal dari partai politik pendukung pemerintah, pemakzulan Gibran tidak mungkin dilakukan.


"Ini kan kalau kita lihat, tidak mungkin lah. Di DPR itu mayoritasnya sekarang kan ya di kubu pendukung pemerintah. Di kubu pendukung pemerintah, jadi kayaknya tidak mungkin menjadi sebuah kenyataan," kata Hasanuddin dalam wawancara khusus IDN Times di program Real Talk with Uni Lubis, Kamis (6/5/2025).


Ia tak memungkiri, adanya dorongan agar Gibran diganti merupakan pendapat yang sah-sah saja di negara yang menganut prinsip demokrasi ini. 


Namun, ia menekankan, pemakzulan itu tidak mudah dan membutuhkan proses yang sangat panjang.


"Begini, saya pribadi, ini bukan sikap PPAD atau sikap PDIP ya, pribadi Hasannudin. Begini, siapapun di era demokrasi ini berpendapat sah-sah saja, dilindungi dengan undang-undang, clear sampai di situ ya. Tapi dilaksanakan bisa atau tidak, soal pemakzulan itu, nggak semudah itu," tuturnya.


2. Syarat presiden dan wakil presiden dimakzulkan


Politikus PDIP itu pun menjelaskan, berbagai persyaratan yang harus dipenuhi jika ingin memakzulkan presiden dan/atau wakil presiden. 


Syarat tersebut secara khusus diatur dalam Pasal 7A UUD 1945.


"Karena begini, pemakzulan presiden-wakil presiden itu, ada beberapa persyaratan. Yang pertama itu karena pelanggaran hukum, yang kemudian berakibat pidana, korupsi, atau mungkin yang lain-lain dan sebagainya. Ini harus melalui proses hukum. Bahkan menurut undang-undang dibawa ke MK dan sebagainya," ungkap Hasanuddin.


"Kedua, itu adalah pengkhianatan terhadap negara kesatuan Indonesia. Harus terbukti. Padahal pengkhianatan itu debatable lah ya. Saya belum tahu juga ini pengkhianatan (seperti apa). Belum pernah ada berkhianat terhadap NKRI. Kemudian (ketiga) itu melakukan tindakan tercela. Intinya begitu, tiga itulah," sambungnya.


3. Melalui proses panjang di DPR dan MPR


Hasannudin menambahkan, jika syarat pemakzulan tersebut terpenuhi, maka tahapan selanjutnya akan melalui proses panjang di DPR dan MPR.


"Sekarang andaikan ada masyarakat yang menghendaki pemakzulan, ya harus berangkat dari situ. Lalu masuk ke DPR. Di DPR melalui proses. Kemudian di DPR pun ada sebuah proses yang ujungnya mayoritas, nah nanti yang akan membawanya ke MPR. Dan setelah melalui proses hukum yang benar, ke MK dan sebagainya. Itu pun dibawa ke MPR," tutur dia.


Kemudian, di MPR akan dilakukan mekanisme pemungutan suara hingga sidang paripurna. Nantinya akan ditentukan melalui suara terbanyak di MPR.


"Sampai kemudian melakukan sidang MPR. Dan kemudian kalau terpenuhi jumlahnya, kuotanya, ya baru ada sebuah keputusan. Dan itu tidak mudah. Dari sekian puluh masuk kemudian ke rapat Paripurna, ambil suara dan sebagainya," ucap Hasanuddin.


Oleh sebab itu, Hasanuddin menilai, proses pemakzulan Gibran sulit terwujud, mengingat kursi di DPR maupun MPR mayoritas diisi parpol pendukung pemerintah.


Sumber: JogloSemar

Penulis blog