Ijazah Misterius dan Pembela Buta: 'Membantah Sugiono Si Pecinta Jokowi!'
Oleh: Damai Hari Lubis
Pengamat Kebijakan Umum Hukum dan Politik (KUHP)
Peristiwa Hukum Tak Pernah Mengarah pada Ijazah Asli Jokowi
Kepada Sugiono yang asal bunyi membela Jokowi, perlu diluruskan secara hukum: kasus yang menjerat Bambang Tri Mulyono (BTM) dan Gus Nur tidak serta-merta membuktikan keaslian ijazah Jokowi.
Fakta-fakta berikut ini membongkar kekeliruan logika Sugiono:
- Jokowi tidak pernah melapor secara pribadi terhadap BTM dan Gus Nur.
- Jokowi bukan saksi korban. Tidak tercatat dalam BAP manapun.
- Pelapor justru adalah seorang guru SD, yang merasa nama baik sekolahnya tercemar.
- Nama pengacara yang disebut Sugiono salah besar. Dalam sidang, BTM mencabut kuasa hukum terhadap beberapa advokat karena merasa tidak nyaman.
- JPU, majelis hakim, kuasa hukum kedua terdakwa, penyidik, hingga saksi teman sekolah Jokowi, tak satu pun pernah melihat ijazah asli. Anehnya, fotokopi ijazah sudah dilegalisir—tapi tanpa pembuktian otentik.
- Ahli dari penyidik pun belum pernah melihat ijazah asli Jokowi.
- BTM memiliki fotokopi ijazah yang identik dengan milik JPU—lalu di mana letak ujaran kebencian?
Isi Putusan yang Layak Diperdebatkan
Vonis Pengadilan Negeri Surakarta menghukum kedua terdakwa 6 tahun penjara, lalu dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang, dan dijatuhi hukuman baru 4 tahun penjara karena dianggap melanggar UU ITE terkait ujaran kebencian. Putusan ini diperkuat oleh Mahkamah Agung.
Namun, narasi Sugiono yang menyimpulkan putusan itu sebagai bukti keaslian ijazah Jokowi sangat menyesatkan dan mengaburkan sejarah hukum.
Ia membela dengan kacamata kuda dan menjual kebohongan hukum kepada publik.
Dari Perspektif Hukum: Putusan MA Layak Dipersoalkan
Asas hukum pidana menghendaki penemuan kebenaran materiel.
Jika dasar putusan adalah ujaran kebencian karena mengungkap dugaan ijazah palsu, maka pertanyaannya: mana ijazah aslinya?
Mana skripsinya? Mana bukti pembayaran kuliah? Mana alamat kos saat kuliah? Mana bukti hasil uji laboratorium atas keaslian ijazah?
Tanpa bukti primer, klaim ujaran kebencian hanyalah ilusi hukum.
Ujaran Kebencian Tanpa Kebencian?
Tidak ada bukti bahwa BTM dan Gus Nur menyebar kebencian.
Bahkan, sumpah mubahalah, yang disebut menimbulkan kegaduhan, bukan delik pidana. Tidak ada aturan yang melarangnya.
Klaim bahwa Jokowi pernah memperlihatkan ijazah asli S-1 ke publik juga tak bisa dibuktikan siapa pun—bahkan pihak UGM. Hasil labfor terhadap dokumen pun masih misterius.
Penutup: Narasi Sugiono Wajib Dipatahkan
Sugiono harus disadarkan: pendapatnya tidak hanya dangkal, tapi berpotensi menjadi kebohongan publik.
Informasi resmi dari Bareskrim maupun isi vonis inkracht MA tidak pernah menyatakan bahwa ijazah asli Jokowi telah diperlihatkan dan diperiksa secara sah dalam proses hukum.
Sebagai penutup, kami menilai bahwa proses peradilan terhadap BTM dan Gus Nur justru mencerminkan kemerosotan moral aparatur hukum di era 2014–2024—rezim yang lebih senang menghukum suara kritis ketimbang membuka ruang transparansi.
Waktu akan membuktikan: keberadaan novum akan menjadi jalan bagi upaya PK (Peninjauan Kembali), sekaligus pembebasan dan rehabilitasi bagi dua patriot hukum—BTM dan Gus Nur. ***