DEMOCRAZY.ID - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof Jimly Asshiddiqie, angkat bicara terkait polemik seputar keabsahan ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) yang ramai diperbincangkan di ruang publik.
Jimly menilai upaya mempersoalkan ijazah Jokowi adalah tindakan tidak etis dan merupakan strategi ‘licik’ yang kerap digunakan untuk menjatuhkan lawan politik secara tidak sehat.
Jimly mengatakan bahwa kasus ijazah palsu memang sudah marak terjadi sejak beberapa edisi Pemilu sebelumnya.
Dia mengakui bahwa kasus semacam itu masih kerap terjadi karena lemahnya proses administrasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara Pemilu.
"Jadi, kasus ijazah palsu itu banyak sekali, dan itu baik untuk Pilkada atau Pileg, ada saja,”
“Karena administrasi ijazah ini masih bermasalah sejak lama," katanya dikutip dari YouTube Refly Harun, Jumat (16/5/2025).
Lalu, Jimly mengatakan kasus ijazah palsu memang kerap digunakan pihak tertentu untuk menjatuhkan lawan politiknya.
Menurutnya, cara semacam itu menjadi hal paling mudah yang bisa dilakukan.
"Sehingga begitu mendengar ada isu (dugaan ijazah palsu Jokowi) ini, ya, ini cara menjatuhkan lawan politik."
"Kalau kita nggak suka sama orang, kita cari urusan ijazahnya," kata Jimly.
Sementara, terkait kasus ijazah Jokowi, Jimly menilai sudah tidak hanya berkaitan dengan pokok perkara saja.
Tetapi kasus ini sudah meluas seperti politik hingga soal terpilihnya Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden RI.
Bahkan, Jimly menganggap kasus ini sudah menempatkan keluarga Jokowi sebagai musuh masyarakat.
Namun di saat yang bersamaan, sambungnya, Jokowi juga akan semakin banyak didukung terkait kasus yang menjeratnya tersebut.
"Di lain pihak, bakal makin banyak yang memusuhi, makin emosional, maka akan semakin banyak muncul pendukung," tuturnya.
Jimly juga menilai kasus ijazah Jokowi ini akan berlarut-larut karena bersamaan pula dengan wacana pemakzulan terhadap Gibran sebagai Wakil Presiden RI.
"Jadi (kasus ijazah Jokowi) ini akan sampai 2029," tuturnya.
Lebih lanjut, Jimly mengungkapkan meski sudah ada putusan dari pengadilan terkait kasus ini dan diputuskan ijazah Jokowi asli, dia menduga kasus ini akan terus dimainkan.
Pasalnya, dia menganggap pihak yang menggugat tetap tidak merasa puas akan putusan tersebut.
"Apapun nanti keputusan dari proses peradilan, tidak memuaskan pihak yang dikalahkan," katanya.
Jokowi Tutup Pintu Damai Kasus Tuduhan Ijazah Palsu
Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) menutup pintu damai dan menolak mediasi yang diajukan oleh Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama) Cirebon Raya.
Jokowi menutup pintu damai terkait kasus tuduhan ijazah palsu terhadap dirinya yang dibuat oleh Roy Suryo dan sejumlah pihak lainnya.
Penolakan damai ini terjadi dalam pertemuan yang berlangsung di kediaman Jokowi di Solo, Kamis (15/5/2025) pukul 14.15 WIB.
Sebuah akun X @tham878 juga menyebut bahwa upaya Kagama untuk membuka ruang mediasi ditolak mentah-mentah oleh Jokowi.
"Kagama Cirebon hari ini tiba-tiba datang ke rumah Pak Jokowi untuk mediasikan Roy Sukro dkk tapi ditolak Pak Jokowi,”
“Sekarang nasib Roy Suryo dkk bagaikan telur diujung tanduk, merek tanpa malu minta mediasi lewat Kagama Cirebon,”
“Pura-pura baik Kagama Cirebon, setahu gue masih satu geng dengan Roy Suryo dkk menyerang Pak Jokowi lewat isu ijazah palsu,” tulis akun tersebut.
Ketua Kagama Cirebon Raya, Heru Subagia membenarkan ada upaya mediasi dengan Jokowi.
Dia turut mengungkapkan hasil pertemuan dirinya bersama empat perwakilan Kagama Cirebon dengan Jokowi, yang berlangsung di Solo, Kamis (15/5/2025) sekitar pukul 14.15 WIB.
Heru menyebut bahwa pertemuan berlangsung hangat dan diterima dengan baik oleh Jokowi.
Ia menegaskan bahwa pihaknya menyampaikan tiga poin utama dalam audiensi tersebut, salah satunya terkait isu ijazah Jokowi.
"Alhamdulillah kita berlima diterima dengan baik. Materi yang kita sampaikan sesuai rencana semula," ujar Heru.
Kata Heru, fokus pembahasan adalah upaya mediasi antara Jokowi dengan sejumlah pihak yang kerap mengkritisi keabsahan ijazah kepala negara, seperti Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan dr Tifa.
Di hadapan Jokowi, Heru menegaskan bahwa ketiganya tidak memiliki niat untuk menyerang pribadi, melainkan mendorong transparansi berdasarkan pendekatan ilmiah.
“Mereka tidak punya niat apapun untuk menghina atau membuat kegaduhan dengan isu ijazah. Mereka tetap pada posisi saintifik,” terang Heru.
Heru bilang, Kagama Cirebon sudah mengupayakan jalur komunikasi untuk mempertemukan Jokowi dengan para alumni dan pihak terkait guna menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan dan dalam bingkai kealumnian.
Namun, ia mengakui bahwa upaya mediasi menghadapi tantangan berat, terutama setelah Jokowi melaporkan sejumlah pihak ke Polda Metro Jaya.
"Pak Jokowi berkata, tidak mungkin menarik kembali proses hukum yang sedang dijalankan," ungkapnya.
Atas sikap tersebut, Heru menegaskan bahwa pihaknya menghormati keputusan Jokowi untuk tetap melanjutkan proses hukum.
Meskipun Kagama Cirebon berharap penyelesaian dapat dilakukan secara damai dan kekeluargaan.
“Kami tetap konsisten mengupayakan mediasi, tapi pada akhirnya kami juga menghormati sikap Pak Jokowi,” kuncinya.
Kendati begitu, Kagama tetap berkomitmen mendorong dialog dan rekonsiliasi.
“Kami tetap berusaha membuka ruang komunikasi. Tapi kalau Pak Jokowi memilih proses hukum, itu hak beliau yang harus dihormati,” ujarnya.
Sumber: Tribun