DEMOCRAZY.ID - Koordinator Barisan Jokowi Lovers (BJL), Chandra Hendra Sukmawijaya, menegaskan bahwa pihaknya akan melaporkan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, ke Bareskrim Mabes Polri.
Langkah ini diambil menyusul pernyataan Megawati yang dianggap menyinggung ijazah mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Meskipun Megawati tidak secara eksplisit menyebutkan nama, konteks pembicaraannya dianggap jelas mengarah kepada Jokowi.
Menurut Chandra Hendra, ucapan Megawati dapat memicu kegaduhan di tengah masyarakat dan berpotensi melanggar hukum.
Ia menyatakan, “Semua di hadapan hukum sama, tidak terkecuali mantan presiden Megawati.”
Oleh karena itu, pihaknya memilih jalur hukum untuk menyelesaikan persoalan ini.
Chandra menekankan bahwa Megawati akan dilaporkan dengan menggunakan Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur mengenai pencemaran nama baik dengan menuduh seseorang melakukan sesuatu yang tidak benar.
Chandra Hendra juga menyoroti pentingnya keadilan hukum dalam konteks kasus ini.
Ia menambahkan bahwa tidak boleh ada diskriminasi terhadap siapapun, termasuk tokoh besar seperti Megawati.
“Jika Jokowi berani melaporkan orang-orang yang memfitnahnya terkait ijazah palsu, maka kita pun harus berani melaporkan siapapun yang menyinggung hal tersebut tanpa bukti jelas,” tegas Chandra kepada wartawan, Jumat (16/5/2025).
Menurut Chandra, tindakan hukum ini juga merupakan bentuk pembelajaran kepada masyarakat agar lebih bijak dalam menyampaikan opini dan tidak melakukan tuduhan tanpa dasar.
Ia berharap langkah BJL ini dapat memberikan efek jera serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya klarifikasi sebelum menyebarkan pernyataan.
Langkah BJL ini menuai beragam respons dari masyarakat.
Sebagian besar pendukung Jokowi mendukung upaya pelaporan ini sebagai bentuk pembelaan terhadap kehormatan Jokowi.
Namun, ada pula pihak yang mempertanyakan apakah langkah ini akan memperkeruh hubungan antara para pendukung Jokowi dan PDIP, mengingat hubungan historis dan politik antara Jokowi dan Megawati yang cukup kuat.
Pengamat politik Rokhmat Widodo, menilai bahwa laporan ini bisa memicu polemik politik yang lebih luas.
Menurutnya, meskipun langkah hukum adalah hak setiap warga negara, ada baiknya dilakukan dialog terlebih dahulu agar tidak menambah ketegangan antara kubu pendukung Jokowi dan PDIP.
Pasal 311 KUHP berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja menista atau menuduh seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud diketahui umum, padahal tuduhan itu tidak benar, maka diancam pidana penjara maksimal empat tahun.”
Berdasarkan pasal ini, BJL merasa bahwa Megawati telah melakukan pencemaran nama baik dengan mengarahkan tuduhan tanpa dasar ke Jokowi.
Kasus ini berpotensi memicu dinamika politik yang lebih besar, terutama mengingat posisi strategis Megawati sebagai Ketua Umum PDIP dan figur penting dalam politik nasional.
Apakah laporan BJL akan diterima oleh Bareskrim Mabes Polri masih menjadi tanda tanya besar, namun langkah ini menunjukkan adanya pergeseran dinamika dalam lingkaran pendukung Jokowi sendiri.
Langkah ini sekaligus menjadi tantangan bagi pihak kepolisian untuk bersikap profesional dan adil dalam menangani laporan dari pihak manapun, termasuk yang melibatkan tokoh besar seperti Megawati.
Ke depan, publik akan terus mencermati perkembangan kasus ini sebagai bagian dari proses demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia.
Megawati Singgung Polemik Ijazah Jokowi: Kalau Betul Kasih Aja, Susah Amat!
DEMOCRAZY.ID - Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menyinggung hebohnya tuduhan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Megawati menyarankan pemilik ijazah untuk menunjukkan ijazahnya agar tak menimbulkan polemik yang berkepanjangan.
Hal itu disampaikan Megawati saat memberikan sambutan dalam acara peluncuran buku 'Pengantar Pemahaman Konsepsi Dasar Sekitar Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI)' di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Jakarta Pusat, Rabu (14/5/2025).
Mulanya, Mega bercerita pengalamannya di BRIN yang memiliki ribuan peneliti.
"Saya mesti cerita sedikit pengalaman kenapa Pak Bambang Kesowo nulis (buku) sebegini tebalnya. Karena ketika saya ditugasi ke BRIN ini, terus saya punya researcher itu 8.144, wah saya pusing kepala.
Kan ini pasti orang pintar semua ini. Wah, tapi saya tidak mau kalah. Saya suruh Pak Handoko, saya suruh ditesting dengan ilmu psikologi. Jadi IQ-nya sama EQ-nya intelligence quotient sama emotional quotient. Supaya apa? Ini benar pintar atau ngerepek ini," kata Mega.
Mega lalu mengungkit ramainya kasus tuduhan ijazah palsu Jokowi.
Mega mengatakan, jika ijazahnya benar, tunjukkan saja ke publik agar tidak menimbulkan polemik yang berkepanjangan.
"Yo orang banyak kok sekarang gonjang-ganjing urusan ijazah, bener opo nggak?" ujarnya.
"Ya kok susah amat ya, kan kalau di ijazah betul gitu, kasih aja, 'ini ijazah saya' gitu loh," lanjut ya.
Kembali terkait BRIN, Mega mengaku pusing mengurusi orang pintar di lingkungannya.
Mega juga mengaku bingung karena harus membuat tesis sampai bertanya dan meminta pendapat.
"Nah, dengan demikian, nah ini kan saya pusing ya ngurusi orang pintar-pintar ya. Terus waktu saya pertama kali ketemu, pasti kan pikiran orang pintar itu kan wah suka menuju kemana.
Kadang melayang-layang. Jadi Saya juga mesti memperkenalkan dong, saya sendiri juga bingung sebetulnya.
Kenapa, loh tapi saya punya bukti. Jadi kata orang profesor saya 3, lalu doktor honoris causa saya 11, masih nunggu lagi 4, makanya saya bilang loh, saya kok bingung lah kok saya profesor aja 3," ucapnya.
"Lah tapi bingungnya saya kan, apa itu namanya, mesti tesis lah, mesti apa segala ya. Nah, saya jadi banyak tanya dulu dong sama orang pintar-pintar.
Saya terima apa tidak, Oh itu penghormatan Bu, Apalagi kalau dari luar. Oh gitu toh, itu sudah lebih katanya sama orang yang sekolah membuat untuk disertasi. Oh gitu ya, ya saya terima saja," imbuhnya.
👇👇
Sumber: SuaraNasional