DEMORAZY.ID - Jenderal TNI (Purn) Mulyono merupakan salah seorang purnawirawan Perwira Tinggi (Pati) TNI Angkatan Darat.
Puncak kariernya didapat saat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) periode 2015-2018.
Jauh sebelum mencapai karier cemerlang di TNI, Mulyono ternyata memiliki kisah menarik yang mengikuti perjalanan hidupnya.
Siapa sangka, sebelum mengabdi di dunia militer, ia sempat diterima menjadi mahasiswa di Universitas Gadjah Mada ( UGM ).
Namun, takdir membawanya menuju jalan lain di militer. Ia kemudian meninggal UGM setelah sempat tak masuk kuliah sampai tiga bulan.
Alasan Mulyono Tinggalkan UGM
Mulyono lahir pada 12 Januari 1961 di Desa Cepokosawit, Kecamatan Sawit, Boyolali, Jawa Tengah.
Ia adalah anak ketiga dari pasangan Suyatno Yatno Wiyoto dan Pardinah.
Sejak kelahirannya, Mulyono langsung membawa kebahagiaan tersendiri bagi keluarga. Bahkan, namanya sendiri mengandung makna yang cukup mendalam.
“Pemberian nama Mulyono yang merupakan anak ketiga mengandung maksud agar nantinya anak yang dilahirkan ini mempunyai sifat yang mulia atau membawa kemuliaan,” bunyi kalimat dalam Buku Biografi Mulyono "Sosok Jenderal, Sang Pembeda" yang diterbitkan Dinas Sejarah Angkatan Darat, Bandung, 2018, dikutip Kamis (1/5).
Setelah lulus SMA, Mulyono berkeinginan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Hal ini seperti yang dicita-citakan oleh orang tuanya dulu saat berpesan agar dirinya harus kuliah tanpa perlu memikirkan biaya.
Berawal dari pesan itu, Mulyono kemudian mendaftar kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM), salah satu kampus populer di Indonesia.
Waktu itu, ia mendapati tiga pilihan yang diinginkan, yakni jurusan pertanian, peternakan, atau dokter hewan.
Saat menunggu menunggu pengumuman diterima atau tidaknya di UGM, Mulyono biasa bermain di rumah tantenya di Magelang.
Di sana, ada juga pamannya yang berprofesi sebagai anggota TNI AD.
Selama berada di sana, Mulyono sering diajak ke kantin milik tantenya di dekat barak prajurit.
Suatu hari, ia melihat sekelompok taruna ABRI yang tengah berjalan dengan gagahnya.
Sejurus, hati Mulyono tiba-tiba terpikat menjadi seorang prajurit TNI.
Di samping mengabdikan diri untuk negara, ia juga terpikir masa depan adiknya jika mengambil kuliah dengan biaya yang tidak sedikit dan bisa merepotkan orang tua.
Benar saja, Mulyono membulatkan tekad untuk masuk AKABRI. Selama prosesnya, ia banyak latihan dengan pamannya yang berpangkat Sersan Dua.
Nah, saat menunggu pengumuman tes masuk AKABRI, ada kabar bahwa Mulyono diterima di Fakultas Peternakan UGM.
Setelah itu, ia sempat mendaftar ulang menjadi mahasiswa baru dan menghubungi bagian akademik UGM untuk melunasi uang kuliah satu semester.
Akan tetapi, waktu itu uangnya kurang, sehingga hanya bisa mencicil setengah semester.
Di samping menunggu keputusan, Mulyono juga masih berharap diterima masuk AKABRI.
Berjalan kuliah sekitar satu bulan, datang informasi dari temannya agar mengikuti tes lanjutan masuk AKABRI di Semarang.
Ia kemudian berangkat sambil menunggu surat panggilan datang atas kebijaksanaan dari panitia.
Setelah 10 hari tes, akhirnya surat panggilan tes AKABRI baru datang dan dibawakan oleh pamannya. Mulyono dinyatakan diterima menjadi taruna AKABRI.
Setelah itu, Mulyono tidak pernah masuk kuliah, bahkan sampai tiga bulan berjalan. Hal ini membuat pihak UGM kemudian menanyakan alasan ketidakhadirannya.
Akan tetapi, orang tua Mulyono tidak pernah membalas pertanyaan yang dikirim UGM. Adapun alasannya karena orang di kampung tidak tahu prosedurnya.
Pada akhirnya, Mulyono dicoret dari status mahasiswa Fakultas Peternakan UGM. Setelah itu, ia pendidikan di Akmil hingga lulus pada 1983.
Keputusan besar itu lalu menjadi awal perjalanan panjang Mulyono di TNI.
Ia merintis karier dari bawah hingga akhirnya bisa menyandang pangkat Jenderal TNI atau bintang 4 dan dipercaya menjadi KSAD .
Sumber: SindoNews