GLOBAL POLITIK

Waduh! Kasus Ijazah Palsu dan ESEMKA Jokowi Dilirik Media Internasional

Democrazy Media
April 29, 2025
0 Komentar
Beranda
GLOBAL
POLITIK
Waduh! Kasus Ijazah Palsu dan ESEMKA Jokowi Dilirik Media Internasional



DEMOCRAZY.ID - Pegiat media sosial, Dokter Tifa mengirim peringatan ke mantan Presiden Jokowi Widodo.


Peringatan ini disampaikannya masih terkait isu atau permasalahan ijazah palsu.


Melalui cuitan di akun media sosial X pribadinya, Dokter Tifa menyebut isu terkait ijazah palsu ini sudah sampai ke media international.


“Dugaan Ijazah Palsu sudah sampai di Media Internasional,” tulisnya dikutip Selasa (29/4/2025).


Ia pun memperingatkan Jokowi untuk lebih berhati-hati melangkah. 


Karena menurutnya apapun langkah atau keputusan yang diambil akan mengarah ke jurang yang ia ciptakan sendiri.


“Jokowi sejak sekarang harus menghitung langkah, sebab sebetulnya langkah apapun yang dilakukan menuju ke jurangnya sendiri,” ujarnya.


Dokter Tifa pun menyindir terkait matahari kembar. Dengan menyebut matahari kembar ditolak dan matahari ilegal akan terus berusaha untuk dipadamkan.


“Semesta menolak matahari kembar. Matahari cukup satu. Dan ketika matahari ilegal menolak padam, semesta akan menggerakkan segenap kekuatan untuk memadamkan matahari itu,” sebutnya.


“Tanda-tanda kekuatan untuk memadamkan matahari ilegal, adalah PEMBERITAAN MEDIA INTERNASIONAL!,” tambahnya.


“Hati-hati, pak Jokowi. Hati-hati,” terangnya.


👇👇



ESEMKA Lebih Cocok Disebut Sebagai 'Urban Legend' Daripada Perusahaan Otomotif 



DEMOCRAZY.ID - Kebiasaan pemerintah Indonesia adalah bermimpi besar, tapi kadang lupa memikirkan dengan matang cara mencapainya. 


Salah satu contoh, mobil bikinan PT Solo Manufaktur Kreasi atau Esemka. 


Mobil yang sempat digadang-gadang sebagai lambang kemandirian bangsa itu kini sulit ditemukan di pasaran, pabriknya tidak menunjukkan tanda-tanda “kehidupan”. 


Mobil Esemka lebih sering jadi bahan bahan stand-up comedy ketimbang diservis di bengkel.


Sebagai warga yang tinggal tak jauh dari pabriknya di Boyolali, saya cukup sering sering ditanya (lebih tepatnya diceng-cengin) soal mobil “siluman” satu ini. 


Mungkin mereka berharap ada info-info “orang dalam” dari sana. Saya selalu menjawab, tidak tahu. Jujur saja, saya jarang melihat mobil Esemka mengaspal di jalanan. 


Saya lebih banyak tahu tentang mobil itu lewat Google sama seperti yang lain. Pabrik PT Solo Manufaktur Kreasi memang ada. Tapi, aktivitasnya ya gitu deh. 


Itu mengapa ketika saya ditanya-tanya (lebih tepatnya diceng-cengin) soal mobil dan perusahaan ini, saya cuma bisa pasrah. Sebab, memang segaib itu kenyataannya.


Pabrik Esemka seperti tak pernah beroperasi


Mendengar kata pabrik mobil, apa yang kalian bayangkan? Suara mesin, karyawan dengan helm dan pakaian safety mondar-mandir, hingga truk keluar masuk bawa rangka mobil? 


Gambaran pabrik yang ideal itu begitu jauh dari pabrik Esemka. 


Pabrik Esemka di Boyolali memang berdiri megah, plangnya besar dan halamannya luas. 


Tapi, entah kenapa suasananya lebih cocok untuk lokasi syuting sinetron horor ketimbang kawasan industri. 


Setiap kali saya lewat, suasananya selalu sama: sepi, adem, dan bikin berpikir, “Ini beneran pabrik?” 


Saya amati, aktivitas pabrik sangat minimal. Kalau bukan karena plang nama besar dan berita, mungkin orang-orang bakal kira itu gudang kosong atau proyek gagal. 


Beberapa warga pernah bilang, “Oh, dulu sempat rame pas awal-awal.” Dan, dulu yang dimaksud itu sudah cukup lama. 


Lucunya, walau tidak seperti pabrik sungguhan, setiap tahun ada aja orang lewat yang berhenti sejenak, memotret plangnya. 


Mungkin foto itu untuk bahan update status WhatsApp “Suatu hari nanti, mobil ini akan jadi kebanggaan bangsa.”  


Mobil “siluman” yang sulit ditemui di jalanan 


Saya rasa, orang Indonesia itu mudah terpukau dengan embel-embel “nasional”. 


Begitu ada produk dicap “buatan anak bangsa”, banyak yang bangga hingga lupa memeriksa proses dan kualitasnya. Mobil Esemka misal, kendaraan satu ini katanya sudah sempat diproduksi.


Bahkan, Bahkan waktu diresmikan dulu, sempat ada yang bilang, “Ini awal dari sejarah baru otomotif Indonesia.” 


Tapi, sampai hari ini, saya baru sekali melihat mobil tersebut mengaspal di jalanan. Itu pun saya masih kurang yakin mobil tersebut beneran Esemka atau mobil servis PLN yang dicat ulang.


Padahal, mobil-mobil dari China yang baru masuk pasar dua minggu aja udah berseliweran di jalanan kota. Ada SPKLU-nya, ada dilernya, bahkan ada komunitasnya. 


Sementara Esemka? Wujudnya gaib. Ada grup Facebook-nya, ada stiker mobilnya, tapi mobilnya sendiri justru ngga ada.  


Rumah saya dekat pabrik Esemka dan jadi bahan guyonan


Sebagai mahasiswa rantau dari Boyolali, identitas saya sering diasosiasikan dengan dua hal: susu segar dan pabrik Esemka. Yang satu enak, yang satu… ya, jadi bahan guyonan.


Di kampus, teman-teman saya sering nyeletuk, “Tiap pagi nyium aroma oli nasional, ya?” atau “Pasti udah test drive Esemka sebelum lulus SD ya?” 


Pernah suatu waktu, pas lagi nongkrong di warung kopi kampus, teman saya nyeletuk, “Esemka itu urban legend. 


Tau Slenderman? Nah, Esemka itu kayak Slenderman versi otomotif,” kata dia. Benar juga, semua orang pernah mendengarnya, tapi nggak ada yang benar-benar melihatnya. 


Saya cuma bisa ketawa. Sebab, kenyataannya, saya sama sekali nggak punya bahan apapun untuk membalas candaan itu. 


Saya nggak kenal siapa pun di dalam pabrik dan nggak pernah liat ada proses produksi. Saya juga tidak tahu cara menunjukkan produk tersebut secara real time. 


Nasionalisme yang gampang terpancing, tapi gagal tumbuh


Esemka ini sebenarnya cerminan dari semangat nasionalisme kita yang suka muncul musiman.


Ketika muncul pertama kali, semua media sibuk meliput, semua orang ramai mendukung. Bahkan, dijadikan simbol kebangkitan teknologi pendidikan vokasi. 


Tapi, kemudian dibiarkan sendiri, tanpa roadmap, tanpa sokongan industri, tanpa follow-up serius dari pemerintah.


Indonesia sebenarnya punya banyak anak muda jago teknik, lulusan SMK yang piawai ngoprek kendaraam, dan passion otomotif yang luar biasa. 


Tapi, ketika industri dalam negeri tidak dikembangkan serius, semua semangat itu akhirnya hanya jadi potensi yang menguap. 


Persis seperti Esemka: pernah bikin bangga, tapi sekarang cuma jadi cerita pembuka kalau ada diskusi tentang mimpi bangsa yang setengah jadi.


Kalau kalian lewat Boyolali dan melihat bangunan besar dengan plang “PT Solo Manufaktur Kreasi” bisa jadi itu adalah satu-satunya hal nyata dari Esemka yang bisa kamu lihat dengan mata kepala sendiri. 


Sementara mobilnya, mimpinya, dan semangat awalnya—semua masih dalam fase: akan tetapi belum. 


Dan seperti kata dosen saya waktu saya telat ngumpulin makalah, “Yang penting bukan janji, tapi keberlanjutan.”


SumberMojok

Penulis blog